#18 Petang Menjulur Pergi

Gesekan aspal dan permukaan roda masih baik, sungguh cukup mengganggu. Apalagi malam sudah bukan main semakin senyap. Pusar kota besar dengan gedung pencakar langit para nama-nama besar.

Lampu malam memang sangat megah. Namun, jam tidur mayoritas tetap tidak bisa diganggu gugat.

Adira akhirnya menyadari. Satu gedung yang terbilang rendah dari yang lain. Tidak lain dan tidak bukan adalah gedung Pancarona. Di matanya, tampak sangat rapuh.

Pintu mobil ditutup.

“Penawaranku tidak ada batas waktu,” Viren menahan tombol kaca mobilnya, “Tapi, tidak ada yang tahan menunggu. Semakin lama, mereka akan menekan lebih berat. Jadi jangan biarkan sampai semuanya hilang.”

Mobil itu melaju kembali menghampiri banyaknya lampu di jalan. Taman luas yang memisahkan dropout dan jalan raya ramai. Jauh, sampai wanita ini mendengar keheningan.

Ia terdiam di sana beberapa lama.

Namun udara dingin membuatnya memilih untuk masuk ke propertinya ini. Pintu yang estetik ia tutup dari dalam selagi tubuh Adira bersandar di sana.

Masih dalam diam. Kilapan kedua mata Adira tidak tertahankan.

Ia tidak bisa berkata-kata lagi. Kesukaran yang berlebihan. Bahkan Adira yang sekuat ini tidak bisa menahan air mata.

“Dira?”

Adira langsung dengan cepat menyeka apa yang ada di ujung mata dan pipinya. 

“Kenapa Dira nangis?!” Nanda sudah ada di depan Adira sangat dekat,

Wanita ini sudah merapikan wajahnya. Sudah selayaknya wanita kuat yang tidak pernah menghadapi hal sulit apapun.

“Siapa yang di mobil tadi?” Nanda menahan pundak Adira.

“Tidak ada apa-apa.”

“Ayolah. Aku tahu kamu baru menangis.”

Adira, yang pada dasarnya tidak lebih tinggi dari Nanda, mencoba mendorong pria ini menjauh. Niatnya hanya untuk pergi dan menenangkan dirinya sendiri. Pejangka gagah ini tidak sekali pun ingin mengalah.

Tangan Nanda sudah menahan bosnya, “Aku juga tahu, Dira bisa selesa-in apa aja masalah, sendiri. Tapi ini soal kamu baru nangis. Gak bisa.”

“Apa masalah kamu?”

“Orang yang aku suka nangis. Rasanya... sakit.”

Wanita ini sudah mulai terbiasa dengan ucapannya manis yang selalu tiba-tiba. Pujian dan kata-kata ungkapan yang katanya jujur. Bisa jadi ia tidak percaya, tapi ia tahu benar semua itu tidak kurang dari keinginan Nanda untuk menghiburnya.

“Ini bukan apa-apa,” Adira perlahan dan lembut melepaskan genggaman pria ini, “Mata saya cuma perih. Mungkin karena ngantuk.”

Nanda tidak bisa menutupi dugaan di hatinya yang mengatakan Adira berbohong. Bukan dugaan lagi. Kepercayaannya akan hal itu tidak bisa dibantah lagi.

Tetapi ia melihat kilatan tak terjelaskan dari mata wanita ini. Membuatnya merasa kalau tidak bisa lagi ia melangkah lebih dekat,

“Oke, mau minum teh? Bisa bikin tidur enakkan.”

Adira memang sedang kedinginan. Untuk pertama kalinya jawaban spontannya terhadap sebuah ajakan seperti ini adalah jawaban positif.

Nanda tidak berpikir panjang, langsung mendorong lembut pundak Adira dan mengajaknya ke dapur studio. Malam tidak memudarkan cerah Nanda menghangatkan sedikit demi sedikit sang wanita luar biasa ini.

“Duduk dulu, biar aku buatkan,” Nanda membimbing Adira untuk duduk di salah satu kursi di sana.

Nanda meninggalkan Adira di meja makan. Akan tetapi Nanda memastikan Adira sadar dia hanya ada di belakang Adira.

Berbagai macam aduan barang dapur membuat keributan yang manis. Kepulan asap hangat sampai ke cimni, menghidupkan studio yang terlelap ini.

Satu cangkir hangat itu sudah ada di depan Adira. Kursi di sampingnya menjadi sasaran duduk Nanda. Menggantikan gitar studio yang selalu menemani Nanda di pagi dan malamnya.

Adira masih tidak sungguh-sungguh di sini. Ia tenggelam dalam pikirannya dan Nanda tidak ingin mengganggunya.

Nanda bersatu dengan gitarnya dan memainkannya. Sedikit mendengarnya, Adira masih tidak berkutik selain kembali berpikir. Ia merasa sangat menyedihkan sampai harus dihibur oleh karyawan perusahaannya sendiri.

“Bisa tolong nyanyikan satu lagu,” Adira tampak tidak berekspresi banyak. Mata itu hanya memandang tehnya.

Nanda melirik kecil tapi tidak berkata apapun selain lirik lagu yang indah. Faktanya malah Nanda tidak mengeluarkan satu kalimat apapun. Senandungnya bertahan selama beberapa detik lamanya.

“♪Na, haiya, aa~ Kata-kata manismu... Menahanku pergi, untuk tetap di sisimu... Na, haiya, aa~♪”

Adira tidak menanggapi apapun pada lagu yang semua orang tahu itu. Ia tidak tahu. Pria ini mencoba untuk membelokkan alunan yang ia mainkan ke lagu lain yang sangat berbeda.

“♪Terkadang, jalanmu, bukan yang kamu kira. Terkadang, dia lebih tak terlihat in~dah~♪ Terkadang, lihatlah, dari sisi berbeda. Jawabanmu, tak selalu di sana....♪”

“Hentikan itu,” suara Adira memekik.

Ia sadar, dan ia tidak suka. Nanda tahu, dan ia berhenti. Mungkin tidak nyaman, tapi kedua orang ini berniat baik.

Wanita ini tidak ingin menjadikan dirinya sendiri beban yang tidak disyukuri. Dan pria ini tidak ingin menemukan mata berkaca itu kembali meneteskan mata kecuali air mata lega.

Tanpa suara, keduanya saling menatap. Saling terdiam.

“Oke, I’m not gonna say anything more.”

“Bukan, maksudnya....”

Adira sudah tidak bisa berpikir logis lagi. Merasa semuanya berjalan sesuai emosi. Padahal ia selalu bisa menanganinya. Seakan semua, memukulnya lebih keras dalam satu waktu.

“Aku baik-baik saja,” wanita ini merenggangkan tubuhnya, mencicipi teh yang masih hangat itu, “Anda tidak perlu sulit-suit melakukan hal yang percuma.”

“Itu karena hanya ini yang bisa aku lakukan.”

Pinggir yang menghangat dari cangkir kaca transparannya. Sosok yang tidak menarik ini memang tidak berekspresi, tapi ia memandang Nanda dengan penuh keingintahuan.

Orang ini, selalu aneh dan gila di mata Adira. Tingkahnya yang selalu berlebihan. Lebih bisa disebut sebagai kekanak-kanakan.

Akan tetapi penuh dengan sesuatu yang tidak dipahami. Wanita ini terjebak ke dalam lubang di atas tebing, sementara lubang itu tidak terlihat. Tidak dapat diterka. Pikirannya sungguh tak terbaca. 

Cangkir Adira kembali ke lempengan yang menadahi, “Anda tidak perlu membantu saya.”

Nanda tersenyum samar, “Anggap saja aku egois.”

Adira memutar duduknya, “Saya bukan siapa-siapa. Kenapa anda melakukan ini? Anda bahkan tidak dapat apapun.”

Ia membalas pandangan Adira, “Aku gak bisa kalau lihat ada yang susah, apalagi nangis.”

“Empati yang berlebihan itu bisa membuat anda dalam masalah besar suatu hari nanti.”

“Manusia kan memang harus punya empati. Itu yang namanya sikap yang baik.”

Adira semakin tidak menyukainya, “Hanya sekedar manner ya? Kalau begitu, ini sudah cukup,” tatapan Adira dibuang lurus ke arah meja, “Percayalah. Tidak ada yang bagus dari ketergantungan dengan orang lain.”

“Kamu gak bisa hidup gak pakai orang lain.”

“Pertama, saya bukannya bilang tidak percaya dengan hidup sosial. Kantor ini juga tidak akan bersih kalau saya tidak menerima jasa anda. Yang saya maksud⏤”

“Kamu tidak mau kamu ketergantungan aku?”

Adira menatap sinis, “Tidak lucu.”

“Tidak lucu juga melihat Dira menangis seperti tadi.”

“Saya tidak menangis!!”

Adira berdiri di sana. Menatap dengan penuh kemarahan yang tidak terjelaskan. Nanda masih duduk dengan wajah yang layaknya bisa menduga.

Pemilik Pancarona ini terbuka pikirannya akan apa yang sedang ia lakukan. Ia kembali duduk.

“Maaf.”

Hening kembali. Direka suhu rendah yang semakin membeku.

Memilih Nanda kembali bicara, “Aku paham kok. Dira tidak mau ngaku kalau kamu tidak bisa kan?”

Adira terdiam.

“Dira luar biasa kok. Beneran. Aku pingin banget jadi kayak Dira. You did a wonderful job,” Nanda memancing balasan tatapan dari Adira.

Wanita ini tidak melepaskan pandangannya meski tampak dekat.

“Makanya, it’s OK untuk jadi lemah. Gak papa kalau mau tergantung sama orang lain. Banyak orang yang di sini karena kamu. Dan mereka mau. Jawaban masalah kamu bisa jadi ada di orang lain.”

Adira, ia tetap diam.

“Kalau kamu keras kepala salah mengira gitu. Orang bisa bilang kamu sombong loh. Gimana kalau kamu butuh nunduk atau mohon ke orang lain?” Nanda tersenyum, “Jangan salah, terkadang kita memang butuh buang harga diri.”

Pemikiran Adira terhilang dalam lautan.

Nanda tidak tahu apa-apa. Bagaimana bisa Adira bertekuk lutut pada orang lain. Apa lagi kalau orang seperti Virendra.

Ucapan itu memang berniat baik, tapi tidak ada kebenaran yang seratus persen.

“Santai aja. Nanti pasti ketemu orang lain yang megang jawabannya. Bisa jadi yang paling tidak terduga, yang paling bisa bantu.”

Ya, satu-satunya yang paling tidak bisa dipercaya adalah Nanda yang bisa membantu. Adira bisa meminum air garam kalau itu terjadi.

Sayangnya, itu akan terjadi.

“Ananda!” Adira tiba-tiba mengejutkan pria ini, “Saya punya permintaan.”

Nanda tidak bisa tersenyum lebih lebar dari ini, “Sure. Apa?”

“Hubungkan saya dengan pak Hadyan.”

Mata Nanda terbuka lebar, kebingungan.

Episodes
1 Prolog
2 #1 Impresi Sepasang
3 #2 Atensi
4 #3 Mencari Kenal
5 #4 Lantaran...
6 #5 Naik Pitam
7 #6 Temperatur Tak Terang
8 #7 Paras Unik dari Matanya
9 #8 Bukan Tanpa Enigma
10 #9 Memburu
11 #10 Selepasnya
12 #11 Janji di Satu Pekan
13 #12 Akhir dari Janji
14 #13 Sekelebat Waktu di Elevator
15 #14 Pemeran dan Peran
16 #15 di Sebuah Petang
17 #16 di Dalamnya Ada Mata
18 #17 Kata dan Kalimatnya
19 #18 Petang Menjulur Pergi
20 #19 Perlu Diperjuangkan Sampai Memohon
21 #20 Bila dan Akan
22 #21 Maksud dan Sebab
23 #22 Nanda di Pagi Hari
24 #23 Bekal
25 #24 Kemungkinan
26 #25 Keegoisan dan Cinta yang Rapuh
27 #26 Hari Hujan
28 #27 Sang Kuda yang Tidak Akan Berhenti
29 #28 Kebun Binatang
30 #29 Tugas Baru
31 #30 Pengejaran
32 #31 Semut yang Memanjat
33 #32 Outing Event
34 #33 Apa yang Benar
35 #34 Waktu yang Tidak Tepat
36 #35 Teori dan Fakta
37 #36 Tenang Sebelum Badai
38 #37 Amarah dan Kesedihan
39 #38 What’s You Have, What’s You Haven’t
40 #39 Perubahan Hubungan
41 #40 Ia di Saat Terendahnya
42 #41 Selepas Mata Merah?
43 #42 Kepercayaan itu Diusahakan
44 #43 Ternyata Tidak Berdua
45 #44 Sekali Seumur Hidup
46 #45 Satu Pergi Satu Tak Kunjung Bergerak
47 #46 Sang Wanita dan Cerita
48 #47 Tanpanya dan Dengannya
49 #48 Salju di Tropis
50 #49 Waktunya yang...
51 #50 Bahagianya
52 #51 Malam yang Lebih Sunyi
53 Pengumuman Hiatus YGY(´ ω `)
54 Hai Lagi Neh~! ( ゚ヮ゚ )
55 #52 Ikatan
56 #53 Di Balik Harapan
57 #54 Teman Lama, Teman Baru
58 #55 Indah Bintang Di Dalam
59 #56 Tak Masuk Akal
60 #57 Indah Tak Indah Kelopak Bunga
61 #58 Lebih Buruk tapi Terduga
62 #59 Langkah Awal Tak Pasti
63 #60 Jatuh Sebelum Naik
64 #61 Anak Tangga Pertama
65 #62 Satu Interview
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Prolog
2
#1 Impresi Sepasang
3
#2 Atensi
4
#3 Mencari Kenal
5
#4 Lantaran...
6
#5 Naik Pitam
7
#6 Temperatur Tak Terang
8
#7 Paras Unik dari Matanya
9
#8 Bukan Tanpa Enigma
10
#9 Memburu
11
#10 Selepasnya
12
#11 Janji di Satu Pekan
13
#12 Akhir dari Janji
14
#13 Sekelebat Waktu di Elevator
15
#14 Pemeran dan Peran
16
#15 di Sebuah Petang
17
#16 di Dalamnya Ada Mata
18
#17 Kata dan Kalimatnya
19
#18 Petang Menjulur Pergi
20
#19 Perlu Diperjuangkan Sampai Memohon
21
#20 Bila dan Akan
22
#21 Maksud dan Sebab
23
#22 Nanda di Pagi Hari
24
#23 Bekal
25
#24 Kemungkinan
26
#25 Keegoisan dan Cinta yang Rapuh
27
#26 Hari Hujan
28
#27 Sang Kuda yang Tidak Akan Berhenti
29
#28 Kebun Binatang
30
#29 Tugas Baru
31
#30 Pengejaran
32
#31 Semut yang Memanjat
33
#32 Outing Event
34
#33 Apa yang Benar
35
#34 Waktu yang Tidak Tepat
36
#35 Teori dan Fakta
37
#36 Tenang Sebelum Badai
38
#37 Amarah dan Kesedihan
39
#38 What’s You Have, What’s You Haven’t
40
#39 Perubahan Hubungan
41
#40 Ia di Saat Terendahnya
42
#41 Selepas Mata Merah?
43
#42 Kepercayaan itu Diusahakan
44
#43 Ternyata Tidak Berdua
45
#44 Sekali Seumur Hidup
46
#45 Satu Pergi Satu Tak Kunjung Bergerak
47
#46 Sang Wanita dan Cerita
48
#47 Tanpanya dan Dengannya
49
#48 Salju di Tropis
50
#49 Waktunya yang...
51
#50 Bahagianya
52
#51 Malam yang Lebih Sunyi
53
Pengumuman Hiatus YGY(´ ω `)
54
Hai Lagi Neh~! ( ゚ヮ゚ )
55
#52 Ikatan
56
#53 Di Balik Harapan
57
#54 Teman Lama, Teman Baru
58
#55 Indah Bintang Di Dalam
59
#56 Tak Masuk Akal
60
#57 Indah Tak Indah Kelopak Bunga
61
#58 Lebih Buruk tapi Terduga
62
#59 Langkah Awal Tak Pasti
63
#60 Jatuh Sebelum Naik
64
#61 Anak Tangga Pertama
65
#62 Satu Interview

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!