#11 Janji di Satu Pekan

Waswas Nanda dari ujung rambut sampai ke dasar sendi pergerakannya. Kecemasan itu tak habis. Meja Adira sudah seperti menghadapi orang tinggi di meja hijau. Berguncang-guncang tatkala pendiam ini tak mengacungkan satupun kata.

“Ini.”

Gelagat Nanda teroleng di suara Adira yang menusuk.

Nanda memandang kertas putih amplop tak bertulisan. Tak kalah waswas pria ini dibuat oleh lembaran yang didorong Adir ke ujung meja ini.

“Mmmm,” gelebah yang tak menentu mengingat tadi pagi ia dan Adira terasa manis, “Ini apa ya, bu?”

“Bonus.”

“Huh?”

Untuk apa bonus itu? Nanda sempat berpikir akan hal gila tentang uang pesangon yang dicairkan dengan cepat.

“Saya... dipecat?”

Wanita ini malah tak habis pikir. Pria ini selalu bisa mengejutkannya. Bahkan kebodohannya yang tidak menggunakan pikir panjang.

“Kenapa anda berpikiran buruk? Karena saya memanggil anda ke sini?”

Nanda sendiri tidak pernah memikirkannya, “Tidak... tahu....”

Sampai sudah Adira ke kata ‘sudahlah’, “Ini hanya bonus. Anda sudah sangat membantu masalah transportasi tadi pagi.”

“Oooh~” mengerti dengan keadaan, Nanda bisa merendahkan pundaknya, “Kenapa bonus?”

Adira memainkan kacamatanya menangkap pertanyaan Nanda, “Memang anda mau apa?”

“Saya sih tidak harap apa-apa...,” Nanda dengan bangga, sedetik kemudian luntur dengan permainan pandangan oleh Adira.

Posisi arsitek prinsipal di perusahaan yang ia bangun sendiri. Menadah setiap pengalaman manis dan pahit. Salah satunya pembohong dan jujur diri.

Tidak memiliki sesuatu yang diinginkan? Itu hanya kalimat yang bisa dikatakan pada orang yang sudah siap meninggalkan dunia. Ego di setiap orang tidak pernah padam sampai berhentinya waktu.

Dan Nanda menangkap ketidakpercayaan Adira terhadap kalimatnya yang belum selesai itu.

“Mmmm, kalau untuk upah nebeng sih...,” Nanda mendapatkan sesuatu yang biasa didapatkan di masa kuliahnya, “Traktir saja, bos.”

Adira semakin bingung, “Kan anda bisa beli makanan dengan uang bonusnya.”

“Beda dong,” Nanda tersenyum, “Kalau mau traktir, ya makannya bareng.”

Keanehan dari figur pria di depannya semakin menjadi-jadi, “Maksud anda, anda meminta kita... berdua makan di luar?”

“Iya!” semangat Nanda menantikan jawabannya.

Untuk Adira yang tidak pernah mendapatkan kalimat itu seumur hidupnya, membekukan jalan organ utamanya.

Tak inginnya Adira menanggapinya, “Anda lebih memilih makan dengan saya daripada bonusnya? Anda saja belum lihat jumlahnya berapa.”

“Makan sendiri itu tidak enak, bos.”

“Anda bisa ajak yang lain.”

Nanda dengan segala keingintahuannya. Ia menemukan seseorang yang bisa merebut segala rasa yang mengganggu ini. Penasaran. Sangat ingin ia mengenal wanita hebat ini lebih jauh. Kekagumannya terhadap Adira yang membawanya sampai kemari.

Bukannya ia tidak tahu dirinya seringkali kurang ajar. Dirinya lah yang paling tahu banyak orang yang tidak menyukainya karena sikapnya. Namun, inilah yang menjadikan dia dirinya.

Tambah lagi Nanda mencintai seperti inilah dirinya. Maka dia tidak akan mundur dengan apa yang ia senangi.

Nanda mengeluarkan wajah sedihnya, “Apa mungkin, bu bos tidak suka saya?”

Belalak lebar mata Adira. Pria ini sungguh blak-blakan dengan setiap rangkaian yang pita suaranya keluarkan.

Dipegangi kepala Adira pusing dengan keadaan, “Begini, kenapa anda ingin makan dengan saya?”

Nanda terdiam. Tentu ia juga perlu menata kalimatnya dulu. Ia melipat kedua tangannya sesaat satu tangan itu memegangi dagunya, “Mungkin, saya tertarik dengan anda?”

“Anda mau membohongi siapa?”

“Heh, bohong apa?” Nanda justru tertawa, “Tipe cewek saya memang cewek kuat. Wajar kan kalau saya tertarik?”

Adira seakan terbangun dari tidurnya dengan cipratan air hujan di pinggir jendela. Selain menangkap simpati business partner, ia sudah berubah menjadi penyelamat di keadaan aneh di bank Taruna.

Namun Adira ingat akan satu hal, ia tidak suka dengan orang ini.

“Kalau saya tolak. Apa yang akan anda lakukan?” Adira tidak ingin kalah.

Ria Nanda menanggapinya, “Ya tidak ngapain-ngapain,” kepuasan itu meninggi saat Adira tidak menjawab, “Apa anda menganggap itu sebagai hutang?”

Ditarik nafas pendek dari Adira, “Kalau iya, apa anda akan terima bonusnya?”

“Mmmm, tidak tahu. Mungkin saya akan tagih sampai anda setuju keinginan saya.”

Lelah membayangkan kesehariannya diwarnai mulut Nanda yang menagih hutang tersebut, “Kalau begitu. Anda tidak dapat apapun. Anda bisa kembali.”

Nanda terhenti. Alih-alih sedih karena dikalahkan, tapi ia semakin semangat dengan atasannya ini.

Di awal, Nanda memang ingin berpura-pura agresif sedikit dengan bertingkah layaknya pria yang menyukai sang wanita. Namun, siapa tahu, bisa jadi Nanda benar tertarik dengannya.

“Bukan berarti saya tidak bisa mengajak anda kencan kan?”

Kenyataan itu, tidak bisa Adira bantah. Pada dasarnya meminta kencan atau keluar bersama adalah hal yang bukan dijadikan imbalan kerja. Itu adalah hasil dari usaha kedua belah pihak yang memiliki chemistry.

“Good thing,” Nanda tak bisa menarik senyumannya, “... kita sekantor. Siapkan diri anda setiap hari~”

Menghadapinya setiap hari adalah pilihan terburuk. Adira tidak punya pilihan selain mengalah.

“Hari minggu ini saya ada survei. Temui saya jam empat sore di taman Senopati.”

“Oh, heheheh,” Nanda memperjelas kesenangannya, “Siap~”

“Kalau tidak ada lagi, anda boleh keluar sekarang.”

Senyum itu masih merekah lebih lebar dari biasanya, “Have a nice day.”

Pintu tertutup dengan suasana senang di sisi Nanda, dan suasana lelah di sisi Adira. Minggu ini akan menjadi hari yang melelahkan seumur hidupnya.

...◇ ◈ ◇ ◈ ◇ ◈ ◇ ◈ ◇ ...

Adira menggunakan baju nyaman. Celana karet hitam dipasangkan dengan kaos panjang. Ia tidak begitu peduli dengan rambutnya selain diberi bando polos agar tidak begitu mengganggu pandangan.

Kursi di depan pohon pinus yang berjejer. Sungguh angin sepoi sejuk dihadang klip kertas di samping buku gambar kecil miliknya.

“Lagi gambar apa?”

Suara merdu yang dalam. Tidak. Itu terdengar sangat dekat.

“Gyaa!” jantung Adira layaknya meloncat sedetik lalu.

Pria yang sudah janjian dengannya ini muncul tanpa tanda.

“Ups, maaf. Ngagetin ya?” Nanda menjauh selangkah.

Adira mulai membiasakan diri dengan kelakuan acak dari pegawainya ini, “Tidak apa,” dia mengemasi barang. Berdiri dari duduknya, “Mau makan di mana?”

Nanda bersungut-sungut tak senang, “Bos tidak suka basa-basi.”

“Saya rasa begitu. Mau makan di mana?”

Pria ini tahu kalau dia tidak bisa memaksa lagi alur percakapannya. Atau wanita ini akan memenggal leher si pria, “Saya ikut yang mentraktir.”

Baiklah, kepala Adira mencari-cari sekitar. Lapangan ini sangat luas. Selain dikelilingi jalan raya di keempat sisinya⏤yang berubah fungsi menjadi pekan minggu. Pertokoan sekitar pun menjajakan segala macam barang dan jasa yang tentu diutamakan dengan produksi lokal.

“Di sana,” Adira menunjuk satu toko yang diubah fungsi menjadi rumah makan minimalis.

“Okay,” Nanda mengikuti Adira yang sudah berjalan terlebih dahulu. Kaki panjangnya berhasil menjajarkan langkah, “Jadi..., boss survei apa?”

Lagi-lagi dengan hujan seribu pertanyaannya. Adira hanya berharap ia tidak sampai ke pertanyaan pribadi.

“Hanya mengecek kalau ada masalah di desain taman. Keinginan pribadi.”

Nanda mencoba mencocokkan pemikiran walau tetap tidak sampai, “Untuk apa?”

Adira mulai membuka pikirannya. Mengapa ia hanya bisa sampai pekerja OB di perusahaannya, salah satunya pasti karena ia tidak paham sama sekali dengan bidang Arsitektur dan peran Arsitek*.

“Lihat dari gambaran umum. Misalnya monas. Dia baik-baik saja sekarang. Tetapi apa yang akan terjadi kalau ada masalah?”

“Mmmm, apa?”

“Tokoh siapa yang pertama kali akan disinggung bila bangunan itu rusak?” Adira melempar pertanyaan yang seharusnya bisa Nanda jawab.

“Yang bangun?”

“Lebih tepatnya, yang mendesain,” Adira memperhatikan ekspresi Nanda yang menyadari kebenaran itu, “Siapa nih mendesain? Kok mereka desainnya begini? Begitu pasti pendapat orang banyak. Hasilnya, nama arsitek yang tercoreng.”

Nanda terdiam masih mendengarkan.

“Kalau dilihat dari sana, pasti kelihatan seperti nama arsitek adalah gambling dari karya yang dia buat. Saya beruntung memiliki tim yang luar biasa membuat desain yang memenuhi kebutuhan kebanyakan orang. Tapi bila ada kesalahan, saya pastikan itu tidak akan terulang lagi,”

“Heh hehe,” tawa tipis yang pelan itu tak berniat dikeluarkan Nanda untuk mengejek.

Meski tidak seperti itu yang ditangkap Adira, “Apa ada yang lucu?”

“Tidak,” Nanda menangkap mata Adira yang menatap sinis ke arahnya, “Keren aja, saya berdiri di samping orang luar biasa.”

Adira tidak menemukan kalimat yang bisa menjawab hal itu. Bentuk kalimat itu adalah pandangannya sendiri. Walau ia masih tak tahu niat apa dibalik semua hal itu.

“Mari masuk,” Adira memilih untuk masuk ke tempat makan.

_______________________________________________________

* Arsitek itu orangnya dan arsitektur itu ilmunya. Jangan kebalik ya~

Episodes
1 Prolog
2 #1 Impresi Sepasang
3 #2 Atensi
4 #3 Mencari Kenal
5 #4 Lantaran...
6 #5 Naik Pitam
7 #6 Temperatur Tak Terang
8 #7 Paras Unik dari Matanya
9 #8 Bukan Tanpa Enigma
10 #9 Memburu
11 #10 Selepasnya
12 #11 Janji di Satu Pekan
13 #12 Akhir dari Janji
14 #13 Sekelebat Waktu di Elevator
15 #14 Pemeran dan Peran
16 #15 di Sebuah Petang
17 #16 di Dalamnya Ada Mata
18 #17 Kata dan Kalimatnya
19 #18 Petang Menjulur Pergi
20 #19 Perlu Diperjuangkan Sampai Memohon
21 #20 Bila dan Akan
22 #21 Maksud dan Sebab
23 #22 Nanda di Pagi Hari
24 #23 Bekal
25 #24 Kemungkinan
26 #25 Keegoisan dan Cinta yang Rapuh
27 #26 Hari Hujan
28 #27 Sang Kuda yang Tidak Akan Berhenti
29 #28 Kebun Binatang
30 #29 Tugas Baru
31 #30 Pengejaran
32 #31 Semut yang Memanjat
33 #32 Outing Event
34 #33 Apa yang Benar
35 #34 Waktu yang Tidak Tepat
36 #35 Teori dan Fakta
37 #36 Tenang Sebelum Badai
38 #37 Amarah dan Kesedihan
39 #38 What’s You Have, What’s You Haven’t
40 #39 Perubahan Hubungan
41 #40 Ia di Saat Terendahnya
42 #41 Selepas Mata Merah?
43 #42 Kepercayaan itu Diusahakan
44 #43 Ternyata Tidak Berdua
45 #44 Sekali Seumur Hidup
46 #45 Satu Pergi Satu Tak Kunjung Bergerak
47 #46 Sang Wanita dan Cerita
48 #47 Tanpanya dan Dengannya
49 #48 Salju di Tropis
50 #49 Waktunya yang...
51 #50 Bahagianya
52 #51 Malam yang Lebih Sunyi
53 Pengumuman Hiatus YGY(´ ω `)
54 Hai Lagi Neh~! ( ゚ヮ゚ )
55 #52 Ikatan
56 #53 Di Balik Harapan
57 #54 Teman Lama, Teman Baru
58 #55 Indah Bintang Di Dalam
59 #56 Tak Masuk Akal
60 #57 Indah Tak Indah Kelopak Bunga
61 #58 Lebih Buruk tapi Terduga
62 #59 Langkah Awal Tak Pasti
63 #60 Jatuh Sebelum Naik
64 #61 Anak Tangga Pertama
65 #62 Satu Interview
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Prolog
2
#1 Impresi Sepasang
3
#2 Atensi
4
#3 Mencari Kenal
5
#4 Lantaran...
6
#5 Naik Pitam
7
#6 Temperatur Tak Terang
8
#7 Paras Unik dari Matanya
9
#8 Bukan Tanpa Enigma
10
#9 Memburu
11
#10 Selepasnya
12
#11 Janji di Satu Pekan
13
#12 Akhir dari Janji
14
#13 Sekelebat Waktu di Elevator
15
#14 Pemeran dan Peran
16
#15 di Sebuah Petang
17
#16 di Dalamnya Ada Mata
18
#17 Kata dan Kalimatnya
19
#18 Petang Menjulur Pergi
20
#19 Perlu Diperjuangkan Sampai Memohon
21
#20 Bila dan Akan
22
#21 Maksud dan Sebab
23
#22 Nanda di Pagi Hari
24
#23 Bekal
25
#24 Kemungkinan
26
#25 Keegoisan dan Cinta yang Rapuh
27
#26 Hari Hujan
28
#27 Sang Kuda yang Tidak Akan Berhenti
29
#28 Kebun Binatang
30
#29 Tugas Baru
31
#30 Pengejaran
32
#31 Semut yang Memanjat
33
#32 Outing Event
34
#33 Apa yang Benar
35
#34 Waktu yang Tidak Tepat
36
#35 Teori dan Fakta
37
#36 Tenang Sebelum Badai
38
#37 Amarah dan Kesedihan
39
#38 What’s You Have, What’s You Haven’t
40
#39 Perubahan Hubungan
41
#40 Ia di Saat Terendahnya
42
#41 Selepas Mata Merah?
43
#42 Kepercayaan itu Diusahakan
44
#43 Ternyata Tidak Berdua
45
#44 Sekali Seumur Hidup
46
#45 Satu Pergi Satu Tak Kunjung Bergerak
47
#46 Sang Wanita dan Cerita
48
#47 Tanpanya dan Dengannya
49
#48 Salju di Tropis
50
#49 Waktunya yang...
51
#50 Bahagianya
52
#51 Malam yang Lebih Sunyi
53
Pengumuman Hiatus YGY(´ ω `)
54
Hai Lagi Neh~! ( ゚ヮ゚ )
55
#52 Ikatan
56
#53 Di Balik Harapan
57
#54 Teman Lama, Teman Baru
58
#55 Indah Bintang Di Dalam
59
#56 Tak Masuk Akal
60
#57 Indah Tak Indah Kelopak Bunga
61
#58 Lebih Buruk tapi Terduga
62
#59 Langkah Awal Tak Pasti
63
#60 Jatuh Sebelum Naik
64
#61 Anak Tangga Pertama
65
#62 Satu Interview

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!