28 Januari 2023, 20.00
"Jadi aku adalah penyihir ma?" Tanya Demico lagi entah sudah yang keberapa kali setelah mamanya menjelaskan panjang lebar silsilah hidupnya.
"Well, harusnya iya!" Jawab Paulina santai.
"So, malam ini aku akan ke sekolah sihir?" Really? Thats sound bad, Mommy".
"Come on son, ini adalah wasiat papamu. Jika kamu tidak menyukainya anggap saja sebagai sekolah SMA pada umumnya!" Ujar paulina sembari memegang kedua tangan anak satu-satunya itu.
Sebenarnya bukan itu yang paulina khawatirkan, jika Demico dengan umur 16 tahunnya masih berada di New York kota yang normal ini dengan segala kekuatannya yang akan menguak ke permukaan, paulina takut akan terjadi sesuatu kepada puteranya. Terlebih hal tersebut adalah wasiat suaminya yang selalu di tekankan setiap detik padanya.
Demico masih tidak terima dengan keputusan sepihak itu. Ia masih saja bersi keras mempertahankan ketidakmauanya ke sekolah peramal dan sihir. Sihir? Come on, bagaimana dengan sekolah normalnya? Bagaimana dengan gadis yang ia sukai?
"Son...please, kali ini saja...mommy mohon?" Ucap paulina dengan raut wajah sedih.
"Harus banget ya mom?" Demico bersi keras.
"Harus sayang, ayolah!" Paulina kembali memohon.
"Okay mom, tapi mama jangan terlalu mengaharapkan aku akan punya kekuatan super atau apapun itu ya!" Ucapnya pasrah, pasalnya seumur hidup mamanya tidak pernah meminta atau bahkan memohon seperti sekarang kepadanya. Jika itu terjadi, maka itu adalah sesuatu yang memang harus ia penuhi sepertinya.
"Its okay my son, bagi mama kamu adalah segalanya." Ucap paulina sembari memeluk sayang anaknya.
Sebenarnya paulina begitu enggan berpisah dengan anak satu-satunya itu, tapi semua itu harus ia lakukan demi kebaikan demico.
"Well, mari mama bantu kamu berkemas!" Ucap paulina dengan kebahagiaan terpancar jelas di matanya.
Dalam waktu singkat, Demico sudah berdiri di depan pagar rumah di jemput seorang pria berjas hitam dengan limusin hitam. Dengan berat hati Demico masuk ke mobil jemputan itu.
"See you soon mom."
"Take care son, i love you!" Seru paulina sembari melambaikan tangan.
Mobil yang membawa Demico melaju dengan cepat dari pandangannya.
"I love you more mom" Gumam Demico lirih.
Akankah kehidupannya berakhir membosankan seperti ini?
Sebenarnya Demico seringkali merasa ia memang agak berbeda dari kebanyakan remaja pada umumnya. Ia seringkali melihat sekelebat kejadian akan datang. Ia berbaik sangka dengan menganggap itu indra ke enam. Tapi setelah mendengar penjelasan panjang mamanya, semua terasa masuk akal.
Bahkan akhir akhir ini ia merasa tangannya seperti mengeluarkan asap di saat ia marah, untung saja teman teman di sekolahnya sama sekali tidak memperhatikan kejadian janggal itu.
Pukul 23.00
Lima menit perjalanan di lorong waktu, akhirnya ia tiba di depan labirin dan di persilahkan membuka gerbang oleh sang penjemput.
"Silahkan masuk tuan!" Ucapnya sembari membukakan pagar.
"Terimakasih" Balas Demico.
Ia terkejut setelah pagar itu di buka. Di sana matahari selalu bersinar terik, tidak ada matahari terbenam.
Setibanya di depan gedung sekolah itu ia di sambut oleh seorang wanita paruh baya bertuliskan name tag Mrs.Markeva.
"Welcome Mr.Carlos!" Serunya sembari menjabat tangan demico.
"Thanks madam!" Balas Demico.
"Ada kesulitan di perjalanan?" Markeva bertanya sopan.
"Tidak ada madam, sangat mulus. Terlalu mulus. Tambahnya dalam hati.
"Mari saya antar ke kamar anda!" Markeva berjalan mendahului ke bangunan sayap kanan.
Tiba di kamar 2004, kamar itu bertuliskan Demico Paulo Carlos. Sepertinya semua kamar memiliki nama di pintunya. Gumam Demico.
"Benar sekali, Mr.Carlos!" Sahut Markeva.
"Apa?" Demico bertanya heran.
"Semua kamar punya nama pemilik di depan pintunya, itu maksud saya." Tambah markeva.
"Ohh..i..iya" Sahut Demico tergagap, karena sepertinya iya hanya menggumam pelan tidak di tujukan untuk sebuah pertanyaan.
"Silahkan masuk, dan beristirahatlah! Tepat pukul 7 pagi, kita akan mengadakan acara sambutan siswa dan siswi baru mohon untuk tidak terlambat, di dalam laci ada peta untuk semua ruangan di sekolah ini! Ada pertanyaan?" Tambah Markeva.
"Apakah disini malam selalu seterang ini?" Tanya Demico.
"Iya benar Mr.Carlos, karenanya jam pasir di samping tempat tidur anda adalah petunjuk waktu sekaligus alarm untuk semua kegiatan anda. Ada lagi?" Tanya markeva.
"Tidak, terimakasih Mrs!" Ucap Demico tulus.
"Baiklah, selamat beristirahat." Ucap Markeva sembari berlalu menutup pintu kamar Demico.
Sepeninggal Markeva, Demico melihat kamarnya sekeliling. Ada toilet, kamar mandi, ranjang bernuansa abu tua, kursi dan meja belajar.
Demico duduk di ranjang sembari menarik napas panjang. Kehidupan normalnya sudah berakhir. Tidak ada lagi kejar kejaran di lorong sekolah, tidak ada lagi bolos bareng, tidak ada lagi konvoi teriak teriak di jalan seperti remaja pada umumnya. Dan tidak ada lagi Flo! Flo adalah cewek yang dia sukai. Walaupun tidak pernah mendapat lampu hijau sebenarnya. Ck.
"Oh ayolah Demico, duniamu belum berakhir!" Serunya sembari menguap panjang. Hari ini adalah hari yang paling melelahkan di sepanjang hidupnya. Sepertinya hidupnya akan lebih berat mulai sekarang.
Setelah menyusun bajunya dengan asal dan meletakkan semua peralatan pada tempatnya, ia mengganti baju dan bersiap untuk tidur. Selamat malam dunia aneh! Gumamnya pada diri sendiri.
Tepat pukul 06.00 pagi jam pasir di samping tempat tidur berbunyi seperti siulan burung di hutan. Semakin lama semakin tinggi volumenya.
"Shhhh.....okeee, okee aku bangun! Puas!" Serunya sambil berdiri kesal. Jam pasir itu berhenti berbunyi seketika saat Demico berdiri. Oh my, bisakah hidup lebih mengerikan lagi?
Setelah drama jam pasir yang lagi lagi berbunyi di pukul 06.50 iya keluar kamar dengan menggunakan seragam yang ada di lemarinya.
Keluar kamar ia bingung melihat kerumunan manusia yang berdesakan. Wow, sepertinya sekolah ini memiliki muatan yang sangat besar.
Demico hanya bisa mengikuti alur kemana semua orang ini berjalan, sepertinya mereka memiliki tujuan yang sama.
Sesampainya di Aula, mereka berdiri ditengah ruangan di kelilingi oleh siswa siswi lain yang duduk berkeliling. Sepertinya mereka adalah senior disini. Pikir Demico.
Ditengah keributan dan saling berdesakkan, terdengar bunyi terompet di tiup dan memekakkan telinga hingga membuat susana hening. Semua mata menatap asal suara. Dia wanita paruh baya yang mengantarku tadi malam. Pikir demico. Mrs.Markeva.
Ia memulai pidato penyambutan, penjelasan tentang sekolah ini dan segala seluk beluknya.
Sampat saatnya pembagian kelas, mereka di suruh membentuk barisan.
"Berbaris!" Perintahnya sembari mengayunkan tangan, seketika semua murid membentuk barisan panjang.
Pembagian kelas berlangsung lama dan sangat membosankan sebenarnya melihat hal yang sama berkali kali. Hingga tiba giliran seorang siswi yang membuat suasana riuh.
Demico mulai tertarik saat kedua benda yang menjadi simbol pembagi kelas itu melayang ke udara di iringi asap putih yang mengepul. Siswi itu mengangkat tangannya mencoba menggapai benda itu. Dan benda itu seolah tersedot melayang kembali ke kedua tangannya. Hell, sepertinya siswi itu memiliki dua kekuatan sekaligus.
"Wow....seru siswa di depan Demico kagum.
"Dia adiknya kepala sekolah bukan?" Tambah siswa di depannya.
"Hah?" Seru Demico bingung.
"Ohh hai..aku Alex, katanya sembari mengulurkan tangannya.
Sepertinya orang ini adalah type orang yang sangat supel dan mudah bergaul. Pikir Demico.
"Hai, Demico!" Balasnya setengah hati.
"Iya dia itu katanya adik kepala sekolah kita, Mr. Gerald!" Tambahnya antusias.
"Jadi?" Demico bertanya tambah heran.
"Jadi? Hei..dia adalah anak yang ada di ramalan yang melegenda itu!" Serunya lebih antusias.
"Ramalan? Legenda?" Ujar Demico bingung.
"Oh my, jangan bilang kamu tidak tau apa-apa??" Serunya kecewa.
"Sorry,..Jawab Demico bingung.
"Oke lain kali aku ceritakan, dan kamu harus tau...perempuan itu sangat hebat!" Serunya begitu senang hingga hampir meloncat kegirangan.
"Baiklah..." Balas Demico, sepertinya ia akan sering bertemu Alex pikirnya.
Kembali ke perempuan itu, Demico memperhatikan bagian punggungnya yang tegang. Sepertinya dia syok, tentu saja. Namun tidak beberapa lama kemudian seorang wanita yang sepertinya mentor mendatanginya dan menarik siswi itu ke keluar ruangan. Saat tangannya di tarik keluar siswi itu berpaling melihat kembali ke barisan di belakangnya.
Seketika itu demico tercengang. Baby girl? Seolah dunianya berhenti berputar momen itu membuatnya begitu bingung. Flo? Ada disini? Apakah itu khayalannya? Tapi ia tidak mungkin salah. Itu adalah Florence Jhon Austin. Deg.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Bakulgeblek
inget jaman2 sekolah...
seneng bet klo demenan satu sekolah, apalagi satu kelas wkwkwkwkw....
2024-03-12
0
kesalahan sm
2023-04-02
0