#14 Pemeran dan Peran

“Terima kasih sudah memenuhi persiapan sampai saat ini. Saya serahkan pada kalian untuk memulai konstruksinya. Kita bisa sudahi ini di sini.” 

Dilema waktu yang tidak bisa dijeda. Para otak yang matang ini masih ingin menggodok apa yang belum sempurna baginya. Orang-orang berpakaian formal, harus berganti tempat untuk mempelajari langkah selanjutnya.

Topik dan beban, Adira mengharap para karyawan Pancarona menanggapinya dengan kedua mata. Lebar-lebar. Bukankah itu hal yang bagus? Kehancuran harus disingkirkan sejauh mungkin.

Sepi mengunyah tapi Daffa memotongnya, “Bu Adira.”

“Bagaimana laporan hari ini. Sudah masuk?” Adira masih terpaku pada layar komputer jinjingnya.

“Bu Adira, saya mohon. Ini perlu dibahas lebih lanjut.”

“Tidak ada yang perlu dibahas,” tangan Adira tidak berhenti menekan tombol-tombol di depan papan ketiknya.

“Bu Adira. Mereka pasti mengincar proyek Taruna.”

“Ya, saya tahu.”

“Bu Adira!”

Hilir waktu berlalu, semua tampak lancar tanpa ada sumbatan. Namun bukan berarti apinya sudah padam.

Kedua orang ini sudah lebih dari tahu. Segala sesuatu yang berlalu di waktu itu sangat tidak bisa dianggap normal.

Tidak ada yang biasa dari perubahan urutan kegiatan Taruna yang mendadak dan mudah. Campur tangan orang tidak bertanggung jawab adalah pengecualian.

Sangat beruntung Adira bisa menanganinya dengan cepat.

Daffa pun tahu kerugian apa yang diterima Pancarona bila Adira tidak bertindak maju sendiri ke hadapan Taruna waktu itu. Pria ini tahu pula ini bukan sekali dua kali terjadi. Hingga ia menekan atasannya untuk lebih memikirkan hal ini.

“Yang kita curigai adalah client kita sendiri. Salah langkah, mereka bisa memotong kerja sama dengan mudah. Saya harap anda paham,” Adira menekan perintah sleep di laptop-nya.

Akan tetapi Daffa sadar, tidak banyak hal yang dapat diusahakan.

“Saya tidak bilang kita ikuti permainan mereka, kita hanya mengikuti alur,” Adira memainkan pulpennya, “Daffa, selalu update news tentang Taruna!”

Daffa pun tidak mampu mengutarakan ide yang lebih baik. Memilih untuk mengikuti atasannya.

Adira memutar kursinya, “Laporan hari ini, bagaimana?”

Daffa mengeluarkan papan iPad miliknya. Memperlihatkan beberapa status desain yang dikerjakan Pancarona. Para arsitek partner yang memimpin team seharusnya sudah mengirimkan bagaimana kemajuan proyek yang mereka bawa.

“... lalu untuk desain pak Jirhan...,” Daffa tampak khawatir tentang hal ini, “Setelah revisi yang anda minta, mereka masih belum bisa menemukan apapun.”

Desain yang diminta oleh pak Jirhan. Seharusnya bukan hal yang sulit. Permintaan si pemusik itu hanya untuk merancang rumahan kecil sebagai studio musiknya. Apa yang membuat mereka tidak bisa memutar otak?

Wanita ini membereskan pulpen ke dalam pen holder bukunya.

“Mereka ada di mana sekarang?”

Daffa mengecek ponselnya, “Katanya ada di ruang musik.”

“Baiklah,” Adira berdiri, “Saya akan ke sana. Mungkin bisa saya bantu.”

“Saya akan ke ruangan anda, mengatur jadwal pertemuan anda besok.”

Berdirilah Adira mengulurkan laptopnya, “Baiklah. Tolong bawakan ini ke ruanganku.”

“Baik, bu.”

Tujuan mereka bercabang setelah di luar dari ruang rapat. Adira menuruni tangga setelah melihat lantai bawah dari balkon dalam. Ruangan besar itu memperlihatkan lantai dua yang ramai dengan orang-orang.

Ia melangkah lebih dalam sampai tidak bisa melihat lantai tiga. Satu ruangan kecil jadi tujuannya.

“Sore, bu Adira,” salah satu orang di dalamnya sadar akan kehadiran bos besarnya.

Adira menunduk dan mendekati satu dari dua meja bundar di ruangan bertema musik ini, “Stuck di mana?”

“Maaf bu,” salah satu karyawan yang merupakan arsitek partner ini mempersilahkan atasannya duduk, “Kami... tidak menemukan apa yang janggal.”

Adira memang sudah memeriksa tiga alternatif desain yang mereka berikan. Namun, sama seperti yang dirasakan tim ini, Adira menemukan tidak puas dari sudut yang tidak dipahami.

Wajar saja, bangunan musik satu-satunya yang dirancang oleh Pancarona adalah auditorium. Namun tidak pernah studio musik.

Kedua hal beralur musik ini sesungguhnya berbeda. Auditorium memerlukan pengetahuan akan tempat umum. Namun, studio musik pribadi⏤tidak hanya mendalami lebih tentang musik, mereka harus menanggapi serius kesukaan client.

Mereka perlu banyak referensi dan pengalaman orang yang memahami arti kata studio.

“Kopi~” seperti biasa, yang tidak terduga datang, “Biar melek!” Nanda mendekati meja dengan banyaknya kopi di tangannya.

“Nice!”

“Punyaku yang mana?”

“Eh,” senyum anak ini lebih cerah dari lampu, “Bu bos juga mau kopi?”

“No, thanks,” Adira masih sibuk memutar-mutar desain.

Dia hanya berharap pria ini pergi dan tidak mengganggu pikirannya. Topeng yang menutupi Adira memang tebal, tapi kenyataan kencan itu tidak nyaman untuknya. Ia belajar, OB pecinta musik ini bisa memberikan kejutan apa saja.

Lain sisi, Nanda tidak berkenan dengan reaksi Adira layaknya tidak pernah ada yang terjadi di antara keduanya. Akan tetapi ia pun tidak sampai ke hati untuk mengganggu pekerjaan bosnya.

Nanda membawa kardus rumit pembawa kopi itu, “Kalo gitu⏤”

“Ananda,” Adira tiba-tiba memanggil.

Nanda terdiam di mana ia berdiri. Layaknya patung. Menanggapi Adira yang mendadak mengingat sesuatu.

Pemilik Pancarona ini memiringkan duduknya sambil menatap Nanda, “Anda paham musik kan?”

Nanda masih dengan wajah melongonya, “He’eh... napa emang?” 

“Anda akrab dengan musik klasik?” Adira melanjutkan percakapan.

Dan itu tidak terduga oleh Nanda. Membuatnya ingin menaikkan kedua ujung bibirnya, “Ya..., aku, kenal semua musik.”

Bohlam lampu di otaknya itu ingin Adira bawa lebih lanjut. Meski perlu mengabaikan reaksi Nanda, sama seperti biasanya.

Ini bisa membantunya banyak.

“Kemari,” Adira menyediakan cela untuk Nanda bisa mengintip meja bundar di antara banyak orang ini, “Kami sedang membuat desain studio musik. Pemiliknya ingin ada khas tentang musik klasik.”

Nanda mendekati meja itu. Satu tangannya menyangga di meja selagi tubuhnya menghadap ke Adira yang duduk di kirinya.

“Ini denah. Gambar kalau kita lihat dari atas. Ini pintu, kami berencana masukkan piano dan studio rekaman di sini...,” Adira mencoba menjelaskan dengan singkat apapun yang perlu dijelaskan, “Bagaimana menurut anda?”

“Ya..., bagus.”

Adira memandang pria ini. Nada bicara yang dicurigai sebagai tanda bingung akan sesuatu, “Ada yang anda tidak mengerti?”

Nanda memainkan arah bola matanya, “Saya disuruh apa ya?”

Ujung ruas jari telunjuk kanan mulai gatal. Ia tahu ada yang salah, “Apa menurut anda, ada yang masih kurang?”

“Aaa... Gak tahu.”

Di dalam hatinya, Adira sempat menertawakan diri sendiri. Tentu saja Nanda tidak mengerti apapun.

“Haaak! Penonton kecewa,” salah satu pegawai itu merenggangkan tubuhnya.

“Ya kali, sini tahu semua,” Nanda menjawab santai.

Namun Adira tidak bisa bersantai. Pikirannya selalu larut pada satu awan. Seakan ia ingin meniupnya sampai ke tempat yang ia inginkan.

“Kirain beneran tahu.”

“Ya, musik tahu,” Nanda betah bercakap-cakap, “Tapi tahu ya, palingan fun fact kecil-kecil doang. Kayak..., anjing suka sama musik klasik. Terus....”

Tarikan sekuat apapun, Adira tidak bereaksi sama sekali. Ia masih berputar-putar lagi kertas yang berurusan dengan client ini. Bahkan dengan tabel data client. Catatan kecil tentang apa-apa saja yang dimiliki atau disuka calon pengguna.

“Aa...,” Adira menemukan gagasan baru.

Hening kembali menenggelamkan keramaian cakap mereka. Membuat alur mata mereka menjadi satu titik. Tangan Adira meraba-raba tak jelas meski matanya sudah menelusuri seluruh meja.

“Tolong, kertas baru.”

Para pegawai yang lengah ini mulai salah bertingkah. Balik ke keadaan menyibukkan tangan dan otaknya.

Raga extrovert Nanda seakan dipacu, “Ooo~ Got something?”

“Jangan ganggu,” goresan pulpen di kertas oleh Adira membuatnya bermulut lebih tajam dari sebelumnya.

“Sorry,” seakan baru mendapatkan kemarahan orang tuanya, Nanda mundur dan memberikan ruang untuk wanita ini, “Ampun. I’ll be quiet.”

“Mau direvisi yang mana, bu?”

Adira masih fokus dengan tangannya, “Yang bagian sini.”

Nanda ada di sana. Diam mengamati kelima orang beserta Adira yang sibuk. Topiknya memang di atas pengetahuan Nanda. Akan tetapi ia memahami satu hal, atasan ini membahas sesuai fun fact yang baru ia ungkapkan.

Kesombongan dan kebanggaan Nanda berkedip-kedip. Satu kalimat yang ia baca secara acak di sosial media bisa menjalankan si Adira yang luar biasa ini.

Nanda rasa ia harus kembali ke kerjaannya pula.

Episodes
1 Prolog
2 #1 Impresi Sepasang
3 #2 Atensi
4 #3 Mencari Kenal
5 #4 Lantaran...
6 #5 Naik Pitam
7 #6 Temperatur Tak Terang
8 #7 Paras Unik dari Matanya
9 #8 Bukan Tanpa Enigma
10 #9 Memburu
11 #10 Selepasnya
12 #11 Janji di Satu Pekan
13 #12 Akhir dari Janji
14 #13 Sekelebat Waktu di Elevator
15 #14 Pemeran dan Peran
16 #15 di Sebuah Petang
17 #16 di Dalamnya Ada Mata
18 #17 Kata dan Kalimatnya
19 #18 Petang Menjulur Pergi
20 #19 Perlu Diperjuangkan Sampai Memohon
21 #20 Bila dan Akan
22 #21 Maksud dan Sebab
23 #22 Nanda di Pagi Hari
24 #23 Bekal
25 #24 Kemungkinan
26 #25 Keegoisan dan Cinta yang Rapuh
27 #26 Hari Hujan
28 #27 Sang Kuda yang Tidak Akan Berhenti
29 #28 Kebun Binatang
30 #29 Tugas Baru
31 #30 Pengejaran
32 #31 Semut yang Memanjat
33 #32 Outing Event
34 #33 Apa yang Benar
35 #34 Waktu yang Tidak Tepat
36 #35 Teori dan Fakta
37 #36 Tenang Sebelum Badai
38 #37 Amarah dan Kesedihan
39 #38 What’s You Have, What’s You Haven’t
40 #39 Perubahan Hubungan
41 #40 Ia di Saat Terendahnya
42 #41 Selepas Mata Merah?
43 #42 Kepercayaan itu Diusahakan
44 #43 Ternyata Tidak Berdua
45 #44 Sekali Seumur Hidup
46 #45 Satu Pergi Satu Tak Kunjung Bergerak
47 #46 Sang Wanita dan Cerita
48 #47 Tanpanya dan Dengannya
49 #48 Salju di Tropis
50 #49 Waktunya yang...
51 #50 Bahagianya
52 #51 Malam yang Lebih Sunyi
53 Pengumuman Hiatus YGY(´ ω `)
54 Hai Lagi Neh~! ( ゚ヮ゚ )
55 #52 Ikatan
56 #53 Di Balik Harapan
57 #54 Teman Lama, Teman Baru
58 #55 Indah Bintang Di Dalam
59 #56 Tak Masuk Akal
60 #57 Indah Tak Indah Kelopak Bunga
61 #58 Lebih Buruk tapi Terduga
62 #59 Langkah Awal Tak Pasti
63 #60 Jatuh Sebelum Naik
64 #61 Anak Tangga Pertama
65 #62 Satu Interview
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Prolog
2
#1 Impresi Sepasang
3
#2 Atensi
4
#3 Mencari Kenal
5
#4 Lantaran...
6
#5 Naik Pitam
7
#6 Temperatur Tak Terang
8
#7 Paras Unik dari Matanya
9
#8 Bukan Tanpa Enigma
10
#9 Memburu
11
#10 Selepasnya
12
#11 Janji di Satu Pekan
13
#12 Akhir dari Janji
14
#13 Sekelebat Waktu di Elevator
15
#14 Pemeran dan Peran
16
#15 di Sebuah Petang
17
#16 di Dalamnya Ada Mata
18
#17 Kata dan Kalimatnya
19
#18 Petang Menjulur Pergi
20
#19 Perlu Diperjuangkan Sampai Memohon
21
#20 Bila dan Akan
22
#21 Maksud dan Sebab
23
#22 Nanda di Pagi Hari
24
#23 Bekal
25
#24 Kemungkinan
26
#25 Keegoisan dan Cinta yang Rapuh
27
#26 Hari Hujan
28
#27 Sang Kuda yang Tidak Akan Berhenti
29
#28 Kebun Binatang
30
#29 Tugas Baru
31
#30 Pengejaran
32
#31 Semut yang Memanjat
33
#32 Outing Event
34
#33 Apa yang Benar
35
#34 Waktu yang Tidak Tepat
36
#35 Teori dan Fakta
37
#36 Tenang Sebelum Badai
38
#37 Amarah dan Kesedihan
39
#38 What’s You Have, What’s You Haven’t
40
#39 Perubahan Hubungan
41
#40 Ia di Saat Terendahnya
42
#41 Selepas Mata Merah?
43
#42 Kepercayaan itu Diusahakan
44
#43 Ternyata Tidak Berdua
45
#44 Sekali Seumur Hidup
46
#45 Satu Pergi Satu Tak Kunjung Bergerak
47
#46 Sang Wanita dan Cerita
48
#47 Tanpanya dan Dengannya
49
#48 Salju di Tropis
50
#49 Waktunya yang...
51
#50 Bahagianya
52
#51 Malam yang Lebih Sunyi
53
Pengumuman Hiatus YGY(´ ω `)
54
Hai Lagi Neh~! ( ゚ヮ゚ )
55
#52 Ikatan
56
#53 Di Balik Harapan
57
#54 Teman Lama, Teman Baru
58
#55 Indah Bintang Di Dalam
59
#56 Tak Masuk Akal
60
#57 Indah Tak Indah Kelopak Bunga
61
#58 Lebih Buruk tapi Terduga
62
#59 Langkah Awal Tak Pasti
63
#60 Jatuh Sebelum Naik
64
#61 Anak Tangga Pertama
65
#62 Satu Interview

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!