Perceraian

Robby termenung sendirian di taman rumah sakit dimana sang ibu dirawat. Otak serta hatinya sedang berperang hebat. Untuk berpisah dengan Zarina bukanlah hal yang mudah untuknya, tetapi untuk menolak permintaan sang ibu pun Robby merasa tidak mampu. 

"Aku harus bagaimana, Tuhan? Jalan mana yang harus aku ambil? Kenapa kau membawaku pada takdir yang serumit ini?" gumam Robby frustasi. 

"Mas," panggil Zarina yang sudah berdiri di samping tempat duduk Robby. 

Mendengar suara seseorang yang tidak asing memanggil namanya, Robby menoleh sejenak lalu kembali memalingkan wajahnya ke arah lain. Wanita yang sudah membuatnya berada di posisi sulit ini berdiri dengan ekspresi sedih, Robby tahu, wanitanya itu tengah merasa bersalah. Namun, sebesar apapun rasa bersalah Zarina, itu tidak akan memperbaiki keadaan rumah tangga mereka yang kini di ambang kehancuran. 

"Boleh aku ikut duduk?" 

Robby masih diam seakan tidak menganggap kehadiran Zarina di sampingnya, dan Zarina paham itu semua terjadi atas kebodohannya sendiri. 

"Turuti saja permintaan ibu, Mas. Kesalahanku memang tidak bisa dimaafkan." 

"Aku memang akan menuruti permintaan ibu. Maaf jika aku mengingkari janji pernikahan kita," jawab Robby lirih. 

"Tidak apa-apa, Mas. Aku ikhlas. Aku datang ke sini untuk berpamitan." 

"Kamu akan tinggal dimana, Rin?" tanya Robby masih enggan menatap calon mantan istrinya itu. 

"Dimana saja, Mas. Yang terpenting aku bisa hidup damai bersama Alam," jawab Zarina singkat. 

"Baiklah. Hati-hati, jaga Alam dengan baik. Semoga kamu selalu bahagia, Rin. Aku akan secepatnya mengurus perceraian kita," ujar Robby dengan senyum kecut. 

*****

Tidak pernah terlintas dalam benak seorang pria bernama Robby Saputra jika rumah tangganya akan hancur setelah mengarungi bahtera cinta bersama wanita pilihannya. Robby memegang sebuah map berisi berkas-berkas yang diperlukan untuk mengajukan gugatan perceraian. Netranya menatap nanar berkas-berkas ditangannya.

"Aku sama sekali tidak pernah membayangkan akan menginjakkan kakiku di gedung ini. Apa lagi untuk menggugat cerai istri yang begitu aku cintai. Tapi, takdir Tuhan memang tidak pernah bisa kita tebak," batin Robby menahan rasa sesak dihatinya. 

"Boleh saya lihat berkas-berkasnya, Pak?" tanya seorang petugas di gedung pengadilan negeri setempat. 

"Silahkan, Bu," jawab Robby sambil menyerahkan map berisi dokumen yang dibutuhkan untuk perceraiannya. 

"Baik, Bapak silahkan membuat surat gugatan terlebih dahulu." 

"Baik, Bu." Dengan sangat terpaksa, Robby menuliskan alasan yang membuatnya harus menceraikan Zarina. 

"Meski kita harus berpisah, aku tidak akan membuat namamu buruk di mata orang lain, Rin," batin Robby seraya tangan kanannya terus menuliskan apa yang memang perlu ditulis. 

Beberapa waktu berlalu, Zarina sudah tinggal di sebuah kontrakan sederhana yang hanya ditempati bersama Alam. Wanita itu sedang membuat makanan pendamping ASI untuk Alam di dapur saat ada seseorang yang mengetuk pintu rumah. 

"Sebentar!" teriak Zarina dengan suara lantang, agar si tamu mendengar suaranya. 

Zarina berlari ke depan untuk membukakan pintu. Meski sedikit heran karena ada tamu yang berkunjung tiba-tiba, akan tetapi Zarina tetap membukakan pintu untuk orang yang belum Zarina ketahui. 

Begitu pintu terbuka, Zarina terkejut dengan kedatangan Robby ke kontrakannya. Zarina memang memberitahu Robby alamat rumahnya saat ini agar memudahkan jika pihak pengadilan akan mengirimkan keperluan pengadilan atas perceraiannya dengan Robby. Namun, Zarina sama sekali tidak menyangka bahwa Robby sendiri kini datang ke kontrakan minimalis yang menjadi tempat tinggalnya saat ini. 

"Mas Robby!" 

"Rin, bagaimana kabarmu?" tanya Robby basa-basi. 

"B-baik, Mas. Kamu bagaimana?" 

"Aku baik," jawabnya singkat. 

Beberapa bulan tidak bertemu membuat mereka merasa canggung, terlebih Zarina yang masih saja menyalahkan diri atas kehancuran rumah tangganya. 

"Silahkan masuk, Mas!" 

"Tidak, Rin. Aku datang hanya untuk memberikan kamu ini." 

"Ini apa, Mas?" tanya Zarina seraya menerima sesuatu yang diberikan oleh Robby. 

"Akta perceraian kita, Rin," jelas Robby tanpa basa-basi lagi. 

Sebenarnya Robby merasa belum siap untuk bertemu Zarina. Akan tetapi sedikit rindu yang menyiksa hati akhirnya membuat Robby datang dengan alasan memberikan akta perceraian mereka. 

Proses perceraian mereka memang tergolong cepat karena dari pihak tergugat memilih untuk tidak datang ketika mendapat undangan dari pengadilan. Dari proses mediasi hingga putusan sidang itu keluar, Zarina sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. 

"Sudah selesai prosesnya, Mas?" 

"Sudah. Kalau begitu aku pergi dulu," pamit Robby setelah sedikit lega sudah melihat mantan istrinya dalam keadaan sehat, meski wanita itu sedikit lebih kurus dari sebelumnya.

Robby melangkah pergi dari rumah kontrakan Zarina setelah melihat anggukan kepala mantan istrinya tersebut. Sementara itu, Zarina hanya bisa menatap nanar punggung laki-laki yang dulu begitu mencintainya dengan tulus itu semakin menjauh. 

"Semoga kamu mendapatkan wanita yang seribu kali lebih baik dari aku, Mas. Berbahagialah dengan wanita yang bisa menjaga kesetiaan cinta. Tidak sepertiku yang dengan mudahnya membiarkan laki-laki lain menikmati hakmu sebagai suamiku," gumam Zarina sendu, rasa sesal itu masih begitu menghimpit relung hatinya. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!