Entah kekuatan darimana, Sarah Belle mendorong tubuh Reyhan hingga cengkramannya terlepas.
Sarah Belle memegang lehernya sambil mengusapnya dengan nafas terengah-engah.
“Sudah aku bilang kalau kecelakaan itu membuat hampir seluruh ingatanku hilang, Rey !” suara Sarah Belle mulai meninggi di sela nafasnya yang masih tersengal.
“Kalau saja wanita si**lan itu tidak memancingku keluar untuk memberikan bukti tentang kita, kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi dan aku tidak akan seperti sekarang ini.”
Sarah Belle kembali mengerutkan dahi sambil memejam. Apa yang baru saja diucapkannya seperti berlawanan dengan pikirannya saat ini.
Kenapa seolah ingatan Sarah datang meronta masuk kembali ke dalam tubuhnya melawan pikiran Annabelle yang diam di dalam tubuh Sarah.
“Akan aku lenyapkan wanita itu kalau kamu menginginkannya,” ujar Reyhan masih dengan suara dingin dan tatapan tajam.
“Jangan !” Sarah Belle spontan menjawab sambil mengangkat tangannya.
“Kenapa ? Bukankah akan lebih berbahaya kalau sampai dia sadar dan membeberkan semua fakta tentang perselingkuhanmu dari Alden ?”
“Kalau sampai wanita itu mati sudah pasti Alden akan mencurigai kita berdua ?”
Sarah Belle kembali berdiri tegak dan sesekali masih mengusap lehernya yang terasa agak sakit.
“Lagipula rencana kita pada Alden belum selesai,” lanjut Sarah Belle. “Meski terus terang aku sedikit lupa tujuan awal kita dan bagaimana aku harus membuat Alden hancur.”
Reyhan mendekat dan mengelus wajah Sarah dengan senyuman sinis.
“Yakin kamu masih mau melanjutkan rencana kita pada Alden dan bukan tiba-tiba kamu jatuh cinta padanya karena ia tetap mau menjadikanmu istrinya sekalipun kamu ketahuan hamil bukan dari benihnya ?”
“Soal itu aku tidak terpengaruh sama sekali. Aku hanya menginginkan harta lelaki bodoh dan naif itu,” Sarah Belle tertawa. “Namun aku benar-benar lupa alasan kita ingin menghancurkannya. Bisakah kamu membantuku mengingatnya kembali ?”
“Setelah ini,” Reyhan menciumi kembali daun telinga dan leher Sarah membuat perang batin kembali menguasai Sarah Belle.
“No !” Sarah Belle menjauhkan Reyhan darinya.
“Ceritakan dulu padaku soal alasan kita ingin menghancurkan Alden supaya hatiku lebih tenang karena tidak perlu menerka-nerka. Mana bisa tenang bersamamu kalau hatiku penuh tanda tanya.”
Reyhan menatap Sarah Belle dengan mata menyipit seakan menyelidik kebenaran ucapan Sarah Belle.
“Tidak masalah, namun semuanya tidak gratis,” Reyhan tersenyum smirk.
“Apa masih perlu aku katakan secara lugas Bapak Reyhan Sarjana Hukum ? Apa kamu benar-benar menganggap aku ini orang lain dan bukan Sarah-mu lagi ?”
Sarah Belle melewati Reyhan sambil mengusap lehernya yang masih terasa nyeri.
“Maafkan aku,” Reyhan memeluknya dari belakang dan menciumi ceruk leher Sarah dan sekuat hati Annabelle menepis reaksi tubuh Sarah yang mulai menikmatinya.
“Paling mudah orang bilang maaf,” dengan wajah cemberut Sarah Belle melepaskan tangan Reyhan, mengambil piring buah dan membawanya ke sofa depan TV.
“Oke.. oke… aku akan menceritakan ulang semuanya supaya Sarah-ku tidak kesal lagi karena capek berusaha mengingatnya.”
Suara Reyhan mulai merayu dan ia pun mengikuti Sarah Belle duduk di sofa.
“Sejak kapan kamu suka jeruk ?”
“Jangan banyak bertanya,” Sarah Belle hanya melirik dengan wajah masih terlihat kesal.
“Kalau aku tahu semua jawaban atas pertanyaan orang, kepalaku tidak akan mendadak pusing seperti tadi di kamar.”
Reyhan tertawa, merangkul Sarah dan menciumi pipinya.
“Rey !” Sarah berusaha melepaskan diri dari ciuman Rey yang bertubi-tubi di wajahnya membuat pria itu tertawa.
Kalau sedang begini kamu terlihat sebagai pria baik dan penyayang, Rey. Entah apa yang diinginkan Sarah dan apa yang membuatmu rela membiarkan Sarah mendekati Alden, batin Annabelle.
“Kita pertama kali bertemu lima tahun yang lalu di rumah duka,” ujar Rey membuka ceritanya.
“Rumah duka ?” alis Sarah Belle menaut.
“Ya di rumah duka. Aku baru saja kehilangan adik angkatku yang saat itu baru berusia 19 tahun dan kamu baru saja kehilangan mamamu. Kasus keduanya sama-sama bunuh diri.”
“Bunuh diri ? Adikmu dan mamaku ?”
Reyhan menghela nafas dan menarik tangan Sarah yang memegang potongan apel dan menggigitnya.
“Saat itu aku baru saja selesai kuliah S2 Hukum dan kamu masih kuliah Hukum tingkat akhir. Aku hanya tahu kalau Riri, nama adikku, menyukai Alden. Mereka bertemu dalam satu undangan jamuan bisnis dan kantor pengacara papa juga baru saja diperkenalkan dan ditawarkannuntuk menjadi konsultan hukum Hutama Grup.
Adikku begitu mengidolakan Alden dan tergila-gila padanya dan akulah yang menjadi tempat curahan hatinya meski kami tinggal beda kota. Riri pun pernah menangis sesunggukan saat bercerita kalau Alden mengabaikannya bahkan menolak surat cinta yang dikirimkannya.
Aku terus mencoba memberinya semangat dan memintanya untuk membuka mata dan hati guna mencari pria lain, tapi Riri tetap pada pilihannya menjadikan Alden tambatan hatinya.
Sampai akhirnya dua minggu sebelum kematiannya, aku sempat putus komunikasi dengan Riri karena kesibukanku mempersiapkan presentasi tesis S2-ku. Tepat saat hari kelulusanku, papa memberi kabar tentang Riri yang ditemukan di kamarnya dan sudah tidak bernyawa karena overdosis obat tidur.
Penyesalanku tiada habisnya, apalagi setelah aku memeriksa kamar dan barang-barang Riri, aku mendapati banyak tulisan dan cerita tentang Alden, koleksi foto-foto Alden yang diambil diam-diam oleh Riri hingga membuat aku sangat membenci pria yang membuat adikku memutuskan untuk mengakhiri nyawanya.
Saat papa mengajakku melayat mamamu yang bersebelahan dengan ruang Riri, aku bertemu denganmu yang menangis sendirian.
Entah apa yang membuatku mendekatimu dan akhirnya kita mengobrol hingga akhirnya menjadi teman curhat.
Akhirnya obrolan dari rumah duka itu berlanjut dan aku tidak tahu bagaimana prosesnya, saat aku mulai membantu papa, kamu ternyata berada di kantor papa juga sebagai anak magang.
Saat itulah hubungan kita semakin dekat dan akhirnya kita sepakat untuk saling membantu membalaskan dendam kita berdua.
Hanya saja kamu belum menceritakan detil siapa yang menjadi target pembalasan dendanmu itu. Setiap kali aku tanya kamu hanya menjawab belum saatnya dan memintaku untuk tetap berada di sampingmu.
Seiring waktu perasaan senasib itu membuat kita saling jatuh cinta.
Jujur aku tidak rela saat kamu semakin dekat dengan Alden bahkan mengatur rencana untuk bertunangan dan menikahi Alden. Akulah kekasihmu selama ini. Tapi kamu selalu bisa meyakinkan aku untuk mempercayaimu, bahkan kamu bersedia hamil anakku dan akan menggunakannya untuk menguras uang Alden dan menghancurkan perasaannya yang semakin mencintaimu.”
Sarah Belle menghentikan gerakan tangannya yang hendak memasukan apel ke dalam mulutnya.
Ingatannya kembali pada temuan di laci Sarah dua hari yang lalu. Sepertinya kali ini banyak potongan puzzle yang didapat Annabelle hingga mulai terlihat jelas benang merah antara Alden, Reyhan dan Sarah.
“Kenapa, sayang ?” Reyhan mengelus kepala Sarah yang terdiam dan mendadak beku.
“Sepertinya saat mendengar ceritamu ini, ingatanku seperti tersengat alirsn listrik. Ada potongan-potongan yang terlintas dalam pikiranku namun belum terlalu jelas.”
Annabelle berdecak dalam hati. Bagaimana mulutnya bisa mengeluarkan kalimat yang begitu dramatis untuk meyakinkan Reyhan.
“Kamu pikir aku ini alat pacu jantung ?” Reyhan terkekeh.
“Tapi kenyataannya begitu, Rey,” Sarah langsung cemberut membuat Reyhan malah tertawa.
“Tinggalkan Alden, Sarah,” pinta Reyhan sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga Sarah. “Aku takut kamulah yang terjerat cinta Alden. Kenyataan sekarang ini, dia benar-benar jatuh cinta padamu hingga dia mengabaikan prinsipnya dan tetap menerimamu meski tahu kalau kamu sudah berselingkuh.”
Sarah terdiam sambil mengunyah potongan apel dalam mulutnya.
“Aku akan melupakan dendamku asal kamu benar-benar kembali menjadi milikku seutuhnya,” lanjut Reyhan.
“Apakah papamu tahu kalau aku hamil ?” tanya Sarah Belle sambil menatap Reyhan.
“Belum,” Reyhan menggeleng. “Aku belum menceritakannya.”
“Rey,” Sarah Belle menyentuh jemari Reyhan yang lain. “Apakah papamu merestui hubungan kita ?”
“Awalnya papa menentang hubungan kita, sangat menentang. Namun entah kenapa papa bisa tiba-tiba berubah. Meski tidak terlihat mendukung sekali, tapi papa juga tidak menentangnya, itulah yang membuat aku belum memberitahukan tentang kehamilanmu.
Lagipula aku khawatir papa tidak setuju akan rencanamu yang ingin menjadikan calon anak kita itu sebagai alat untuk membuat Alden menyerahkan sebagian miliknya saat kamu bisa memberinya penerus keluarga Hutama.”
“Rey, aku tidak mungkin mundur saat ini. Bahkan karena kehamilanku itu Alden semakin menjagaku dengan ketat. Kamu pasti sudah mendapat laporan om Herman soal aplikasi pelacak yang ada di handphoneku, kan ?”
“Itu sebabnya aku melarangmu membawa benda itu kemari,” sahut Reyhan.
“Alden akan semakin curiga kalau sampai aku tiba-tiba mundur, Rey. Justru kondisi Alden saat ini seperti kesempatan emas buatku. Alden semakin merasa terikat denganku dan hatinya sudah sejatuh-jatuhnya mencintaiku. Akan aku buat Alden merasakan hal yang sama seperti yang Riri rasakan.”
“Tapi aku khawatir kalau sampai ia menyentuhmu,” ujar Reyhan dengan wajah kesal.
“Rey, Alden tetaplah pria naif dan penuh dengan idealisme yang akan selalu memegang prinsipnya. Bahkan saat aku memintanya untuk tidak melakukan kontak fisik denganku sampai 100 hari ke depan sejak aku sadar, Alden menyanggupinya. Dan ia benar-benar tidak menyentuhku bahkan hanya memegang kepalaku saja tidak Alden lakukan.
Percayalah padaku, Rey. Aku akan menuntaskan rasa marahmu pada Alden yang membuat keluarga Gilang kehilangan Riri.”
“Lalu apa yang akan kamu lakukan ? Alden memang sudah berjanji akan menandatangi surat pengalihan sebagian hartanya untukmu sebelum ia menandatangani perjanjian pisah harta, namun itu semua baru akan dilakukannya setelah kalian resmi menikah. Bagaimana jika Alden menyangkalnya dan semua janjinya itu tidak dipenuhi ?
Kamu akan terikat dengannya secara hukum dan agama hingga sulit untuk melepaskan diri dari Alden. Aku tidak akan rela jika itu sampai terjadi.”
“Rey, kalau kamu sungguh percaya padaku biarkan aku menyelesaikan semuanya hingga tuntas. Kita sama-sama orang hukum, tahu bagaimana mencari celah supaya Alden tidak bisa menyangkal janjinya.”
Sarah Belle mengusap wajah Reyhan untuk meyakinkan pria itu.
Kalau sampai Sarah kembali padamu saat ini, aku tidak tahu bagaimana nasib jiwaku, Reyhan.
“Lagipula aku masih sedikit bingung dengan kepribadianku saat ini, Rey. Jangankan kamu yang seolah melihatku sebagai orang lain, aku sendiri masih meraba-raba tentang identitasku yang sebenarnya. Tolong beri aku kepercayaan dan kesempatan untuk mengembalikan semua pada tempatnya, Rey,” pinta Sarah Belle dengan wajah memelas.
Reyhan menghela nafas panjang dan terlihat ekspresi wajahnya tidak rela mengangguk, menyetujui permintaan Sarah.
“Lalu apakah aku juga harus menjadi seperti Alden ? Tidak boleh melakukan kontak fisik denganmu sampai masa 100 hari itu berakhir ?”
“Rey, aku memberlakukan itu pada Alden supaya aku tetap utuh menjadi milikmu seorang.”
Bohong Rey… Bohong. Tolong jangan bereaksi lebih jauh, teriak Annabelle dalam hatinya.
Aku menghindari kontak fisik dengan Alden karena setiap kali ia menyentuh Sarah, hatiku berdebar tidak karuan dan serasa dibawa melayang ke langit ketujuh. Namun sedetik kemudian seperti dihempaskan karena Alden memperlihatkan tatapan penuh cinta untuk Sarah dan memanggil wanita itu dengan sebutan Sayang penuh perasaan.
“Kalau begitu saatnya kamu membayar ceritaku barusan,” Reyhan mendekatkan posisi duduknya, mengambil piring buah yang dipegang Sarah dan meletakkannya di atas meja.
Please jangan Rey dan tubuh ini tolonglah bekerja sama denganku. Jangan biarkan ingatan Sarah yang muncul saat sentuhan Reyhan mulai dirasakannya.
“Rey,” Sarah menahan dada Reyhan yang sudah siap menciumnya. “Aku tidak tahu kenapa menstruasiku belum selesai. Apa mungkin ini yang disebut masa nifas seperti layaknya wanita yang baru melahirkan.”
“Tidak masalah. Bukankah kamu selalu punya cara untuk memuaskanku bahkan di saat kamu datang bulan ?”
Oh tidak ! Annabelle kembali berteriak dalam hatinya. Berpikirlah Belle… berpikir…
Ingat apa yang dikatakan Yudha. Tubuh ini memang milik Sarah tapi hati dan pikirannya milik Annabelle, dan kalau sampai semuanya terjadi maka ingatan itu akan menjadi bagian hidup Annabelle selamanya.
“Tapi Rey…”
Sarah Belle tidak sempat melanjutkan ucapannya karena Reyhan langsung menyambar bibirnya dan menahan tengkuk Sarah sementara tangan lainnya menahan pinggang Sarah.
“Rey…” Annabelle terus berusaha melepaskan diri dari keinginan Reyhan yang terus menggebu.
Sarah Belle tidak membalas ciuman Reyhan hingga pria itu semakin keras berusaha bermain di dalam mulut Sarah hingga akhirnya Reyhan harus menghentikan aktivitasnya saat pintu apartemen digedor cukup keras.
“S**it !” maki Reyhan dengan wajah kesal.
“Buka pintunya dulu, Rey,” pinta Sarah Belle sambil merapikan rambut dan bajunya.
“Kamu tidak memesan makanan atau apapun, kan ?” tanya Reyhan dengan dahi berkerut.
“Tidak,” Sarah Belle menggeleng. “Lagipula sejak kapan resepsionis mengijinkan kurir langsung mengantar ke depan pintu ?”
Reyhan menghela nafas dan membenarkan ucapan Sarah Belle. Reyhan sampai lupa kalau sekarang ia berada di apartemen.
“Kamu yakin tidak ada yang mengikutimu kemari ?”
“Yakin,” Sarah Belle mengangguk pasti.
Reyhan menggerutu kesal dan beranjak dari sofa untuk membukakan pintu.
“Rey, kamu tidak pakai baju dulu ?”
“Biar yang datang tahu kalau ia sangat mengganggu kita !” gerutu Reyhan.
Saat pintu dibuka, tanpa permisi, tamu itu langsung menerobos masuk.
“Pulang !” perintahnya.
“Alden ?” Sarah Belle tercengang melihat pria itu berdiri di hadapannya.
Terima kasih karena kamu datang tepat waktunya, Den, batin Annabelle sambil tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Rosmaliza Malik
klu kamu tetap terima Sarah mmg bodoh la kamu Alden...
terima bekas orang lain
2023-10-26
1