Sarah Belle membuka matanya perlahan dan mendapati dirinya terbaring di kamar yang terlihat asing.
Kepalanya sudah tidak sakit seperti tadi namun saat ia bangun perlahan dan duduk di atas ranjang, masih ada rasa pusing meski hanya sedikit.
Matanya beredar mengamati ruangan yang seperti kamar ini, namun hanya ada satu ranjang besar ukuran 180 dan lemari pakaian 3 pintu dengan model minimalis.
Sarah Belle menyibakkan selimut dan perlahan turun dari ranjang menuju pintu kamar. Pintu itu tidak langsung menghubungkan dengan ruangan lain, tapi berada di satu lorong pendek berdinding kayu.
“Kamu sudah bangun, sayang ?”
Suara Alden menyapanya saat Sarah Belle muncul di balik pintu lainnya. Wanita itu mengedarkan pandangan dan melihat ruang kerja Alden di kantor Hutama Grup.
“Yudha ?” Sarah Belle meyakinkan penglihatannya saat melihat sosok pria yang dikenalnya sedang duduk di sofa.
Alden menghampiri Sarah Belle dan menuntun calon istrinya itu ke sofa, menghampiri Yudha.
“Calon suamimu langsung panik melihat kamu mendadak pingsan. Alden tetap khawatir meski dokter sudah datang memeriksamu dan mengatakan kalau kamu baik-baik saja,” ujar Yudha sambil tertawa pelan melirik Alden yang duduk di samping Sarah Belle.
“Minumlah dulu,” Alden menyodorkan satu botol air mineral.
“Berapa lama aku pingsan ?” Sarah menatap Alden sebelum meneguk minumannya.
“Hanya sejam. Bahkan pekerjaanku belum selesai, kamu sudah bangun.”
“Kapan balik ke Jakarta ?” Sarah Belle menatap Yudha yang duduk di seberangnya.
“Semalam. Rencananya baru lusa menemuimu, tapi calon suamimu ini mendadak telepon dan mengharuskan aku datang sekarang juga.”
“Apa aku boleh keluar sebentar ?” Sekarang Sarah Belle gantian menatap Alden, minta persetujuan pria di sampingnya itu.
“Biar Jaka dan Dina menemani kalian,” sahut Alden.
“Den, aku nggak pergi sendirian, lagipula aku ingin melanjutkan konsultasiku dengan Yudha sebagai pasien dan dokternya. Rasanya tidak nyaman kalau ada pengawal yang mengikutiku,” ujar Sarah Belle dengan wajah memohon.
Alden tidak menjawab, malah menoleh ke arah Yudha.
”Aku pasti akan menjaga Sarah untukmu,” ujar Yudha seakan memahami maksud tatapan Alden. “Lagipula kami tidak akan pergi jauh-jauh. Hanya cafe dekat sini yang cukup sepi dan cozi.”
“Ini masih pagi, Yudha. Pasti tempat-tempat makan belum terlalu ramai,” ujar Sarah Belle.
“Pergilah dan kembali sebelum makan siang. Kita makan siang bersama.”
“Aku nggak diajak juga, Al ?” ledek Yudha.
“Bayaran tarifmu sudah termasuk biaya makan siang dan makan malammu,” sahut Alden sambil mencibir. Yudha hanya terkekeh mendengarnya.
“Kita jalan sekarang,” Sarah Belle beranjak bangun namun belum sempat ia melangkah, tangannya ditahan Alden.
”Kamu yakin sudah tidak pusing ?”
Sarah Belle hanya mengangguk dan tersenyum. Alden pun melepaskan tangannya dan membiarkan Sarah Belle pergi dengan Yudha.
“Ingat, jangan bawa perasaan kalau sedang konsultasi dengan calon istriku,” pesan Alden saat mengantar keduanya sampai di pintu ruangan.
“Sudah aku bilang padamu, Al, aku tidak akan mengambil kepunyaanmu. Aku akan fokus pada kesembuhan Annabelle saja, makanya aku rajin mengunjunginya dan mengajaknya bicara meski dia tidak mendengarku,” sahut Yudha sambil terkekeh.
“Kamu beneran sering membesuk Annabelle ?” dahi Sarah Belle berkerut menatap Yudha.
“Iya, aku berharap ia bisa sadar dan aku akan langsung memintanya jadi kekasihku, kalau perlu langsung aku nikahkan.”
“Sembarangan,” gerutu Sarah Belle dengan bibir mengerucut.
“Jodoh tidak pernah ada yang tahu, Sarah,” sahut Yudha sambil tertawa.
Sarah Belle pun berpamitan pada Alden dan Raka yang ada di mejanya. Sampai di pintu lainnya, Sarah Belle berpapasan dengan Tami.
“Kamu sudah enakan ?” Tami menyentuh bahu Sarah Belle
“Sudah, Mbak. Ini mau kencan sama psikiater tampan sebelahku nih,” Sarah Belle melirik ke arah Yudha yang senyum-senyum sendiri.
Alden masih berdiri di pintu ruangannya. Matanya menyipit saat melihat Tami berbicara santai dengan Sarah Belle dan calon istrinya itu malah memanggil Tami dengan sebutan Mbak.
“Aman kalau perginya sama dokter. Ganteng lagi,” ledek Tami sambil tertawa. Ia tidak sadar kalau Alden masih memperhatikan mereka dengan raut wajah yang mulai berubah.
Sarah Belle dan Yudha melanjutkan langkah mereka. Jaka dan Dina tetap ikut sampai ke lantai dasar namun tidak mengikuti Yudha dan Sarah Belle.
Sarah Belle pun tidak lupa bertukar nomor handphone dengan kedua pengawalnya itu.
“Sudah seperti putri raja aja, pakai dikasih pengawal,” ledek Yudha. “Dan sebentar lagi ganti namamu bukan Sarah Belle lagi, tapi Snow White.”
“Entah kenapa tiba-tiba Alden melakukan semua ini termasuk melarangku bekerja kembali.”
“Itu karena dia peduli dan mencintaimu.”
“Jangan mengucapkan kalimat ambigu seperti itu, membuat aku malah bingung dan akhirnya kesal. Cinta untuk siapa ? Sarah atau Annabelle ? Makin kemari aku merasa kalau Alden sudah bucin habis pada Sarah.”
“Kenapa ? Cemburu ?” tanya Yudha sambil terkekeh.
Sekarang keduanya sudah keluar dari gedung Hutama dan berjalan kaki menuju cafe yang ada dekat situ.
“Alden bukan siapa-siapaku, mana boleh aku cemburu. Aku semakin tidak yakin akan mendapatkan celah untuk membuat Alden mencintaiku kalau semakin hari cinta Alden pada Sarah bertambah besar,” ujar Sarah dengan nada sedih.
“Segala sesuatu di dunia ini selalu punya kemungkinan sekalipun hanya 1%,” ujar Yudha.
Sarah Belle hanya diam saja sampai mereka tiba di cafe yang dituju. Yudha pun membukakan pintu untuk Sarah Belle.
Keduanya langsung mencari tempat duduk dan memesan minuman, Sarah Belle menambah satu cheese cake.
“Cari siapa ?” Yudha mengerutkan dahi saat melihat Sarah Belle mengedarkan pandangan ke sekeliling cafe.
“Om Juan.”
“Kenapa ? Memangnya kamu menemukan apa di apartemen Reyhan ?”
“Kok kamu tahu ? Pasti Alden sudah kasih laporan panjang lebar,” Sarah Belle menatap Yudha dengan mata menyipit
“Alden cuma bilang kalau dia nyamperin kamu di apartemennya Reyhan. Dan buatku kamu udah benar-benar gila, Belle. Benar-benar nekat masuk ke kandang singa sendirian tanpa back up plan apapun.”
“Aku sudah menghubungimu dan Om Juan tapi kalian sama-sama nggak bisa. Reyhan semakin gencar mendekatiku, maksudku Sarah tentunya. Dia bahkan membelikanku handphone baru dan menemukan alat pelacak posisi yang Alden pakai di handphoneku.”
“Terus ?”
“Aku akan memperlihatkan penemuanku padamu dan Om Juan, tapi sebelumnya aku mau berkonsultasi dulu denganmu.”
“Soal apa ?”
Sarah Belle menunggu pelayan meletakkan pesanan mereka sebelum berbicara dengan Yudha.
“Sepertinya ingatan Sarah mulai bercampur dengan pikiranku, Yudha. Apakah mungkin jiwa Sarah akan kembali sebelum waktuku berakhir ? Kepalaku langsung sakit saat keduanya bercampur.”
“Sudah aku katakan kalau tubuh itu ibarat mesin namun lebih canggih lagi, bisa menyimpan catatan kebiasaan pemilik tubuh dengan baik.
Kalau Sarah bereaksi saat Reyhan menyentuhnya, ada kemungkinan aktivitas itu sering mereka lakukan jadi tubuh Sarah langsung bereaksi, bertentangan dengan keinginan hatimu.”
“Mengerikan seperti katamu, Yudha,” Belle menggedikan bahunya. “Untung saja Alden datang tepat waktu. Aku takut Reyhan bersikap kasar kalau aku menolaknya terus. Aku berdoa semoga ada keajaiban datang saat itu dan ternyata Alden lah yang jadi dewa penolongku.”
“Senang punya dewa penolong seperti Alden ?” ledek Yudha.
“Senang tapi nggak bisa membuatku hidup,” sahut Sarah Belle sambil tersenyum getir.
“Yang penting sekarang, kalau sedang dalam kondisi beradu begitu, apa yang harus aku lakukan, Yudha ?”
“Belum ada obatnya karena itu seperti kasus dua kepribadian. Bukan tidak mungkin kalau sewaktu-waktu Sarah bisa jadi lebih dominan daripada Belle.”
“Berarti seorang Belle harus terus berusaha untuk selalu menjadi yang dominan sampai batas waktu berakhir.“
“Tidak bisa diatur,
“Huufftt….” Sarah Belle menarik nafas dalam-dalam.
“Maaf saya agak terlambat,” suara Juan menyapa membuyarkan lamnunan Sarah Belle.
Juan langsung menarik kursi yang ada di situ dan mengeluarkan laptopnya.
“Aahh Om Juan akhirnya bisa ketemu juga,” Sarah Belle bernafas lega.
“Ada apa lagi ? Kamu menemukan apa di apartemen Reyhan ?” tanya Yudha.
“Bukan apartemen Reyhan, tapi di laci meja kerjanya Sarah dan pasti kamu tidak akan menduga bentuk barangnya.”
Sarah Belle mengeluarkan satu lipstik dari dalam tasnya, Juan dan Yudha melihatnya dengan alis menaut.
“Sepertinya aku mulai bisa membuat satu benang merah hubungan Alden, Sarah dan Reyhan.”
Sarah Belle mendekatkan lipstik itu ke arah Juan.
“Geser dudukmu supaya lebih mudah melihat isi diska lepas karena tidak mungkin Om Juan mengaktifkan suaranya.”
Kedua pria itu mengerutkan dahi menatap Sarah Belle yang tertawa sambil mencibir.
Sarah Belle menunjuk file yang sudah terlihat di layar laptop Juan.
“Oohh s*it !” spontan Yudha memekik sambil membelalakan matanya, begitu juga dengan Juan yang langsung menutup filenya.
“Bagaimana Sarah bisa menyimpan videonya sendiri dengan pria berumur itu, Belle ?” tanya Yudha.
Sarah Belle pun menceritakan masalah kesepakatan balas dendam antara Reyhan dengan Sarah.
“Dan pria tadi adalah Pak Peter Gilang,” ujar Annabelle menerangkan.
“Apa mungkin…” Juan menatap Reyhan dan Belle bergantian.
“Bukan mungkin, Om, tapi pasti,” sahut Annabelle. “Setelah melihat video satu malam Sarah dengan Pak Peter Gilang yang sengaja Sarah simpan, saya yakin kalau target balas dendam Sarah adalah Pak Peter Gilang. “
“Lalu kenapa sekarang Sarah berhubungan dengan Reyhan ?” tanya Yudha dengan wajah bingung.
“Om Juan, saya bisa minta tolong bantuan Om untuk mencari tahu siapa orangtua Sarah ? Dari situ kita bisa memastikan rangkaian puzzle yang kita punya.”
“Jadi Reyhan juga korban rencana Sarah ?” Yudha menggelengkan kepala. “Tidak cukup memiliki video satu malam dengan bapaknya, Sarah mendekati Reyhan bahkan sampai punya anak segala.”
“Namanya juga dendam Dokter Yudha,” ujar Juan. “Pak Peter pasti akan lebih tersakiti kalau sampai perempuan yang pernah tidur dengannya berhubungan dengan anak kandungnya bahkan sampai memiliki anak.”
“Dan saya yakin kalau video itu adalah kartu As yang digunakan Sarah untuk membuat Pak Peter menuruti semua permintaanya, termasuk menjadikan Sarah pengacara penting di kantor itu,” timpal Annabelle.
“Saya akan segera mencari tahu soal kedua orangtua Sarah, Nona Belle,” ujar Om Juan sambil merapikan laptopnya dan mengembalikan diska lepas pada Sarah Belle.
“Sepertinya tidak aman kalau kamu yang memegang diska lepas itu, Belle,” ujar Yudha.
“Jadi lebih aman kalau di tanganmu ? Buat referensi tontonan ?” ledek Sarah Belle sambil tergelak.
“Bisa-bisa aku galfok saat konsultasi denganmu. Biarpun jiwamu Annabelle, tapi fisikmu tetap Sarah.”
“Ternyata Dokter Yudha bisa jadi psikiater mesum juga,” Sarah Belle mencebik.
“Berbahagialah bisa punya psikiater yang masih tergoda melihat adegan begitu, berarti aku ini lelaki normal.”
“Kalian sepertinya cocok kalau menjadi pasangan, maksud saya Nona Belle dan Dokter Yudha.”
“Maunya saya begitu, Om,” sahut Yudha. “Tapi aturannya hanya cinta Alden yang bisa membuat Belle kembali ke tubuhnya. Kalau saya boleh, sudah saya kembalikan dari sekarsng, Om.”
“Dasar psikiater somplak !” cebik Sarah Belle yang disambut tawa Juan.
“Diska lepas itu lebih baik dipegang Om Juan saja,” ujar Annabelle. “Posisi saya tidak aman karena baik Alden maupun Reyhan sama-sama mengawasi saya dengan ketat.”
Juan mengangguk dan menyimpan diska lepas itu ke dalam tasnya.
Ketiganya sempat terdiam, hanyut dalam pikiran masing-masihg.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
𝓐𝔂⃝❥hanny👈🏻
waahh ternyata Sarah ini penuh misteri. tp aku lebih tertarik cinta siapa nnt akan memberi kehidupan untuk Annabelle. apakah cinta Alden atau malah cinta Yudha ? 😁
2023-05-05
1
Tatik R
duh kasian juga si Rey. siapa sebenarnya sarah ini🤔🤔🤔
2023-04-10
1