“Alden !”
Sarah Belle yang diantar pulang oleh Yudha terkejut saat melihat Alden berdiri dekat pintu masuk dalam apartemennya.
“Darimana kalian berdua malam-malam begini ?” wajah Alden yang terlihat emosi menatap curiga Sarah Belle dan Yudha bergantian.
“Kami tidak sengaja bertemu,” sahut Sarah Belle buru-buru dengan wajah kikuk.
“Kenapa bibirmu terluka ?” mata Alden menyipit dan tangannya terulur hendak menyentuh bibir Sarah Belle yang sempat luka karena tamparan Tuan Wira.
Alden tercengang saat Sarah Belle mundur dan menggeleng.
“Tidak apa-apa, hanya luka ringan. Tadi Yudha sudah mengobatiku.”
“Lalu untuk apa kamu mengantar calon istriku sampai ke apartemen begini ?” Alden menatap Yudha dengan tajam, menunjukkan rasa tidak suka dengan perlakuan Yudha.
“Tadi Belle… mmmpp… maksudku Sarah…”
“Tadi ada orang yang berusaha mencopetku,” potong Sarah Belle cepat sambil menatap Alden. “Untung saja Yudha pas lewat situ. Aku sempat ditampar oleh pencopetnya.”
Alden menyipitkan matanya, menelisik wajah Yudha dan Sarah bergantian. Sarah Belle sempat membalas tatapan Alden namun sebentar kemudian ia membuang muka ke lain arah.
Entah mengapa hatinya sakit mendengar Alden tetap menyebut Sarah sebagai calon istrinya. Rasanya Annabelle ingin berteriak mengatakan kalau pria kesayangannya itu telah dibodohi oleh wanita pujaannya.
“Istirahatlah !” suara Alden yang melunak membuat Sarah tercengang, menatap Alden dengan wajah bingung.
“Kesehatanmu belum pulih benar. Lain kali hati-hati kalau keluar malam,” ujar Alden dengan suara datar.
“Kami pulang dulu.”
Alden memberi isyarat pada Yudha supaya ikut keluar dengannya.
“Aku pulang dulu Belle… eemm… maksudku Sarah.”
“Hati-hati kalian berdua,” ujar Sarah Belle di depan pintu apartemen.
Alden memberi isyarat supaya Sarah Belle menutup pintunya sebelum Alden dan Yudha pergi.
“Aku mau bicara denganmu,” ujar Alden dengan suara datar saat mereka berada dalam lift.
“Kalau elo ingin membahas soal curahan hati Sarah, gue jawab tidak bisa,” ujar Yudha. “Kita memang sahabat, tapi status gue dengan Sarah adalah pasien dan dokter, jadi gue wajib menjaga privasi pasien gue.”
“Tidak bisakah kita bicara sebagai dua pria yang pernah menjadi sahabat baik ?”
Yudha hanya menghela nafas, tidak mengiyakan dan tidak menolak hingga akhirnya lift sampai di lantai dasar.
“Naik mobil atau jalan kaki ?” tanya Yudha saat keduanya sudah keluar dari lift.
“Hanya di seberang,” sahut Alden sambil terus melangkah dengan kedua tangannya di dalam saku celana.
Keduanya mengambil meja dekat kaca. Yudha sempat mengedarkan pandangan ke sekeliling cafe. Tempat yang cukup nyaman dan posisinya strategis di antara 2 apartemen mewah di kota Jakarta.
“Aku tidak ingin mengetahui detil curahan hati Sarah,” ujar Alden membuka percakapan setelah mereka memesan minuman.
“Tadi elo bilang ingin bicara sebagai dua pria yang berstatus sahabat, tapi cara ngomong elo lebih cocok kalau sedang berhadapan dengan partner bisnis, bukan sahabat.”
Alden menghela nafas dan membuang pandangan keluar jendela.
“Ada hal yang perlu elo tahu sebelum kita mulai bicara, Al,” ujar Yudha kembali bicara saat dilihatnya Alden diam saja. “Masalah hati gue yang pernah suka dengan Sarah sudah lewat dan nggak bersisa. Jangan berpikir soal CLBK atau semacamnya dan saat ini gue murni membantu sebagai seorang psikiater.”
Dan karena Belle, Al. Gue mau Belle bisa kembali ke raganya lagi, ujar Yudha dalam hatinya.
“Terus kenapa elo harus berbohong dengan mengatakan kalau Sarah menderita amnesia sementara ?”
“Karena itu kenyataannya, Al. Sarah juga mengalami disorientasi kepribadian dimana kadang-kadang lupa dengan kondisi dan situasinya sendiri. Terlalu panjang menjelaskan pada orang tentang kondisinya. Kebanyakan orang akan lebih mudah mengerti saat mendengar kata amnesia namun sifatnya sementara. Bukan tidak mungkin Sarah bisa kembali menjadi dirinya yang dulu.”
“Maksud elo disorientasi kepribadian gimana ?” Alden menatap Yudha dengan dahi berkerut.
“Terkadang elo melihat dia bertingkah sebagai Sarah dan di lain waktu dia berbuat seperti orang lain.”
“Maksud elo cewek culun itu ?”
Yudha menghela nafas saat mendengar Alden masih enggan menyebut nama Annabelle.
“Kenapa elo harus membenci Belle, Al ? Dia nggak salah. Masalah perjodohan itu juga bukan kemauannya tapi keinginan orangtua elo sendiri.”
“Gue lagi membahas soal Sarah.”
“Dan akan berkaitan dengan Belle juga,” tegas Yudha. “Jangan menghindar apalagi menyangkal kalau elo melihat dan merasakan kalau kelakuan Sarah saat ini lebih mencerminkan sosok Annabelle daripada Sarah.”
Yudha kembali membiarkan Alden terdiam untuk beberapa saat. Kebetulan pelayan juga datang mengantarkan pesanan mereka.
“Kejadian itu sudah lewat tigabelas tahun yang lalu, Al dan Belle tidak mengerti apapun saat itu. Bukan keinginannya juga melihat elo berantem atau dikeroyok sama teman-teman kita.
Apalagi saat itu Belle sendiri baru kelas 3 SD, pikirannya murni masih anak-anak. Nuraninya yang bicara dan dorongan ingin melindungi orang yang disayanginya sebagai saudara, membuat Belle reflek membantu elo dan melaporkan semua kejadian itu sama nyokap elo.
Bukan salah dia juga kalau sampai elo diejek karena ditolong oleh anak SD yang culun namun berani. Bukan keinginan Belle hidup sebagai anak sopir keluarga Hutama.
Kenapa elo harus hidup berdasarkan penilaian orang, bukan dari suara hati elo sendiri ? Saat itu Belle menyayangi elo dengan tulus dan menganggap elo adalah seorang kalak yang menjadi idolanya. Kalaupun seiring berjalannya waktu, perasaan Belle berubah itu pun tidak masalah karena kalian tidak terikat dalam hubungan darah.
Belle nggak pernah memaksakan diri untuk membuat elo membalas cintanya. Kalaupun dia berada di dekat elo terus, semua itu bukan karena keinginannya meski dia bahagia punya kesempatan seperti itu.
Berhentilah membencinya. Al. Kecelakaan yang menimpanya dan Sarah bukan bertujuan untuk melenyapkan Sarah, tapi menghindarkan elo dari kematian !”
“Apa maksud lo ?” Alden menatap Yudha dengan tajam dan dahi berkerut.
“Hanya polisi yang bisa mengungkap kebenarannya, Al, bukan gue. Tapi sebagai seorang pria hebat seperti elo, cobalah berpikir rasional, jangan mengedepankan emosi saja. Apa mungkin Belle mengkonsumsi obat tidur kalau tujuannya ingin mencelakai Sarah ? Seharusnya dia memberi obat tidur itu pada Sarah bukan menelannya sendiri.”
“Kenapa tidak mungkin ? Gadis pengecut itu selalu berlindung di balik kekuasaan orang lain, jadi dia tidak punya keberanian langsung untuk melakukan niat buruknya. Sayangnya dia tidak mengukur dosis obat yang membuatnya harus tetap terjaga.”
“Maksud elo selama ini Belle selalu berlindung pada orangtua elo ? Memanfaatkan kasih sayang Om Wira dan Tante Lanny ?”
“Itu kenyataan, kan ?” Alden tersenyum sinis. “Dia tidak pernah mau mendengarkan permintaan gue supaya menjauh dari kehidupan gue. Dia malah menuruti semua permintaan mommy dan terus menempel sama gue. Kalau dia sayang dan peduli sama gue, dia akan memilih menjauh supaya ejekan itu berhenti bergaung dalam pikiran gue.”
“Elo sakit, Al,” Yudha tersenyum tipis. “Elo terkukung dengan trauma kehidupan remaja lo sendiri. Ejekan teman-teman yang menganggap elo pria bodoh karena berteman dengan anak sopir yang culun itu elo bawa terus hingga menempel dalam otak dangkal lo ! Bukan Annabelle yang terus mengikuti elo, tapi pikiran elo sendiri yang membawa Annabelle dalam setiap hembusan nafas elo.
Elo sendiri yang terus menekankan pada diri elo kalau Belle adalah toxic, Belle adalah perusak hidup lo yang membuat elo harus menerima ejekan.
Sumpah Al, gue nggak nyangka kalau hati elo benar-benar dangkal. Saran gue sebagai psikiater ada baiknya elo berobat sebelum jadi manusia yang kehilangan nuraninya.
Dan sebagai sahabat, dengan senang hati gue akan membantu elo membebaskan diri dari Annabele. Setelah dia sadar, gue akan membawa Belle benar-benar jauh dari kehidupan elo dan gue pastikan kalau elo nggak bakal pernah bertemu lagi dengannya selama gue hidup.”
“Maksud lo akan menjadikan dia istri lo ?” Alden tersenyum mengejek. “Apa seorang paikiater bisa sehebat itu ? Merubah wanita obsesi menjadi pecinta sejati ?”
“Belle tidak pernah terobsesi sama elo, Al. Dan sebagai seorang psikiater, gue justru melihat elo yang terobsesi dengan Belle.”
“Simpan diagnosa basi elo !” tukas Alden dengan nada penuh emosi.
“Gue pasti bisa membuat Belle mencintai gue karena gue lebih dulu mencintai Annabelle. Gadis itu selalu menghargai ketulusan orang lain, makanya gue yakin kalau Belle akan menerima ketulusan cinta gue.”
“Receh,” Alden mencebik sambil tertawa sinis.
Yudha menghela nafas sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi mengatupkan kedua jemari di depan mulutnya.
“Saat ini yang perlu elo tanamkan dalam hati lo, Al kalau keluarga elo menerima Sarah tinggal di rumah keluarga Hutama bukan karena dia seorang Sarah, calon istri Alden Hutama.
Mereka menerima Sarah karena merasakan ada kepribadian Belle yang memancar dalam perilaku Sarah.
Kecantikan fisik bisa diciptakan manusia seperti topeng, Al, hanya sekejap semua bisa berubah.
Tapi kecantikan hati tidak bisa dibentuk secara tiba-tiba dan instan. Nurani manusia perlu diasah setiap waktu hingga lebih peka dan peduli pada orang lain, tidak hanya mengedepankan emosi dan ego.”
”Kenapa Sarah minta waktu 100 hari ? Apa karena saran dari elo atau jaminan kalau dia akan sembuh dari disorientasi kepribadian dan amnesianya ?”
”Kesembuhan penderita amnesia atau apapun juga tidak bisa dipastikan dengan angka. Dokter bukan Tuhan. Sarah Belle sendiri yang menentukan angka itu.”
“Sarah Belle ?”
”Ya, gue yang kasih nama dia Sarah Belle, karena dia sendiri masih suka bingung karena fisiknya terlihat sebagai Sarah, namun hatinya adalah milik Annabelle. Supaya lebih mudah, gue kasih dia nama Sarah Belle, tapi gue lebih suka memanggilnya Belle karena menurut pengamatan gue, sifat Belle lebih kuat menguasai Sarah saat ini.”
“Kenapa tiba-tiba Belle yang menjadi bagian lain kepribadian Sarah ?” Alden menatap Yudha sambil mengerutkan dahi.
“Sementara gue belum bisa memberikan penjelasan medisnya. Yang pasti keduanya terikat secara emosi, namun dalam bentuk apa, gue belum menemukan jawabannya. Dan kemungkinan elo yang menjadi penyebab keterikatan mereka.”
“Kenapa gue ?”
“Masih perlu nanya, Al ?” Yudha tertawa mengejek. “Hubungan kalian itu ibarat cinta segitiga. Dan ada baiknya mulai sekarang elo mengasah hati nurani elo sendiri. Waktu berjalan tanpa bisa dihentikan apalagi diputarbalikan, Al. Mungkin waktu yang dibentangkan oleh Sarah Belle adalah kesempatan elo untuk mencari jawaban dengan suara hati, bukan logika. Penyesalan selalu ada di belakang, Al dan hidup bukanlah skenario film yang bisa elo tayang ulang dengan revisi di sana sini.”
Yudha menyesap minumannya, secangkir teh pahit hangat bukan kopi karena hari sudah malam. Pukul 10.30.
“Gue harus balik, Al, udah malam. Besok pagi gue harus isi acara seminar.”
“Yudha,” panggil Alden saat Yudha hampir beranjak dari kursinya.
“Cewek culun itu sudah tahu kalau Sarah berselingkuh di belakang gue.”
“Terus ?” Yudha kembali duduk dan menatap Alden dengan alis menaut.
“Kalau dia seperti yang elo bilang seharusnya dia langsung memberitahu gue dan bukan menyembunyikannya. Gue malah kepikiran kalau rekaman yang dia punya itu tujuannya untuk mengancam Sarah dan melihat gue hancur karena batal menikah.”
Yudha menghela nafas panjang dan dalam sambil menatap Alden dengan wajah sebal.
“Carilah psikolog atau psikiater yang bisa membantu elo move on dari pikiran negatif soal Annabelle. Gue cabut dulu. Otak gue bisa blur dan ngaco kalau kelamaan ngomong sama elo.”
Yudha beranjak bangun dan membiarkan Alden sendirian mencerna nasehat Yudha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Rosmaliza Malik
Alden yg obsesi mbenci Belle...gara2 trauma masa lalu
2023-10-26
1
𝓐𝔂⃝❥hanny👈🏻
jadi itu sebab nya Alden sangat membenci Belle... emang dasar otak dangkal.
2023-04-28
2
Tatik R
aduh kejam banget praduga nya si Alden ini
2023-04-07
1