Sabtu pagi Sarah Belle baru saja keluar kamarnya setelah membersihkan diri.
“Om Juan,” sapanya dengan senyum mengembang membuat pria tinggi dan berwajah dingin itu mengerutkan dahi.
“Apa kabanya Tante Sita, Nino dan Naila ?”
Juan semakin mengerutkan dahinya. Bahkan ia belum pernah bertemu dengan wanita di hadapannya yang dinyatakan sebagai calon istri tuan mudanya, tapi bagaimana wanita ini bisa tahu nama istri dan kedua anaknya.
“Sepertinya kita belum pernah bertemu,” sahut Juan dengan nada datar dan wajah kaku.
Annabelle yang baru sadar kalau dirinya sedang berperan sebagai Sarah, buru-buru membuang muka, enggan membalas tatapan Juan.
“Maaf… maafkan saya,” ucap Sarah Belle sambil bergegas ke dapur.
Sarah Belle menyibukkan dirinya di dapur sambil merutuki dirinya karena sering kelepasan bersikap sebagai Annabelle.
“Nona, anda dipanggil Tuan besar dan diminta datang menemui Tuan di ruang kerjanya.”
“Aauuwww” Sarah Belle meringis saat tangannya terkena pisau karena kaget mendengar suara Bik Ipa.
“Maaf Nona, saya tidak bermaksud menganggetkam Nona. Mari saya bantu obati,” Bik Ipa bergegas mendekat dan menyambar kain lap yang ada di dekatnya untuk membungkua jari telunjuk Sarah Belle.
“Sebentar saya ambilkan obat.”
Bik Ipa dengan cekatan mengambil kotak P3K yang ada di salah satu lemari dekat dapur dan langsung mengobati luka Sarah Belle yang meringis saat Bik Ipa meneteskan obat luka.
“Terima kasih bantuannya, Bik. Saya menemui Om Wira dulu supaya tidak terlalu lama menunggu.”
Bik Ipa hanya mengangguk dan menatap Sarah Belle dengan dahi berkerut sampai wanita itu tidakterihat lagi dari tempatnya berdiri.
Sampai di depan pintu ruang kerja Tuan Wira Hutama, Sarah Belle mengetuk pintu dan membukanya setelah diminta masuk oleh suara dari dalam ruangan.
Wajahnya sedikit tegang saat mendapatkan bukan hanya Tuan Wira yang sedang menunggunya.
Wajah Alden sama tegangnya dengan Sarah Belle hingga pria yang begitu memuja Sarah diam saja saat Sarah Belle melangkah masuk.
“Duduklah !” Tuan Wira menunjuk satu bagian sofa yang kosong bersebelahan dengan Juan dan berhadapan dengan Alden dan Nyonya Lanny.
Ada Reno, asisten Tuan Wira yang duduk menggunakan kursi tambahan.
“Bibik bilang Om memanggil saya,” dengan sedikit gugup, Sarah Belle memberanikan diri untuk membalas tatapan tuan Wira.
Tuan Wira yang menatap Sarah Belle melirik ke arah Juan dan memberi isyarat. Juan pun langsung memberikan satu map kuning pada Sarah Belle.
“Apa itu, Daddy ?” Alden tidak sabar melihat isi map itu sampai ia memajukan posisi duduknya ke pingir sofa.
“Biarkan calon istrimu yang menyampaikan langsung padamu dan kita semua.”
“Sayang, cepatlah buka dan lihat isi map itu,” pinta Alden dengan wajah tidak tenang.
Dalam hatinya, Alden berharap isi map itu adalah sesuatu yang baik bukan tentang hal buruk.
Sarah Belle menghela nafas sambil membuka map itu. Annabelle yakin kalau isinya adalah laporan kesehatan Sarah seperti yang pernah diperlihatkan oleh Yudha.
Mommy Lanny dan daddy Wira mengerutkan dahi saat melihat ekspresi wajah Sarah biasa-biasa saja. Keduanya menanti perubahan raut wajah calon menantu mereka saat Sarah mulai membaca lembaran kedua.
Hasil tes DNA janin Sarah dengan Alden : tidak cocok.
“Dokumen apa, Sayang ?” Alden batal mengambil map yang dipegang Sarah saat daddy Wira berdehem dan melotot pada Alden.
Sarah Belle mendongak menatap Alden yang menautkan alisnya.
“Lembar pertama menyatakan kalau Sarah sedang hamil 11 minggu…”
“Kamu hamil ?” Alden sampai berdiri dan matanya membulat menatap Sarah dengan perasaan campur aduk.
“Bagaimana bisa…” desisnya dengan wajah kecewa.
“Akibat kecelakaan kemarin, Sarah harus kehilangan bayinya dan di lembar kedua menyatakan kalau janin itu bukan anakmu.”
Wajah datar Sarah yang melanjutkan penjelasannya tanpa perasaan cemas menatap Alden, membuat keempat orang lainnya bertanya-tanya.
Belum lagi ucapan Sarah seolah-olah menyampaikan berita tentang orang lain, bukan tentang kondisi dirinya sendiri.
Alden pun sempat dibuat bingung karena bukan wajah penuh rasa bersalah dan takut yang diperlihatkan oleh Sarah, hanya wajah datar dan sikap biasa saja.
“Siapa yang menghamilimu ?” tanya Alden dengan mata menyipit.
“Aku tidak tahu,” kali ini Annabelle hanya bisa memberikan jawaban itu karena ia memang belum mengetahui siapa pria yang dipanggil sayang oleh Sarah di telepon.
”Maksudnya kamu diperkosa ?” Juan yang sejak tadi memperhatikan Sarah tidak mampu menahan rasa penasarannya.
“Saya yakin tidak,” Annabelle kembali menghela nafas. “Tapi saya belum ada gambaran tentang pria yang telah menanamkan benihnya di tubuh Sarah.”
“Apa maksudmu ?” bentak daddy Wira dengan suara tinggi dan wajah memerah karena marah.
Mommy Lanny yang duduk di dekatnya terkejut dan menyentuh jemari daddy Wira untuk menenangkannya.
“Apa maksudmu ada lebih dari satu pria yang pernah tidur denganmu ?” pancing Juan.
“Om Juan !” protes Alden dengan tatapan tidak suka.
“Masalah itu saya juga tidak tahu, Om. Semoga saja tidak.”
Annabelle yang kembali lupa kalau orang-orang melihatnya sebagai Sarah berbicara santai dengan wajah berpikir.
“Jangan jadikan kecelakaan kemarin sebagai alasan untuk membuatmu lupa dengan pria yang menjadi selingkuhanmu selama ini,” tegas Tuan Wira dengan wajahnya yang masih menahan marah.
Annabelle menghela nafas. Seperti pesakitan di ruang persidangan, semua mata menatap kepadanya, menunggu pengakuan dari Sarah.
“Saya tidak pura-pura lupa, Om Wira. Saya sungguh tidak tahu siapa yang menghamili calon istri Alden.”
“Kenapa sejak tadi ucapanmu seolah ditujukan pada orang lain yang bernama Sarah bukan pada dirimu sendiri ?” tanya Juan.
Belum sempat Sarah Belle menjawab, pintu ruangan diketuk dan langsung terbuka sebelum ada jawaban dari dalam.
“Maaf kalau saya mengganggu,” Yudha berdiri di pintu dengan nafas sedikit terengah.
Tanpa diminta Yudha mendekati sofa dan menarik kursi lain ke dekat Sarah Belle yang terlihat senang melihat kehadiran psikiaternya.
Alden yang melihat senyum mengembang di wajah Sarah saat menatap Yudha, langsung tersulut emosi karena rasa cemburu.
“Mau ngapain elo di sini ? Ini pertemuan keluarga,” tegas Alden yang masih dalam posisi berdiri.
”Tentu saja sebagai psikiaternya Sarah,” sahut Yudha santai sambil menatap Sarah yang berbinar senang.
“Atau jangan-jangan…” mata Alden menyipit, menatap Yudha dan Sarah dengan tatapan curiga.
“Duduk dulu dan tenangkan hati elo supaya jangan gampang berpikir negatif,” ujar Yudha sambil tertawa pelan.
Mommy Lanny yang duduk di sebelah Alden menarik tangan putranya supaya duduk kembali.
“Maaf kalau kedatangan saya mengganggu,” Yudha menatap satu persatu yang ada di ruangan itu dan mengabaikan tatapan cemburu Alden.
“Saya yakin kalau saat ini Om dan Tante ingin mendengar langsung pengakuan Sarah soal kehamilannya yang terpaksa harus menjalani proses kuretase karena kecelakaan beberapa waktu lalu.”
”Tidak usah bertele-tele,” dengus Alden dengan nada sinis.
“Oke, Bro. Sudah tidak sabaran rupanya calon suami
Sarah,” ledek Yudha sambil terkekeh.
”Akan sulit menggali ingatan Sarah tentang hidupnya sebelum kecelakaan terjadi, termasuk mencari tahu siapa ayah biologis janin yang sempat dikandungnya, Bisa dikatakan kalau Sarah mengalami amnesia meski kepalanya tidak terbentur apapun.”
“Sampai kapan ingatan Sarah bisa kembali, Yudha ?”
tanya mommy Lanny dengan wajah cemas. “Dan sudah pasti bisa kembali lagi kan ? Tante tidak mau kondisi Sarah ini menjadi alasan yang memaksa Alden harus menikahinya.”
“Mommy !” protes Alden. “Aku sudah dewasa sekarang, sudah hampir kepala 3. Tolong hargai keputusanku dalam mencari pasangan hidup.”
“Apa maksudmu, Alden ?” Dahi mommy Lanny makin berkerut. “Jangan bilang…”
Alden kembali bangun dan sedikit memutar melewati Yudha lalu duduk di samping Sarah dengan posisi cukup dekat.
“Sayang,” Alden langsung meraih jemari Sarah yang membalas tatapan Alden dengan alis menaut.
“Apapun yang terjadi padamu saat ini, aku tidak akan merubah keputusanku untuk menikahimu dan menjadikanmu istriku satu-satunya.”
Annabelle langsung terbelalak begitu juga dengan Yudha dan kedua orangtua Alden. Tujuan awal membongkar kebohongan Sarah adalah ingin membuat Alden membatalkan niatnya menikahi Sarah bahkan jika perlu sampai Alden membenci wanita itu. Namun di hadapan mereka sekarang, Alden malah menunjukkan kekerasan hatinya untuk tetap menjadikan Sarah sebagai istrinya.
“Apa kamu sudah gila, Al ?” pekik mommy Lanny dengan wajah memerah karena emosi.
“Dia sudah berselingkuh di belakangmu bahkan sampai punya anak. Kalau saja kecelakaan itu tidak terjadi, wanita ini akan pura-pura bodoh dan membuatmu berpikir kalau anak yang ada di kandungannya adalah benihmu.”
Suara lantang mommy Lanny dengan wajah penuh emosi tidak membuat Alden gentar. Tatapan penuh cinta tetap diberikan untuk sosok Sarah yang justru terlihat sedih.
Sarah Belle menarik jemarinya yang digenggam Alden dan menatap pria yang dipuja Annabelle dengan sorot penuh luka dan kecewa.
“Aku tidak akan menikah denganmu sampai kondisi ingatanku kembali normal,” ujar Sarah Belle sambil menghela nafas panjang. “Dan pernikahan di antara kita tidak akan terjadi sampai 90 hari ke depan.”
“Kenapa harus 90 hari ?” tanya Alden sambil mengernyit.
“Tidak ada alasan khusus,” sahut Sarah Belle dengan raut wajah sedih. “Dan selama itu juga biarkan Yudha membantuku untuk memulihkan kondisinya kembali seperti semula. Kalau sampai sebelum 90 hari ke depan, ingatanku sudah pulih, kamu terap harus menungguku sampai 90 hari berlalu.”
“”Tidak masalah bagiku menunggu 90 hari lagi. Aku akan ikut membantu memulihkan ingatanmu, hanya saja aku keberatan jika Yudha terlalu dekat denganmu dan sering-sering menjadi teman curhatmu.”
Alden melirik Yudha yang duduk di sebelah kanannya dengan tatapan sinis sementara psikiater tampan itu mencebik lalu menggelengkan kepalanya.
“Tidak bisa dan tidak ada pilihan. Hatiku sudah terlanjur nyaman dengan Yudha sebagai psikiater, sesuai dengan pilihan Tante Lanny,” geleng Annabelle dengan wajah tegas.
Meskipun wajahnya benar-benar tidak rela membiarkan calon istrinya terlalu dekat dengan Yudha, rivalnya saat mendapatkan cinta Sarah, akhirnya Alden mengangguk sambil menghela nafas.
“Apapun demi kesembuhanmu, Sayang,” Alden kembali menggenggam jemari Sarah yang tanpa terduga langsung ditarik oleh wanita itu.
“Aku tidak ingin kita banyak melakukan kontak fisik sampai 90 hari ke depan,” tegas Sarah sambil menatap Alden seolah ingin menyampaikan kalau ucapannya tidak bisa dibantah.
“Baiklah,” Alden kembali mengangguk sambil menarik nafas panjang, menahan emosinya.
Daddy Wira tersenyum sinis melihat Alden menuruti semua permintaan wanita penipu itu sementara Yudha tertawa dalam hatinya dan hanya menampilkan senyuman tipis di bibirnya.
Berjuanglah Belle, setidaknya saat ini kamu masih bisa membuat Alden menuruti keinginanmu, batin Yudha.
Sarah Belle ijin meninggalkan ruangan dulu yang diikuti oleh Alden.
Meski kecewa melihat reaksi Alden yang sungguh di luar dugaan, mommy Lanny masih berusaha berpikir positif. Masih ada waktu 90 hari sesuai permintaan Sarah, masih ada kesempatan untuk membuka mata hati Alden sebelum pernikahannya dengan Sarah terjadi.
“Yudha,” mommy Lanny memanggil. “Apakah kamu bisa melakan hipnoterapi atau apapun itu untuk memastikan sesuatu tentang perubahan sikap Sarah ?”
“Maksud Tante ?”
“Entah mengapa Tante justru seperti melihat Annabelle di dalam diri wanita licik itu. Bahkan sampai hasil masakannya benar-benar sama persis bentuk dan rasanya dengan buatan Annabelle.”
“Mungkin selama ini diam-diam Sarah mendekati Annabelle untuk meminta ilmu bagaimana membahagiakan calon mertuanya,” Yudha mencoba mengalihkan pikiran mommy Lanny.
“Ok kalau memang itu alasannya, masih bisa Tante terima dengan logika. Tapi satu hal yang menjadi pertanyaan dalam pikiran Tante, selama Sarah ada di dapur, dia tidak lagi bertanya pada para pelayan dimana tempat peralatan masak, bumbu-bumbu dan penyimpanan bahan masakan. Sarah tahu persis dimana semua letaknya hampir tanpa salah dan hal itu juga membuat para pelayan bingung dan bertanya-tanya.
Selain penghuni rumah ini, hanya Annabelle yang tahu detil semuanya itu termasuk tata letak di kamar Alden.
Apakah ada penjelasan medis yang bisa menjelaskan pengetahuan Sarah tentang rumah ini, Yudha ?”
“Kalau masalah itu memang belum bisa saya jelaskan alasan medisnya, Tante.”
“Aku juga merasakan hal yang sama, Sayang,” ujar daddy Wira menimpali ucapan mommy Lanny.
“Cara wanita itu berbicara, tertawa bahkan menyapaku membuat pikiranku selalu teringat pada Annabelle,” lanjut daddy Wira dengan wajah sedih.
“Bahkan saya juga dibuat bingung oleh Nona Sarah, Tuan.”
Juan ikut buka suara membuat Tuan dan Nyonya Hutama menatapnya begitu juga dengan Yudha. Reno terlihat biasa saja.
“Saat baru datang kemari, Nona Sarah langsung menyapa saya dengan panggilan Om Juan. Bahkan Nona Sarah tahu soal nama istri dan kedua anak saya, padahal selama ini saya belum pernah bertatap muka langsung dengan Nona Sarah. Cara menyapanya terdengar seperti orang yang sudah lama kenal.”
Yudha tertawa pelan mendengar curahan hati Tuan dan Nyonya Hutama serta Juan, orang kepercayaan mereka.
”Saya akan mencari tahu kenapa sampai terjadi begitu,” ujar Yudha menengahi dengan kepala sedikit pusing mengingat situasi yang dihadapi Annabelle saat ini.
“Jangan bilang kalau jiwa Belle yang ada di dalam tubuh Sarah saat ini,” ujar Nyonya Lanny sambil terkekeh. “Aku tidak rela kalau jiwa Annabelle yang koma malah membantu Sarah menjadi wanita baik-baik dan semakin dicintai Alden.”
Yudha ikut tertawa pelan sambil mengusap tengkuknya. Sepertinya Annabelle harus sering-sering diingatkan supaya jangan sampai pikiran mommy Lanny jadi kenyataan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
𝓐𝔂⃝❥hanny👈🏻
lanjut maraton...😁
2023-04-27
1
Tatik R
tapi bisa minta bantuan ma mommynya Alden juga Yudha. si Alden ini dah buta
2023-03-31
1