Selepas Yudha berangkat ke kantor. Ajeng memilih untuk tetap berdiam diri, tak melakukan aktifitas apapun. Biasanya ia memerintah sang asisten rumahtangga untuk keperluan makan malam bersama Yudha, juga membersihkan ruangan yang ia ingin bersihkan, karena meskipun ada ART disana, tapi Ajeng tak sepenuhnya menyerahkan semua pekerjaan padanya. Tapi ia kini sudah malas setelah masalah yang dia hadapi.
Ajeng memilih untuk duduk disofa yang ada ditaman bersama Qeera. Ya, di tengah rumah itu terdapat taman yang cukup untuk bersantai, juga ada sebuah kolam renang.
"Bunda, jangan nangis lagi," kata Qeera membuka percakapan, karena sang bunda diam saja dengan tatapan kosong. Ia lupa bahwa ada Qeera disampingnya.
Ajeng menoleh dan berusaha tersenyum didepan putrinya.
"Qeera minta maaf, udah bikin bunda sedih karena bunda gak jadi pergi." Desisnya menunduk lemah.
"Tidak sayang, bunda tidak apa-apa kok!" Jawabnya sambil tersenyum dan memegang pipi sang anak.
"Jam berapa ini? Sekarang sudah terlambat ya kalau pergi ke sekolah." Tukas Ajeng kembali.
"Meskipun masih ada waktu. Aku gak mau pergi ke sekolah Bun, besok pagi saja, boleh kan?"
"Iya sayang, boleh."
Mereka berpelukan dengan saling menunjukkan kasih sayang masing-masing. Dan disaat itu, Fiona mendekat ke arah mereka berdua.
"Tante boleh gabung?" Tanya Fiona yang sudah berdiri tak jauh dari mereka.
Ibu dan anak itu melerai pelukannya lalu menoleh ke arah sumber suara.
"Tante siapa?" Tanya Qeera bingung.
"Perkenalkan, Tante ...... "
"Sus, suster." Panggil Ajeng pada pengasuh putrinya. Sengaja memotong jawaban yang akan diucapkan Fiona. Ia tak mau anaknya tahu.
Pengasuh pun datang. "Iya bu," jawab Suster itu mengangguk sopan.
"Tolong bawa Qeera ke ruangan lain ya? ajak dia bermain apa saja yang dia mau." Titah Ajeng pada suster itu.
"Baik Bu," Suster itu pun mengajak Qeera untuk pergi bermain dengannya.
"Mau apa kamu?" Tanya Ajeng ketus setelah Qeera tidak lagi bersamanya dan tak menoleh pada Fiona sedikitpun.
"Mbak, aku kesini ingin bicara sama kamu. Aku ... ingin kita mengenal lebih dekat." Ujar Fiona lalu duduk di sisi Ajeng.
"Siapa yang suruh kamu duduk?" Tanya Ajeng kembali masih dengan kekesalannya. Tapi tatapannya tetap lurus kedepan.
"Kamu lupa? Ini juga rumahku sekarang." Jawab Fiona percaya diri.
"Oh ... maaf aku lupa, kamu pun istrinya Mas Yudha juga." Kata Ajeng mencoba tak terpancing.
"Lalu bagaimana tawaranku? Apa kita bisa kenal lebih dekat?"
"Untuk apa?" Jawab Ajeng yang memilih memainkan ponselnya, memamerkan barang yang akan dia jual di sosial medianya.
"Kita kan sama-sama istrinya Mas Yudha, jadi aku ingin kita seperti istri-istri yang lain, terlihat akur dan kemana-mana selalu bersama." Papar Fiona.
"Apa itu penting?" Tanga Ajeng tak sedikit pun melirik pada Fiona. Pandangannya tetap tertuju pada ponsel yang ia pegang.
"Penting! Karena ada kok, teman aku jadi istri kedua, tapi mereka terlihat akur dengan istri pertamanya."
Baru Ajeng menoleh menatap Fiona. "Sayangnya aku tak butuh itu." Cetus Ajeng.
"Kenapa? Aku yakin Mas Yudha bisa adil kok, aku pun tidak akan mengganggu kalian kalau Mas Yudha lagi bersama mbak Ajeng." Ujar Fiona masih dengan lembut.
"Berapa kali aku bilang, karena sampai kapanpun aku gak akan rela jika harus berbagi suami."
"Tapi semua sudah terjadi mbak, kamu harus menerima aku sebagai istrinya Mas Yudha juga." Ujar Fiona.
"Kalau begitu, aku yang akan mundur. Itu kan yang kamu mau?" Ajeng berdiri.
"Tidak mbak, aku bukan orang yang seperti itu."
"Atau kamu saja yang mundur, dan jangan pernah kembali lagi." Kata Ajeng, padahal dia tidak serius dengan ucapannya.
"Mbak pikir aku ini apa? Bisa datang dan pergi begitu saja," tukas Fiona sudah mulai kesal terhadap Ajeng.
"PELAKOR."
Mendengar kata itu, Fiona sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya. "Dengar ya, aku ini bukan pelakor." Bentak Fiona menatap tajam pada Ajeng.
"Ternyata keluar juga sifat aslimu." Ujar Ajeng tersenyum kecut.
"Aku tidak akan begini kalau kamu tidak memancingnya."
"Kalimat mana yang memancing? memang kenyataannya kan kamu itu pelakor." Ajeng menarik satu sudut bibirnya kesamping.
"Oke kalau itu mau mu," Fiona juga berdiri, lalu mengitari tubuh Ajeng sambil melihatnya dari atas lalu kebawah. "Aku ajak bicara baik-baik, tapi yang diajak bicara malah tak tau sopan santun, apa begini seorang istri yang baik untuk Mas Yudha, pantas dia memilih berpaling." Ujar Fiona menatap remeh pada Ajeng.
"Jangan salahkan aku jika bersikap menyebalkan. Dan kamu! Sekali pelakor ya tetap pelakor." Ucap Ajeng dengan emosi sambil menunjuk pada wajah Fiona.
"Kita lihat saja, siapa disini yang lebih di sayang Mas Yudha." Fiona tersenyum sambil menurunkan telunjuk Ajeng yang berada didepan wajahnya. Lalu hengkang dari hadapannya.
"Kamu salah telah berhadapan denganku Fiona. Karena aku pun rela jika harus berpisah dengan suamiku. Untuk apa aku mempertahankan lelaki seperti dirinya. Yang egois dan hanya mementingkan syahwatnya. Kita lihat saja nanti, siapa yang akan menyesal. Aku atau kamu!" Gumam Ajeng dengan tersenyum penuh keyakinan.
Siang menjelang. Ajeng akan mengantar pesanan pembeli dari sosial medianya. Ia pun keluar dari rumah dan hendak menaiki mobilnya.
"Maaf Bu, mau kemana?" Tanya Hendra mendekat dan mengangguk sopan.
"Biasa mau keluar." Ajeng yang hendak membuka pintu mobilnya, tangannya pun di cegah satpam itu.
"Maaf Bu, Bapak berpesan supaya ibu tidak boleh lagi keluar sendirian. Untuk sementara biar saya yang antar, tapi nanti akan ada sopir baru untuk mengantar ibu kemanapun." Papar Hendra yang tatapannya terlihat iba pada majikannya.
"Dengar ya Pak, saya tidak peduli dengan dia lagi, mau saya kemanapun itu hak saya, dan ini juga mobil saya." Ajeng sangat kesal dengan peraturan baru suaminya.
Ya, memang itu mobilnya, hadiah dari Yudha untuknya, di anniversary pertama mereka.
"Maaf Bu, tapi saya ... "
"Hanya menjalankan tugas, karena takut di pecat? Tenang saja, aku akan meminta supaya kamu tidak di pecat dari sini, karena aku yakin Mas Yudha tidak serius dengan ucapannya, lagipula cari satpam yang benar-benar jujur itu sekarang susah." Ujar Ajeng memberikan keyakinan bahwa Hendra tak akan di pecat dari sana.
"Baiklah, tapi kalau bapak marah pada saya, ibu yang bertanggung jawab ya." Akhirnya Hendra pasrah dan percaya pada majikan perempuannya.
"Kalau soal itu, kamu tenang saja." Ajeng segera menaiki mobilnya, tak mau berlama-lama lagi, takut pembeli menunggu lama.
Fiona melihatnya dari kejauhan, lalu berniat mengadu pada Yudha, bahwa Ajeng tidak menuruti semua perintahnya. Dan tak lupa ia memotretnya dengan kepergian Ajeng bila di minta bukti oleh suaminya.
Qeera pun akhirnya mencari ibundanya. karena belum juga menemuinya.
"Tante, bunda mana?" Tanya Qeera yang sudah berdiri dibelakang Fiona. Pengasuhnya ijin ke toilet, sehingga tak tahu jika Qeera sudah keluar dari ruangan bermainnya.
"Bundamu pergi keluar." Jawab Fiona manis.
"Tante siapa sih? Kenapa ada disini?"
"Tante ... perkenalkan! Tante istri ayahmu juga." Fiona duduk, mensejajarkan tinggi Qeera.
"Istri ayah kan cuma bunda."
"Iya, tapi sekarang istri ayah ada dua, selain bunda yaitu aku yang ada dihadapanmu juga."
Fiona tersenyum menatap anak itu.
"Terus tante namanya siapa?"
"Namaku Fiona. Nggak apa-apa kok panggil bunda juga, sekarang kan bunda Qeera ada dua."
"Emang boleh ya kalau punya bunda dua? Karena semua temanku hanya punya bunda satu. Gak ada yang punya bunda dua" Ujar Qeera yang memang masih polos dan lugu.
"Boleh, buktinya bunda Ajeng dan bunda Fiona." Sengaja Fiona seperti itu, berharap Qeera bisa dekat juga dengannya. Dan memudahkannya untuk menyingkirkan Ajeng dari hadapan Yudha.
"Tapi aku gak mau punya bunda dua." Qeera berteriak sambil berlari, lalu menuju kamar sang bunda, kemudian menangis tersedu disana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Intan IbunyaAzam
mkanya ikut bunda qeera
2023-10-09
0
Yati Syahira
makanya ikuti ibumu seira
2023-07-25
1
Uthie
semoga si Anak bisa mengerti sakit hati bunda nya... makanya milih pergi aja 👍
2023-07-11
2