#12 Akhir dari Janji

“Selamat menikmati~”

Wanita berpakaian sewarna dengan orang-orang lain yang menyebar di majemuknya meja. Gugupnya tak usah, seiringan dengan jantungnya yang tak tentu.

Nanda yang duduk di depannya membenamkan pikiran pada berbagai pesanan yang akhirnya datang, “Thank you~”

Sang dewi traktir di depan Nanda tak ada melempar senyum bahkan yang semu. Tangannya memisahkan pesanannya dengan pesanan Nanda.

Adira akui, meja ini sangat penuh.

Ini bukan penemuan baru. Di mana Adira memiliki nafsu makan yang ekstra. Namun ia tidak memperkirakan setengah adalah permintaan traktiran si pria yang sedang senang ini.

Nasi goreng, pisang goreng, roti bakar es krim strawberry, banana smoothie, terus blueberry yogurt. Oh, sama black forest.

Spicy crispy chicken, Noodle omelet, Barbecue crispy mushroom, Fried Potato, air putih, Latte.

Pendapatan Adira bukan jadi masalah. Adira ter-angan kembali penampilan Nanda yang bersembunyi di balik meja antara mereka.

Nanda tampak tidak berlebihan beban. Menu pesanannya sungguh mencengangkan.

Senyuman manis Nanda bisa jadi menahan langkah pelayan wanita ini. Pekerjaannya adalah alasan lain yang perlu diutamakan. Baik sudah pelayan ini bergerak dan meluruskan alur kerja cafe.

Di balik kesulitan sang pelayan, Adira tak nyaman dengan pandangan Nanda.

“Apa anda terkejut saya pesan banyak?” Adira memulai pesta makannya duluan.

Nanda mengerutkan kening, “Bukan itu. Saya kira anda bakal pesan yang manis-manis,” senyum jahilnya keluar, “Soalnya bos selalu pakai baju manis.”

Adira tidak bisa mentoleransi lagi. Terbelakang pendapatnya. Ia tidak senang dengan cara Nanda memanggilnya.

Bukan tentang pembawaannya yang memang tidak menyenangkan hati Adira. Melainkan karena Adira memang tidak suka dilihat sebagai orang tinggi di khalayak ramai. Karena itu juga Adira memilih untuk tutup muka dari media.

“Kesukaan baju tidak ada hubungannya dengan kesukaan makanan. Dari pada itu, bisakah anda jangan memanggil saya begitu?”

Nanda kebingungan, “Panggilan bos maksudnya?”

“Iya. Jangan panggil saya begitu kalau ada di luar studio.”

Tak terduga di kepala Nanda. Pikirannya atas wanita ini selalu tegas dengan dinding di seluruh sisinya. Akan tetapi wanita inilah yang memahat celahnya sendiri.

Nanda mengaduk-aduk smoothie-nya, “Berarti, kakak?”

Mengkerut kening Adira, “Nama saja.”

“Oke~” Nanda merasa tertantang, “Dira~”

Ho, Adira tidak menyangka mendengar panggilan itulah yang keluar. Yang ada di opini wanita ini adalah panggilan biasa yang ia dengar dari Daffa dan kebanyakan pekerjanya.

Namun ia rasa tidak jadi masalah besar karena kebanyakan orang luar mengenalnya dengan nama Syifabella.

“Coba dong. Dira,” Nanda menunjuk Adira dengan sendok makannya, lalu kembali ke dirinya sendiri, “Dan Nanda. Kita saling tukar info. Biar makin kenal.”

Hitamnya mata, tatapan tidak nyaman dari Adira, “Berikan alasan yang lebih logis.”

Tatkala Nanda tersenyum, gelak tawa tertahan yang seperti gula. Lebih manis dari segala makanan yang ia santap. Pria yang seperti anak muda ini sungguh membuat setiap orang tidak bisa merapatkan fokusnya.

“Karena,” garis wajah Nanda mendekat, “Kalau tidak dijawab sekarang, saya akan tanya terus.”

Ia, dalam keadaan sadar, sudah terjebak dengan pria ini. Sadar seberapa masuk akal perkataannya. Maka sebab itulah dia ada di posisi ini dari awal.

Dira menahan kepalanya, “Apa yang anda ingin tahu?”

Arus nafas Nanda sempat terganggu oleh suapan makanan, “Basic aja. Tempat tanggal lahir, hobi, apa yang disuka, apa yang tidak,” dia melahap lagi, “Oh, masa sekolah juga. Omar pernah bilang kalian sekelas.”

Layaknya akan melepaskan privasinya. Wanita ini sudah tidak bisa merasakan ketegasannya akan hal ini.

“Empat Agustus, menggambar lanskap, suka kopi,” Adira membersihkan tenggorokannya dengan air putih, “Yang tidak saya suka, anda.”

“Eek?”

“Ya, saya sekelas dengan Omar SMA dulu. Sudah?”

Alis mata Nanda ini tampak menunjukkan sedihnya, “Sebenci itu sama saya?”

“Saya bersyukur bila anda memahami apa yang saya maksud.”

“Tidak. Saya tidak paham.”

Satu kalimat saja di kepala Adira. Dungu sampai mana dia akan mempertahankannya?

“Masih banyak yang saya penasaran,” Nanda masih tidak ingin berhenti, “Dira mikirin apa kok mau buat Panca dari awal? Masa cuma buat buktiin cewek lebih dari sekedar cowok?”

“Memang itu alasannya.”

“Baiklah. Lalu apa yang bikin Dira tidak percaya cowok?”

“Itu bukan sesuatu yang mudah diceritakan.”

Nanda terdiam. Pampang nyata bila ia kecewa dengan jawaban Adira. Meskipun demikian, Nanda terganggu akan satu hal.

“Aku selalu penasaran. Gak tahu kenapa. Kamu keren, itu aja.”

Adira melepaskan sendoknya. Sosok Nanda ini menelitinya dengan rasa penasaran selaras dengan yang disebutkan. Perdaya kuat mempengaruhi Adira, ikut penasaran dengan pria ini.

“Apa yang sebenarnya anda incar? Kalaupun saya seperti yang anda sebutkan, saya tidak punya apapun untuk menguntungkan anda.”

Kunyahan Nanda terhenti, “Karena aku suka Dira?”

“Tolong jangan bicara bodoh di saat serius.”

“Auw, kalimat Dira selalu tajam.”

“Bukannya sudah saatnya anda menjawab pertanyaan saya?” Adira melanjutkan makanannya yang lain.

Nanda lagi-lagi mengaduk smoothie itu, “Tapi aku keganggu sama gaya ngomongnya Dira. It’s OK kalau mau pakai aku kamu kok~”

“Saya tidak menginginkannya. Sekarang tolong dijawab.”

Adiwarna dari suara girang Nanda menggema lagi. Tak terjamah sebelumnya dalam pikiran Nanda akan semenyenangkan ini mendengarkan pembicaraan yang berbelit-belit. Ia dibuat berbeda dari biasanya selama bos ini menyenggol.

Nanda melanjutkan permainannya, “Kalau begitu tidak masalah kalau aku tanya juga, kan?”

Telapakan Adira bisa merasakan suhunya sendiri dari keningnya, “Bisakah anda menjawab saja?”

Jeda suara Nanda. Meniti kembali apa yang dilemparkan oleh wanita imut ini.

Mengapa? Sejujurnya....

“Aku juga tidak tahu.”

Mulut Adira terbuka. Pita suaranya tidak bisa menghasilkan suara apapun.

“Makanya aku tanya terus,” Nanda melanjutkan makannya, “Mungkin bisa ketemu nanti alasannya~”

Berapa kali lagi Nanda harus memutar kepala Adira?

Jika dipikir-pikir kembali, akan lebih baik kalau Adira mengalah. Dia bilang kalau dia juga sedang mencari jawabannya. Akan jadi Adira bisa mengulurkan jawaban untuk Nanda dengan jawaban Adira.

Wanita ini menghentikan kunyahan, “Anda mungkin tidak paham, tapi introvert seperti saya menyukai rumah. Dari kecil saya selalu mencari-cari agar rumah saya nyaman. Pada akhirnya saya tertarik mempelajarinya lebih lanjut.”

Membesarnya pupil Nanda menanggapi ucapan tiba-tiba dari Adira.

“Saya ingin membuat kekuatan saya sendiri sebagai perempuan. Kenapa Pancarona? Alasannya hanya akan lebih baik saya sejalan dengan kesukaan dan kemampuan.”

Nanda tertarik. Tubuhnya tidak berhenti condong meski sudah terantuk oleh meja.

“Dari ikut sayembara, uangnya saya buat untuk membangun Pancarona. Sayembara, membesarkan Pancarona. Seperti itu sampai sekarang,” dia minum kembali, “Itu saja.”

Garis mulut Nanda tidak terbentuk. Sedetik kemudian, ia tampak sangat bersemangat. Adira menemukan kilatan di mata Nanda, menyimpulkan anak ini menemukan sesuatu.

Nanda tertawa renyah, “Sudah aku duga.”

“Apa?”

“Ini pasti gara-gara aku suka Dira.”

“..., maaf?”

“Gimana lagi aku bisa tertarik seperti ini kalau bukan karena suka?” Nanda mengedipkan sebelah matanya.

Huh! Adira tidak tahu lagi! Tangan Adira terangkat ke salah satu pelayannya.

“Ada yang bisa saya bantu?” pelayan tiba-tiba datang.

“Saya minta billnya.”

Nanda membersihkan tenggorokannya, “Yah~? Udah mau pergi?”

“Karena saya tidak tertarik sama OB.”

Rengut manis dari Nanda, “Kamu termasuk tim pasangan harus sederajat?”

Tatapan tajam Adira menusuk Nanda selagi beberapa detik terdiam, “Iya.”

“Bohong.”

“Ini jujur.”

“Boo...hoong~”

Bill itu datang. Dan Adira tak segan-segan mengeluarkan uang lebih cepat dari satu detik.

“Makanlah,” Adira mulai pergi, “Dan jangan membahas itu lagi.”

Sudah saatnya untuk Adira kembali pulang. Pria ini sungguh tidak sehat untuk kesabaran Adira. Nanda pun tidak menemukan hal ini menyedihkan, ia bahkan senang melihatnya pergi.

Cerah gelak tawa memamerkan deretan gigi rapi pria ini, “Aku ditolak dua kali....”

Episodes
1 Prolog
2 #1 Impresi Sepasang
3 #2 Atensi
4 #3 Mencari Kenal
5 #4 Lantaran...
6 #5 Naik Pitam
7 #6 Temperatur Tak Terang
8 #7 Paras Unik dari Matanya
9 #8 Bukan Tanpa Enigma
10 #9 Memburu
11 #10 Selepasnya
12 #11 Janji di Satu Pekan
13 #12 Akhir dari Janji
14 #13 Sekelebat Waktu di Elevator
15 #14 Pemeran dan Peran
16 #15 di Sebuah Petang
17 #16 di Dalamnya Ada Mata
18 #17 Kata dan Kalimatnya
19 #18 Petang Menjulur Pergi
20 #19 Perlu Diperjuangkan Sampai Memohon
21 #20 Bila dan Akan
22 #21 Maksud dan Sebab
23 #22 Nanda di Pagi Hari
24 #23 Bekal
25 #24 Kemungkinan
26 #25 Keegoisan dan Cinta yang Rapuh
27 #26 Hari Hujan
28 #27 Sang Kuda yang Tidak Akan Berhenti
29 #28 Kebun Binatang
30 #29 Tugas Baru
31 #30 Pengejaran
32 #31 Semut yang Memanjat
33 #32 Outing Event
34 #33 Apa yang Benar
35 #34 Waktu yang Tidak Tepat
36 #35 Teori dan Fakta
37 #36 Tenang Sebelum Badai
38 #37 Amarah dan Kesedihan
39 #38 What’s You Have, What’s You Haven’t
40 #39 Perubahan Hubungan
41 #40 Ia di Saat Terendahnya
42 #41 Selepas Mata Merah?
43 #42 Kepercayaan itu Diusahakan
44 #43 Ternyata Tidak Berdua
45 #44 Sekali Seumur Hidup
46 #45 Satu Pergi Satu Tak Kunjung Bergerak
47 #46 Sang Wanita dan Cerita
48 #47 Tanpanya dan Dengannya
49 #48 Salju di Tropis
50 #49 Waktunya yang...
51 #50 Bahagianya
52 #51 Malam yang Lebih Sunyi
53 Pengumuman Hiatus YGY(´ ω `)
54 Hai Lagi Neh~! ( ゚ヮ゚ )
55 #52 Ikatan
56 #53 Di Balik Harapan
57 #54 Teman Lama, Teman Baru
58 #55 Indah Bintang Di Dalam
59 #56 Tak Masuk Akal
60 #57 Indah Tak Indah Kelopak Bunga
61 #58 Lebih Buruk tapi Terduga
62 #59 Langkah Awal Tak Pasti
63 #60 Jatuh Sebelum Naik
64 #61 Anak Tangga Pertama
65 #62 Satu Interview
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Prolog
2
#1 Impresi Sepasang
3
#2 Atensi
4
#3 Mencari Kenal
5
#4 Lantaran...
6
#5 Naik Pitam
7
#6 Temperatur Tak Terang
8
#7 Paras Unik dari Matanya
9
#8 Bukan Tanpa Enigma
10
#9 Memburu
11
#10 Selepasnya
12
#11 Janji di Satu Pekan
13
#12 Akhir dari Janji
14
#13 Sekelebat Waktu di Elevator
15
#14 Pemeran dan Peran
16
#15 di Sebuah Petang
17
#16 di Dalamnya Ada Mata
18
#17 Kata dan Kalimatnya
19
#18 Petang Menjulur Pergi
20
#19 Perlu Diperjuangkan Sampai Memohon
21
#20 Bila dan Akan
22
#21 Maksud dan Sebab
23
#22 Nanda di Pagi Hari
24
#23 Bekal
25
#24 Kemungkinan
26
#25 Keegoisan dan Cinta yang Rapuh
27
#26 Hari Hujan
28
#27 Sang Kuda yang Tidak Akan Berhenti
29
#28 Kebun Binatang
30
#29 Tugas Baru
31
#30 Pengejaran
32
#31 Semut yang Memanjat
33
#32 Outing Event
34
#33 Apa yang Benar
35
#34 Waktu yang Tidak Tepat
36
#35 Teori dan Fakta
37
#36 Tenang Sebelum Badai
38
#37 Amarah dan Kesedihan
39
#38 What’s You Have, What’s You Haven’t
40
#39 Perubahan Hubungan
41
#40 Ia di Saat Terendahnya
42
#41 Selepas Mata Merah?
43
#42 Kepercayaan itu Diusahakan
44
#43 Ternyata Tidak Berdua
45
#44 Sekali Seumur Hidup
46
#45 Satu Pergi Satu Tak Kunjung Bergerak
47
#46 Sang Wanita dan Cerita
48
#47 Tanpanya dan Dengannya
49
#48 Salju di Tropis
50
#49 Waktunya yang...
51
#50 Bahagianya
52
#51 Malam yang Lebih Sunyi
53
Pengumuman Hiatus YGY(´ ω `)
54
Hai Lagi Neh~! ( ゚ヮ゚ )
55
#52 Ikatan
56
#53 Di Balik Harapan
57
#54 Teman Lama, Teman Baru
58
#55 Indah Bintang Di Dalam
59
#56 Tak Masuk Akal
60
#57 Indah Tak Indah Kelopak Bunga
61
#58 Lebih Buruk tapi Terduga
62
#59 Langkah Awal Tak Pasti
63
#60 Jatuh Sebelum Naik
64
#61 Anak Tangga Pertama
65
#62 Satu Interview

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!