Pagi pun menyapa. Tapi Ajeng masih berkutat mempersiapkan keperluannya juga anaknya karena ia memilih pergi dari rumah itu, rumah yang selama ini membawa kebahagiaan dan kenyamanan baginya juga merasa disayangi oleh perlakuan suaminya.
Tapi apa sekarang? Di usia pernikahan yang menginjak enam tahun ia dikejutkan dengan kenyataan pahit. Ia tidak kuat jika harus serumah dengan madunya. Lebih baik ia pergi dan membawa sang anak dengan bekal yang selama ini ia kumpulkan atas jerih payahnya sendiri. Karena selama ini ia diam-diam berjualan online apa saja. Dan uang yang dikumpulkan pun sudah lumayan besar.
Ia melakukan itu semata karena jika ada masalah keuangan dalam rumahtangganya jadi uangnya bisa digunakan untuk kebutuhannya. Namun nyatanya bukanlah masalah ekonomi yang ia hadapi tapi penghianatan suaminya.
"Nak bangun sayang, kita sarapan dulu." Ucap Ajeng membangunkan sang anak.
Qeera pun terbangun dan melihat ibunya.
"Bunda kenapa? Kok matanya sembab?" Tanya Qeera, anak itu sudah berusia lima tahun dan sedang duduk dibangku sekolah TK.
"Tidak nak, bunda hanya kurang tidur. Ayo kita sarapan." Ajaknya sambil mengusap kepala Qeera.
"Jam berapa ini bunda? Sekarang hari senin, Aku harus sekolah."
"Sekarang Qeera gak sekolah dulu ya? Tapi besok sekolah lagi." Ucap Ajeng dengan lembut.
"Kenapa? Aku maunya sekolah." Qeera menatap bundanya serius.
"Bunda ada keperluan diluar, tapi Qeera harus ikut, gak usah bersama Sus Rini lagi."
"Kemana?" Tanya Qeera karena memang anak itu selalu banyak tanya.
"Ke suatu tempat. Yasudah sekarang Qeera siap-siap ya." Ajeng membantu Qeera untuk bangun lalu mengajaknya sarapan lebih dulu didalam kamar setelah itu mandi.
Dilantai bawah ...
"Mas, mbak Ajeng kok belum turun juga?" Tanya Fiona yang sudah duduk di kursi untuk sarapan. Ia tak tau kalau Ajeng sudah bangun lebih dulu membuatkan sarapan untuk putrinya tapi tidak lagi untuk suaminya.
"Biar saja lah, nanti juga turun." Jawab Yudha duduk di sebelah Fiona.
"Gak boleh gitu lah Mas, dia istrimu juga." Ujar Fiona sambil mengambilkan roti tawar lalu diolesi selai coklat untuk Yudha.
Lalu terlihat Ajeng dan Qeera sedang menuruni tangga, juga satu koper yang dibawanya.
Yudha dan Fiona melihat ke arah ibu dan anak itu.
Seketika Yudha yang hendak memasukkan lagi rotinya kedalam mulut pun ia urungkan dan meletakkannya lagi diatas piring, lalu mendekat pada Istri dan anaknya.
"Kalian mau kemana?" Tanya Yudha heran sambil mengerutkan dahinya.
Tapi Ajeng tak menghiraukan pertanyaan Yudha dan tetap melanjutkan langkahnya.
"Apa ini yang disebut seorang istri yang baik. Ditanya pun tak mau menjawab." Ujar Yudha yang kini sudah berada dibelakangnya.
Ajeng berhenti dan mengambil napas berat, lalu menoleh kebelakang.
"Untuk apa aku disini jika hanya untuk merasakan penderitaan." Paparnya.
"Penderitaan apa? Kamu disini aku nafkahi, apapun yang kamu mau aku turuti. Bahkan hampir seluruh gajiku kamu yang pegang." Ujar Yudha.
"Percuma bicara sama yang tidak punya hati." Ajeng membalikkan badannya lagi hendak melangkah.
"Pikirkan anak kita," Yudha melangkah dan berdiri dihadapan Ajeng dan juga Qeera.
"Bunda, Ayah, jangan berantem," Ujar Qeera melihat keduanya. Karena anak sebesar itu bisa mengerti kalau orangtuanya sedang tidak baik-baik saja.
Ajeng menunduk lalu duduk mensejajarkan putrinya. "Tidak nak, Ayah sama Bunda cuma salah paham, sekarang Qeera sama sus Rini dulu ya?" Ucap Ajeng lalu memanggil pengasuh, menyuruh Qeera untuk dibawa keluar sebentar.
Setelah memastikan Qeera hilang dari pandangan, Ajeng memejamkan matanya, mencoba menetralkan perasaannya, bahwa ia harus bisa bangkit tanpa suami seperti Yudha.
"Kamu dan Qeera tidak boleh pergi dari sini." Tukas Yudha.
"Tapi keputusanku sudah bulat. Dan tolong jangan halangi aku," Ajeng hendak melangkah.
"Tidak, kalian akan tetap disini, aku tidak mau hidup Qeera kekurangan,"
"Setelah apa yang kamu lakukan, kamu baru memikirkannya? Ayah macam apa kamu ini." Ajeng menggelengkan kepalanya. "Dan kamu jangan khawatir, aku akan pastikan Qeera pun tidak akan merasa kekurangan meski tidak lagi bersama Ayahnya."
"Kalau kamu bersikuku tetap ingin pergi. Silakan kamu pergi, tapi jangan bawa Qeera,"
"Mas, dia itu anakku, aku gak mungkin meninggalkan dia," ucap Ajeng mendengus kesal, juga menahan sesak.
"Tapi dia juga anakku," bentak Yudha.
"Aku tak habis pikir apa yang ada dikepalamu saat ini. Kamu lelaki paling egois yang pernah aku temui. Sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkan anakku,"
"Kalau itu mau mu, kamu tetap harus tinggal disini. Cobalah kalian saling kenal dulu, Fiona tak seburuk itu."
Fiona mendekat dan menyentuh pundak Ajeng. "Mbak,"
"Diam kamu." Bentak Ajeng sambil menepis tangan Fiona.
"Lihat. Fiona pun mau belajar menerima kamu." Tukas Yudha.
"Sebaik apa pun madu ku, dia tetap duri dalam kehidupanku, karena sampai kapanpun aku gak rela dimadu." Ucap Ajeng menatap tajam pada Yudha lalu melangkah cepat dan menabrak bahu Yudha hingga sedikit terhuyung.
Yudha mengejarnya keluar, terlihat Ajeng menggenggam tangan Qeera.
"Bunda kok nangis? Bunda, kita mau kemana? Bunda, aku gak mau pergi. Aku gak mau jauh dari Ayah." Pertanyaan demi pertanyaan Qeera lontarkan. Namun Ajeng tak menjawabnya. Ia terus melangkah dengan menenteng kopernya.
Yudha yang mendengar ucapan Qeera bahwa tak ingin jauh darinya, segera ia memanggil satpam untuk menghalangi kepergian mereka.
"Pak, pak Hendra, tolong jangan biarkan Ajeng dan Qeera pergi. Biarkan dia disini." Perintah Yudha pada satpam yang bekerja dirumahnya.
"Baik pak," Jawab Hendra lalu mendekat kearah Ajeng dan juga Qeera.
"Ayo bu,, kita masuk," ajak Hendra berdiri dihadapan keduanya.
"Tidak pak, saya ingin pergi, tolong jangan halangi saya,"
"Ini perintah pak Yudha, saya hanya menjalankan tugas." Hendra menunduk sopan.
"Bapak tau masalah kami? karena semalam bapak sempat masuk kerumah kan?" Tanya Ajeng
Hendra menganggukkan kepalanya.
"Lalu apa yang akan bapak lakukan jika diposisi saya?"
Hendra melihat iba pada Ajeng, ia pun menundukkan kepalanya kemudian menoleh pada Yudha.
"Jangan dengarkan dia, disini aku yang gaji kamu, bawa mereka kedalam kalau kamu tidak ingin saya pecat." Ujar Yudha.
"Maaf bu, ibu dengar sendiri Pak Yudha gimana, mari saya antar kedalam." Hendra mengangguk sopan.
"Bunda, Qeera gak mau pergi, Qeera inginnya sama Ayah juga." Qeera merengek sambil memeluk kaki sang bunda.
Lalu Qeera menangis sesenggukan, ia ingin tetap ada dirumah itu.
Ajeng yang melihatnya ia menyeka sudut matanya. Secinta itu Qeera pada Ayahnya, padahal Ayahnya lelaki tak tahu diri, hanya mementingkan syahwat, tidak memikirkan dampak dari semuanya.
Dengan terpaksa, Ajeng pun menuruti keinginan putrinya. Ia akan mencoba sabar dan perlahan membuat Qeera mau untuk ia ajak keluar dari rumah itu.
"Terimakasih Ajeng." Ucap Yudha ketika Ajeng melintas di hadapannya.
"Ini semua demi Qeera, kalau saja dia mau aku ajak pergi, pasti aku sudah pergi jauh dari rumah ini." Tukas Ajeng menatap Yudha dengan tatapan tajam.
Yudha tersenyum akhirnya ia bisa membuat Ajeng mau tinggal lagi bersamanya, meski bukan demi dirinya. Karena ia yakin kalau dirinya bisa berbuat adil pada Ajeng dan juga Fiona.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Intan IbunyaAzam
ego tggu suami ap seperti it
2023-10-09
0
guntur 1609
basi... lki2 egois
2023-08-14
1
Ozma Fridani
kau sakiti hati istri sah kamu Judha demi syahwatmu .. hukum karma akan berlaku
2023-08-06
0