Yudha kembali ke kamar dan merebahkan dirinya diatas kasur sambil menatap langit-langit kamar.
Fiona mengikutinya dari belakang dan duduk di sisinya.
"Mas udah lah jangan pikirin mereka lagi, dia sendiri yang memilih pergi dari rumah ini. Sudah dikasih hidup enak malah pergi. Gak bersyukur banget." Gerutu Fiona.
Sementara Yudha diam membisu. Ia masih memikirkan anak dan istrinya.
"Mas, aku buatin kopi ya supaya muka kamu gak kusut gitu." Ujar Fiona sambil melangkah keluar kamar untuk membuatkan kopi.
Yudha bangkit dan meraih ponselnya di atas meja. Lalu menghubungi Ajeng tapi tidak tersambung. Ia pun melempar ponselnya begitu saja hingga jatuh membentur lantai.
Fiona masuk dan melihat Yudha berdiri lalu pada ponsel yang tergeletak di atas lantai.
Ia menaruh kopi itu dan mendekat.
"Ponselmu jatuh, kenapa tidak kamu ambil?" Fiona mengambilnya dan menyerahkannya pada Yudha.
"Apa aku salah membiarkan mereka keluar dari sini. Sementara diluar sedang hujan." Tanya Yudha menoleh.
"Keputusanmu sudah benar. Toh dia sendiri kan yang meminta pergi."
"Kamu benar, tapi kenapa hatiku belum ikhlas dengan kepergian mereka."
"Itu karena belum terbiasa saja. Udah lah move on, ada aku disini. Kamu ingin anak? Aku juga bisa memberikan kamu keturunan." Fiona tersenyum dan melangkah semakin dekat. Lalu tangannya meraih bulu-bulu halus di pipinya kemudian mengecup area sensitifnya.
"Kamu memang selalu mengerti akan kebutuhanku." Puji Yudha sambil meraih tengkuk lehernya dan detik kemudian mereka kembali mereguk manisnya cinta ditengah guyuran hujan.
Sementara itu didalam mobil. Ajeng, Qeera beserta pengasuhnya memilih untuk berhenti dulu sebelum melanjutkan perjalanannya. Ia menepi disebuah toko pakaian. Ia membeli selimut untuk putrinya karena lupa membawanya dari rumah. Lalu membeli beberapa makanan ringan juga air mineral.
Setelah usai mereka kembali menaiki mobil untuk melanjutkan perjalanannya.
Setelah memakan waktu yang hampir dua jam, akhirnya mereka sampai di kediaman rumah Almarhum kedua orangtua Ajeng, lalu mobil pun memasuki pekarangan rumah. Dan ketiganya turun.
Mereka masuk dan Ajeng melangkah lebih dulu kemudian Qeera dibelakangnya dan di susul sang pengasuh.
Rumah yang hanya berlantai satu, begitu sederhana dan juga rapi, tapi sedikit kotor karena Ajeng mengunjunginya hanya sebulan sekali itu pun kalau sempat ia bersihkan, kalau tidak ia biarkan saja.
Kemudian Ajeng menyuruh Qeera untuk istirahat dulu di sofa setelah sofa itu ia bersihkan. Ia menuju kamar untuk dibersihkan terlebih dahulu sebelum mereka tempati.
Lalu pengasuh mengambil barang di mobil yang majikannya tadi beli. Dan menaruhnya diatas meja.
Setelah dirasa bersih, Ajeng kembali dan melihat Qeera sudah tertidur. Lalu ia menggendongnya masuk kedalam kamar yang sudah dibersihkan itu, dan merebahkannya diatas kasur. Tak lupa selimut yang tadi ia beli dipakaikan untuk putrinya.
Lalu ia keluar dari kamar itu.
"Sus, kamu tidur dikamar situ ya, tapi dibersihkan dulu." Ujar Ajeng menunjuk kamar yang akan ditempati pengasuh putrinya.
"Iya bu, tapi saya mau bereskan ini dulu."
"Itu mah gampang besok saja. Ini sudah malam. Ayo tidur."
"Baik bu."
Lalu Ajeng mengunci pintu depan dan kembali ke kamar lalu tiduran di samping Qeera sambil memainkan ponsel berniat memposting barang jualannya.
Ya, Ajeng menjual barang apa saja yang diambil dari teman-temannya yang menyetok barang. Ia hanya mempromosikannya dan keuntungan dibagi dua. Jadi jika ada yang pesan ia pun mengambil lebih dulu barang yang dipesan itu atau temannya yang membungkusnya kemudian dipaketkan ke alamat tujuan. Sebisanya saja.
Ketika sudah selesai memposting. Ia pun memilih scrol-scrol terlebih dahulu. Lalu beberapa menit muncul postingan Yudha bersama Fiona sedang duduk berduaan dengan caption ...
'aku rasa, aku akan berlarut-larut sedih dengan kepergian mereka. Nyatanya yang di sisiku selalu membuatku bahagia.'
Begitulah isi captionnya. Sementara Ajeng menarik napas dalam.
"Begitu cepat kamu melupakan aku Mas, tapi tak mengapa asal kamu tidak lupa dengan anakmu." Gumamnya lalu memilih kaluar dari sosial medianya dan menaruh ponselnya di atas meja.
Mencoba memejamkan mata tapi tak bisa. Lalu ponselnya terlihat menyala dan tidak mengeluarkan suara. Karena ia biasa mensilent ponselnya jika waktunya tidur.
Nomor baru yang menghubunginya namun ia sudah menebaknya dan tanpa pikir panjang ia langsung mengangkatnya.
"Hallo. Kamu sudah lihat postingan suami kamu?" Tanya Fiona dari seberang telepon.
"Sudah aku duga pemilik nomor ini." Jawab Ajeng. Karena sudah hafal pemilik suara itu.
"Lalu bagaimana perasaanmu setelah melihat foto tadi beserta captionnya. Itu suami kamu sendiri lho yang buat." Ujar Fiona tersenyum merasa bahagia dan menang dari Ajeng.
"Itu sudah bukan urusanku. Lagian untuk apa membicarakan perasaan. Apa itu penting?" Tanya Ajeng.
"Penting lah. Aku ingin tau. Pastinya kamu cemburu iya kan? Ajeeeng Ajeng. Kasihan banget sih nasib kamu. Suami sendiri malah lebih memilih aku yang hanya istri siri di banding kamu istri sah nya. Lagian aku ajak berdamai kamu nya gak mau. Begini kan jadinya. Kamu sendiri yang malang. Tapi aku bahagia hahaha." Fiona tertawa di akhir kalimatnya.
"Dengar ya! kalian mau berfoto seperti apa pun dan ngasih tau kemesraan kalian seperti apa pun. Aku sudah tidak peduli lagi dengan kalian. Cam kan itu."
"Dasar perempuan sombong, dikira enak kali ya hidup miskin. Ihh aku sih ogah." Ketus Fiona.
"Sebenarnya untuk apa kamu menelponku hah? Kalau cuma untuk mengejek dan bicara yang tidak ada manfaatnya, sebaiknya kamu jangan pernah hubungi aku lagi. Dasar pelakor." Umpat Ajeng dan langsung mematikan teleponnya.
Fiona sangat kesal dengan sebutan itu. Ia pun kembali kedalam kamarnya dan duduk diatas sofa dalam keadaan cemberut.
"Muka mu kenapa sih kok cemberut gitu?" Tanya Yudha yang keluar dari kamar mandi.
"Kenapa sih kamu harus nikah dulu sama dia. Perempuan miskin tak tau malu." Gerutu Fiona.
"Maksudmu Ajeng?"
"Ihh gak usah disebutkan. Males aku denger namanya aja."
"Kalian ini. Padahal aku mikirnya kalian bisa akur makanya aku bawa kamu kesini juga."
"Aku sudah katakan ingin kenal lebih dekat. Tapi sikapnya sangat menyebalkan. Terang-terangan menolak. Bahkan selalu merendahkan aku. Pokoknya awas saja kalau kamu ingin balikan lagi sama dia. Aku tidak akan tinggal diam."
Yudha tak ingin bicara lagi. Ia pun memilih tiduran diranjang.
"Mas, besok temani aku shoping dong. Aku ingin beli tas keluaran terbaru." Ucap Fiona yang sudah pindah dan tiduran disamping Yudha.
"Gak bisa, besok ada kerjaan yang gak bisa ditinggal." Jawabnya.
"Ya sebisanya kamu aja lah."
"Kapan-kapan ya! Pergi sendiri aja. Nanti uangnya aku transfer."
"Tadinya mau sama kamu sayang. Tapi gak papa deh yang penting uangnya beneran di transfer ya. Soalnya ini tuh tas nya limited edition." Ujar Fiona dengan rona bahagianya.
Lalu keduanya mengobrol sebelum tidur, curhat apa saja yang dirasa mau dibicarakan. Sehingga Yudha pun menguap dan meminta ijin untuk tidur lebih dulu.
Tapi Fiona justru belum ngantuk. Ia pun meraih ponsel dan membuka sosial media miliknya.
Ada nama Ajeng Shafanina muncul di beranda miliknya. Ia klik nama itu dan melihat isi profilnya. Banyak postingan jualan dari mulai tas. Pakaian. Kue. Hingga kosmetik. Dan banyak komentar disana memesan apa saja yang Ajeng posting.
"Jadi dia berjualan online." Gumam Fiona jarinya terus menelusuri profil milik Ajeng.
"Pantes keluar dari sini kayak tenang banget. Tapi masa iya cuma jualan begitu untungnya gede, palingan cuma cukup untuk makan."
Lalu ia memilih klik kembali, tapi tak sengaja jarinya memencet tombol tambahkan teman.
Ia pun kaget. Kenapa harus tulisan itu yang kepencet. Ingin dibatalkan. Tapi takut Ajeng sudah tau dan jika dibatalkan artinya dia takut. Fiona pun memilih biarkan saja. Ingin tau Ajeng menerimanya atau tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Intan IbunyaAzam
pelakorrrr GK tw diri
2023-10-09
0
Sekar arum
grgeetttt
2023-05-26
1