School Of Forecasters

School Of Forecasters

Florence Jhon Austin

Hi, perkenalkan namaku Florence Jhon Austin. Bersekolah di salah satu SMA terkenal di New York. Aku hanya punya seorang kakak laki-laki, kedua orang tuaku meninggal saat aku lahir. Dan ini adalah kisah hidupku. Flo.

Aku terbangun dengan keringat yang membasahi hampir seluruh baju kaos polos putih besar yang kupakai untuk tidur. Well, bukannya aku tidak punya gaun tidur seperti kebanyakan  gadis remaja  pada umumnya. Entahlah, aku hanya merasa lebih nyaman.

Kembali ke mimpiku. Sebenarnya itu bukan mimpi yang menyeramkan seperti film horror Hollywood. Itu hanya mimpi yang selalu ku mimpikan hampir di setiap malam tidurku sejak aku berumur 10 tahun.

Hampir enam tahun sudah aku bermimpi hal yang sama. Tidakkah itu aneh? Tentu saja aneh. Karena di umur seusiaku biasanya gadis biasa bermimpi tentang cowok ganteng atau setidaknya guru ganteng mereka. Setidaknya bukan seperti mimpiku yang terus berada dalam adegan reruntuhan kota kami New York. Bagaimana bisa gadis seumuranku terus bermimpi kota tempat ia tinggal runtuh?

Pertama kali aku bermimpi hal tersebut aku menceritakan semuanya pada kakakku Gerald,  kupikir ia akan tertawa dan kemudian memberitahuku bahwa itu hanya bunga tidur. Tapi yang kudapatkan adalah pelototan matanya yang seolah terkejut dengan penuturan ku.

Sejak hari itu aku tidak pernah mengungkit mimpi itu lagi. Walau aku selalu mengalami mimpi itu lagi, dan lagi. Aku tidak punya ibu atau ayah untuk sekedar bercerita tentang mimpiku. Mereka sudah tiada sejak aku baru lahir. Aku hanya memiliki seorang kakak laki-laki yang bahkan sangat jarang berada dirumah. Ia pun terkesan sangat dingin padaku.

Aku bangun dari ranjang mencari alas kaki, kemudian berjalan pelan menuju pintu kamar. Aku membukanya dengan sangat perlahan meminimalisir bunyi yang akan dihasilkan ketika pintu itu dibuka. Ku tengok pintu kamar di seberangku, kamar kakakku terkunci rapat. Aku berjalan pelan menuruni tangga melangkahkan kaki menuju dapur.

Aku lapar! Kubuka kulkas perlahan dan mencoba peruntungan, siapa tahu ada makanan yang bisa langsung dimakan. Well, beruntungnya kami memiliki Joanna maid yang selalu bersahaja. Ia meninggalkan sup iga sapi dikulkas. Yeay! I love you Joanna!

Dengan sedikit keahlian memasak ku yang sangat sedikit aku pun menyalakan kompor elektrik Joanna dan memanaskan sup itu sebentar.

Setelah beberapa menit yang terasa sangat lama akhirnya aku bisa duduk dengan satu mangkuk sup iga sapi dan menyantapnya dengan lahap di meja makan yang terbilang sangat besar untuk dua orang penghuni. Tentu saja, karena dulu tempat ini berisi tiga orang atau tepatnya empat orang ditambah bayi kecil aku  dan mungkin saja akan bertambah seiring berjalannya waktu. Tapi takdir berkata lain.

Okay, berhenti mengenang masa lalu. Aku mengerjapkan mata menahan air mata yang hampir menetes. Aku tidak mengerti mengapa kakakku, sepertinya sangat membenciku. Dengan satu suapan terakhir aku menelan kuah sup iga sapi Joanna yang sangat lezat.

Aku berdiri dan meletakkan mangkok kosong ku ditempat cuci piring kemudian berbalik. Namun seketika beringsut mundur terkejut, karena Gerald kakakku sedang berdiri menatapku dengan awas.

"Kamu belum tidur?" ia bertanya dengan tampang acuhnya sembari berlalu dari hadapanku, membuka kulkas dan mengambil air botol dingin dan meminumnya.

"Aku... aku sudah tidur, hanya saja terbangun karena lapar" well, ini adalah kalimat terpanjang yang pernah aku ucapkan dihadapan kakakku seumur hidupku.

Ia berhenti meneguk airnya kemudian menatapku.

"Kamu tidak bermimpi buruk?" Ia bertanya seolah bertanya hal biasa "Apa hari ini hari senin?"

Aku bingung mau menjawab apa. Kalau saja orang di depanku ini bukan kakakku. Aku akan berkata, ya aku mimpi buruk dan kemudian orang itu akan memelukku dan mengatakan "Its ok, everything is will gonna be ok".

"Tidak" tapi hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutku.

Ia menyerngit, namun kemudian memasang tampang biasa. Entah mengapa aku selalu merasa kakakku seolah bisa membaca pikiranku atau mungkin perasaanku saja.

Ia kembali meneguk airnya sampai habis. Aku berniat kembali kekamar. Namun ia kembali berbicara.

"Lusa ulang tahunmu bukan?"Ia kembali bertanya. Mau tak mau aku berhenti dan kemudian menatapnya dengan sedikit rasa bangga. Hei? Setidaknya dia mengingat hari ulang tahunku?

"Ya" aku kembali menjawab singkat.

"Kamu menginginkan sesuatu?" Ia bertanya dengan tampang yang aku tahu ia hanya sedang mencoba berbasa-basi.

Setelah kuingat lagi tahun-tahun sebelumnya ia tidak pernah bertanya bukan? Dan aku tidak pernah sekalipun berharap apapun darinya. Walau begitu setiap tanggal 28 Januari aku kan menemukan sebuah kado kecil didepan pintuku dan kemudian aku tidak akan melihat wajah kakakku selama seminggu lebih. Dan anehnya, itu selalu terjadi setiap kali tanggal ulang tahunku tiba.

Pasti kalian menganggap hidupku sangat menyedihkan bukan? Well, aku juga merasa seperti itu. Maksudku, apa mungkin dia marah padaku sejak aku lahir? Apa dia menganggap bayi kecil yang baru lahir adalah penyebab kematian kedua orang tuanya? Entahlah, hanya kadang aku ingin berteriak didepan wajahnya dan menangis.

Jika memang dia marah padaku cobalah untuk menjelaskan semuanya bukan? Atau ia ingin aku pergi dari hidupnya? Untuk itu sepertinya aku tidak bisa. Bagaimana bisa? Aku bahkan tidak punya orang lain selain kakakku ini. Bibi? Paman? Aku tidak pernah mendengar kata itu dalam hidupku.

Kembali ke kakakku, ingin rasanya aku menjawab " Ya, aku menginginkan kamu menjadi kakakku sebenarnya, dan berhenti menganggapku tidak ada". Well, tapi itu hanya ada dalam pikiranku.

"Tidak, aku tidak menginginkan apapun" sahutku lagi. Aku memang irit bicara dengan kakakku. Entah mengapa aku merasa tidak bisa menjangkaunya. Ia di depanku sekarang, tapi aku merasa begitu jauh dariku.

"Eummhh, baiklah kalau begitu" Ia kembali berpaling dan mencari entah apa didalam kulkas. Aku pun berbalik dan kemudian berlalu dari sana melangkahkan kakiku dengan berat menuju kamar.

Sesampainya di kamar aku meringkuk di dalam selimut tebal ku, menangis. Hei, aku bukan super girl yang tidak bisa meneteskan air mata, aku juga kadang menangis. Okay ralat, sering.

Maksudku, tidak bisakah lebih menyedihkan lagi hidupku? Demi Tuhan aku bersyukur.

Tapi kadang kadang, aku berharap bisa bertukar kehidupan dengan orang yang hidupnya sederhana namun memiliki keluarga yang lengkap dan menyayangiku dengan sepenuh hati.

Aku ingin seperti Evelyn...walau kakaknya bloon kelewatan. Yang jelas dia sayang dengan adik cantiknya . Well, walaupun pada kenyataannya dia juga iri sama aku. Kayaknya tidak cuma Evelyn.

"Aduhh... kamu hoki banget punya kakak ganteng kayak Gerald."

"Boleh tidak Gerald buat aku aja?"

Mereka tidak tahu saja bagaimana Gerald memperlakukan ku. Yang pasti aku berani bertaruh tidak akan ada yang mau diposisi aku sekarang.

Sudahlah, biarkan saja. Aku berhenti menangis. Capek tahu. Sesaat kemudian ngantuk menyerangku. Dan aku pun tertidur.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...                       ...

Terpopuler

Comments

Bakulgeblek

Bakulgeblek

yuk semangat yuk....

2024-03-12

0

Weng Candra

Weng Candra

Hai kak mampir juga dinovel ku

2023-04-01

2

bunga pertemanan sudah kuberikan

2023-03-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!