Sarah Belle menghela nafas panjang sebelum menginjakkan kakinya di lobby kantor Peter Gilang, SH & Partner.
Hari pertama Annabelle masuk dalam dunia kerja yang dijalani Sarah selama ini membuat hatinya berdebar dan pikirannya sedikit takut karena bidang yang digeluti Sarah berbeda dengan pendidikan yang sedang dijalani Annabelle saat ini.
Ingat kuliah, Annabelle menarik nafas panjang. Entah bisa kembali menyelesaikan kuliah dan memberi kebanggaan pada kedua orangtuanya dengan lulus dan diwisuda atau akhirnya hanya tinggal nama saja.
“Bu Sarah,” panggil seseorang saat langkah Sarah Belle hampir mendekati meja resepsionis.
Sarah Belle menoleh dan mendapati seorang wanita seumuran dengan Annabelle datang mendekat. Matanya memicing mencoba membaca tulisan nama pada tanda pengenal yang tergantung di tali.
“Helena ?” ragu-ragu Sarah Belle memanggil wanita ramah yang berdiri di depannya.
“Maaf saya tidak sempat membesuk Ibu di rumah sakit dan saya turut sedih mendengar masalah amnesia yang dialami Ibu saat ini. Tapi jangan khawatir, dokter ganteng itu bilang, lupa ingatan Ibu Sarah hanya sementara. Semakin banyak yang membantu mengingatkan, semakin cepat sembuhnya.”
Tanpa diminta Sarah Belle mengikuti langkah Helena yang membawanya masuk ke dalam lift dan menekan angka 3.
“Saya benar-benar lupa dengan urusan kantor, Helena. Saya berharap kamu bisa membantu saya.”
“Tentu saja, Bu. Saya ini kan asisten Ibu. Untuk sementara kasus-kasus yang Ibu tangani dialihkan ke Pak Syahrir dan Pak Reyhan, jadi Ibu tidak usah khawatir. Pak Reyhan berpesan supaya saya fokus pada pemulihan kesehatan dan ingatan Ibu saja.”
Sarah Belle hanya menjadi pendengar dan mengikuti langkah Helena yang ternyata membawa Sarah masuk ke dalam ruangannya.
Di luar ruangan Sarah ada sekitar 7 orang lain yang duduk di satu ruangan besar, Annabelle tidak sempat menghitungnya dengan pasti karena mengikuti Helena.
Annabelle mengedarkan pandangannya. Satu meja besar dengan dua kursi hadap, tanpa sofa, lemari kabinet pun hanya ada satu dan satu buffet panjang tempat menaruh foto-foto dan berbagai penghargaan di sana.
Annabelle melewati Helena menuju meja kerjanya, menelisik yang ada di atas meja itu. Dahinya berkerut saat tidak mendapati foto Sarah dan Alden di meja kerja itu.
“Helena, saya lupa dimana menaruh kunci-kunci laci meja saya ini. Bisakah hari ini juga kamu memanggil tukang kunci untuk membongkarnya dan mengganti dengan yang baru ?”
“Saya akan usahakan, Bu. Apa ada yang lain lagi ? Mau saya buatkan kopi seperti biasa, Bu ? Sudah tiga minggu ini saya libur membuat kopi kesukaan Bu Sarah.”
“Sementara saya tidak minum kopi, Helena. Dilarang keras selama ingatan saya belum pulih benar.”
“Kalau minuman lain…”
“Air putih saja, siapkan saya air putih. Dan satu lagi, untuk sementara waktu bisakah semua karyawan disini meletakkan nametag mereka di tempat yang mudah terbaca ? Saya agak lupa dengan nama-nama staf yang ada di sini.”
“Baik, Bu.”
Setelah Helena keluar, Annabelle meletakkan tas tangannya dan melihat-lihat dokumen yang ada di dalam lemari kaca. Isinya dokumen kasus-kasus yang pernah ditangani oleh Sarah. Topiknya kebanyakan tentang keluarga yang sepertinya dari kalangan atas. Entah itu tentang perceraian, warisan, sampai masalah anak di luar nikah.
Satu hal yang menarik perhatian Annabelle adalah selalu ada nama Reyhan Gilang di dalam dokumen itu. Sudah pasti nama itu ada hubungannya dengan Peter Gilang, pemilik kantor pengacara ini.
Annabelle berpindah melihat-lihat foto yang ada di atas bufet. Benar-benar tidak ada jejak Alden di ruang kerja Sarah, seolah pria itu bukan siapa-siapa Sarah. Lagi-lagi terlihat satu wajah yang selalu ada dalam setiap foto yang dipajang.
Meskipun semuanya foto bersama, namun wajah pria itu, yang Annabelle yakin adalah Reyhan Gilang, selalu ada dengan posisi berdiri dekat dengan Sarah.
Tidak lama pintu ruangannya diketuk dan Helena muncul bersama 2 orang pria membawa alat pertukangan.
“Ibu mau tunggu di luar atau di sini ?”
“Saya di sini saja. Sekalian saya mau tanya-tanya sama kamu tentang orang-orang yang di foto-foto ini. Saya tidak mau salah memanggil saat bertemu mereka.”
“Saya hanya mengenal Pak Gatot,” Annabelle menunjuk salah satu wajah. “Itu pun karena saya bertemu dengannya saat kemari untuk minta ijin bekerja lagi.”
“Pak Gatot itu asisten sekaligus tangan kanannya Pak Peter, Bu. Beliau bukan pengacara dan dipercaya untuk mengelola operasional kantor.”
“Lalu apakah ini yang namanya Reyhan Gilang ? Anak Pak Peter ?”
“Apa Ibu lupa juga dengan Pak Rey ?” Helena tertawa menggoda Sarah.
“Sedikit,” Sarah Belle tersenyum tipis.
“Semua orang di sini mengira kalau Ibu akan menikah dengan Pak Rey karena selama ini Ibu dan Pak Rey terlihat sangat dekat. Tapi begitu undangan pernikahan Ibu dengan Pak Alden dibagikan, gosip itu berhenti dengan sendirinya.”
Sarah Belle hanya tersenyum tipis dan terus menggali info dari Helena mengenai banyak hal namun tidak berani terlalu jauh menanyakan soal Reyhan Gilang.
30 menit kemudian kedua tukang kunci itu sudah selesai memasang kunci yang baru pada meja Sarah.
“Ada yang perlu saya kerjakan lagi, Bu ?”
“Untuk sementara tidak ada, Helena. Terima kasih.”
Annabelle mulai membuka laci meja kerja Sarah dengan hati sedikit berdebar. Meski orang tidak akan melihatnya sebagai penyusup, namun Annabelle merasa kalau meja ini bukanlah milik kepunyaannya.
Annabelle baru saja membuka laci tengah sebelah kiri. Tidak ada dokumen penting yang menyangkut Alden seperti bayangan Annabelle.
Hingga berpindah ke laci ketiga, Annabelle menemukan satu dompet kosmetik, parfum, satu tas kecil berisi sikat gigi dan perlengkapannya, lalu ada satu peralatan mandi dan satu dompet obat.
Annabelle meraihnya dan membuka untuk melihat isinya. Ternyata selain vitamin ada satu bungkus plastik dengan logo RSIA ternama di Jakarta dan tanggal yang tercantum di depannya adalah 1 minggu sebelum kecelakaan terjadi.
Annabelle langsung meraih handphonenya yang baru dibelikan Alden setelah kejadian sidang kehamilan Sarah oleh Tuan dan Nyonya Hutama.
Annabelle menemukan artikel tentang obat di dalam plastik itu adalah vitamin yang biasa diberikan untuk ibu-ibu hamil.
Berarti Sarah memang tahu kalau dirinya hamil dan malam itu berencana hendak memberikan obat tidur untuk Alden lalu mengatur seolah-olah Alden sudah menidurinya sebelum mereka resmi menikah.
Annabelle masih sibuk memeriksa laci yang lain saat pintu ruangannya kembali diketuk.
“Sudah waktunya makan siang, Bu. Mau ikut kami keluar makan atau titip saja, Bu ?” Helena yang muncul di balik pintu langsung melontarkan pertanyaan.
Sarah Belle melirik jam dinding yang ada di ruangan itu. Jam 12.05. Berarti sudah setengah hari Sarah Belle ada di kantor ini.
“Kebetulan saya bawa bekal hari ini, mungkin kapan-kapan kita janjian makan siang bareng.”
Helena mengangguk sambil tersenyum dan pamit pada Sarah untuk keluar makan dengan staf yang lain.
Annabelle baru merasakan penat setelah beranjak dari kursi dan merenggangkan tubuhnya. Terlalu asyik mencari tahu tentang kehidupan dan rahasia Sarah, Annabelle sampai lupa waktu.
Ia sempatkan ke toilet dulu untuk buang air kecil dan cuci tangan sebelum makan.
“Mereka pasti merasa aneh mendapati seorang Sarah berdandan terlalu sederhana begini. Aku sudah belajar lewat tutorial, ternyata tidak mudah. Mungkin karena tidak bakat dan tidak suka berdandan. Poor Sarah Belle,” gumam Annabelle sambil mencuci tangan dan berkaca di depan wastafel.
Ia tertawa sendiri menatap wajah Sarah yang memang terlihat sangat berbeda dari biasanya. Teringat akan ucapan Tami yang mengatakan kalau Sarah pasti akan terlihat jelek tanpa make-up.
Suasana di lantai 3 terlihat sepi, sepertinya semua memanfaatkan jam istirahat ini untuk meninggalkan ruangan, mencari udara segar sejenak sebelum berkutat kembali dengan tumpukan dokumen tebal.
Sarah Belle terkejut saat tangannya ditarik dan langsung dibawa menuju lift. Bukan lantai 1 tujuannya, tapi lantai 5, tempat teratas bangunan kantor pengacara ini.
Sampai di lantai 5, pria itu menarik Sarah Belle masuk ke salah satu ruangan dan langsung menguncinya.
Tanpa bicara apa-apa, pria itu langsung mencium bibir Sarah dengan ******* yang begitu dalam dan satu tangannya menahan tengkuk Sarah.
Annabelle yang merasa telah dilecehkan dan merasa jijik dengan perlakuan pria ini langsung mendorong pria itu cukup keras.
Annabelle lupa kalau bibir yang dilumat pria itu adalah milik Sarah, bukan Annabelle.
Saat posisi mereka sudah berjarak, terlihat pria itu mengerutkan dahinya.
Reyhan Gilang, desis Annabelle dalam hati.
“Sayang, apa kamu tidak merindukanku ? Sudah 4 minggu ini kita tidak bertemu karena Alden si**lan itu membatasi pergerakanmu dengan alasan pernikahan kalian.”
Sayang ? Apa jangan-jangan pria ini selingkuhan Sarah dan ayah biologis janin yang ada di kandungan Sarah ? batin Annabelle.
“Apa kita ini sepasang kekasih ?” Sarah Belle mengerutkan dahinya.
“Sayang,” pria itu mendekat kembali, mengelus wajah Sarah membuat Annabelle langsung bergidik namun tidak berani bersikap galak.
Pikirannya langsung teringat akan pesan Yudha.
”Ingat ! Kalau kamu mau menggali kebenaran tentang Sarah, maka bersikaplah sebagai Sarah bukan Annabelle”
Meski dengan perasaan takut sebagai Annabelle namun pesan Yudha yang terus teriang di otaknya membuat Annabelle membiarkan Reyhan mengelus wajah dan leher Sarah dan memberanikan diri membalas tatapan Reyhan.
“Reyhan ? Kamu Reyhan, kan ?” dengan wajah drama pura-pura bingung Annabelle mulai menjalankan sandiwaranya.
Tangannya menyentuh wajah Reyhan, seolah ingin memastikan ingatannya.
“Setidaknya kamu tidak lupa namaku karena kita bukan hanya sekedar sepasang kekasih, tetapi sehati, sejiwa dan belahah hidup.”
Pria itu memeluk Sarah Belle dan mengelus punggungnya membuat Annabelle makin jengah namun tidak boleh menolak.
”Maafkan aku karena tidak bisa menjaga anak kita,” ujar Annabelle dengan segenap keberaniannya. Niatnya ingin memancing reaksi Reyhan.
“Tidak apa-apa, sayang. Kita bisa langsung membuatnya lagi kalau kamu mau.”
Deg !
Berarti benar kalau pria yang sedang memelukku.. aahh maksudku memeluk Sarah adalah selingkuhannya, pria yang menghamili Sarah.
“Eeehhh maksudku bukan sekarang juga,” sahut Sarah Belle dengan gugup dan berusaha melepaskan diri dari pelukan pria ini.
“Tentu saja tidak sekarang, sayang,” pria itu tertawa dan melepaskan pelukannya.
”Aku tahu kalau calon anak kita terpaksa dikeluarkan dokter karena kecelakaan itu. Aku datang juga ke rumah sakit malam itu bersama papa, tapi karena sudah ada Alden dan keluarganya, papa mengajakku pulang.”
Annabelle kembali bergidik. Pria di depannya ini memang cukup tampan namun wajahnya memiliki aura yang mengerikan. Seperti wajah pembunuh bayaran yang ada di film-film barat.
“Maaf banyak hal yang hilang dalam ingatanku. Bisakah kamu menjelaskannya satu persatu supaya aku tidak bertambah bingung ?”
Sarah Belle mulai memainkan perannya sebagai pasien amnesia dan berharap pria yang terlihat menyeramkan ini tidak akan curiga padanya.
“Berikan aku ciuman dulu, sudah 4 minggu. Dan aku cemburu saat mendengar kalau kamu tinggal di rumah Alden.”
“Aku bahkan bukan hanya tidur di kamar terpisah tapi juga lantai yang berbeda. Kedua orangtua Alden mengawasiku duapuluh empat jam selama di sana,” Sarah Belle langsung cemberut seolah-olah kesal mendengar ucapan Reyhan.
”Iya sayang, aku tahu,” Reyhan langsung menciumi wajah Sarah dengan gemas.
“Tunggu !” Sarah Belle menahan tubuh Reyhan. “Jangan bilang kamu menaruh mata-mata di rumah om Wira ?”
“Om ? Sejak kapan kamu memanggil calon mertuamu dengan sebutan om dan tante. Bahkan kamu dengan pintarnya membuat Alden langsung memihak padamu saat memanggil orangtuanya dengan sebutan mommy dan daddy.”
“Banyak yang membuat aku bingung, Rey.”
“Dan aku akan membuatmu kembali ingat, terutama tentang kita.”
Tubuh Sarah Belle langsung menegang saat Reyhan kembali mencium bibirnya dengan penuh semangat, lalu turun ke leher Sarah dan tangannya mulai bergerak membuka kancing kemeja Sarah.
“Jangan sekarang, Rey,” Sarah Belle menahan tangan Reyhan yang semakin liar. “Aku belum berhenti menstruasi sejak kuretase itu.”
“Berapa lama ? Paling tidak kita bisa saling memuaskan meski tidak sampai…”
“Rey,” dua jemari Sarah Belle langsung menempel di bibir Reyhan. “Tolong kasih aku waktu dulu Rey. Situasi ini membuat aku benar-benar bingung sampai kepalaku sakit. Dan sekarang aku benar-benar lapar karena belum sarapan.”
Perut Sarah Belle berbunyi membuat Reyhan tertawa mendengarnya.
“Oke, aku akan memberimu waktu, tapi jangan terlalu lama, sayang,” Reyhan kembali mencium bibir Sarah namun dengan lembut dan perlahan.
“Dan carilah alasan untuk kembali tinggal di apartemen. Aku benar-benar cemburu dan kamu tahu apa konsekwensinya kalau sampai aku dilanda cemburu terutama pada calon suamimu yang sok polos itu.”
Sarah Belle tersenyum kikuk dan bulu kuduknya meremang mendengar ucapan Reyhan di telinganya.
“Aku akan mengurungmu seharian dan membuatmu susah berjalan seperti biasanya,” bisik Reyhan dengan nada sensual di telinga Sarah Belle.
Mata Sarah Belle langsung membulat dan bahunya bergidik ngeri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
𝓐𝔂⃝❥hanny👈🏻
oohh ternyata... dan Alden emang bener² bego 😅
2023-04-28
1
Tatik R
ternyata oh ternyata
2023-04-07
1
Farida Wahyuni
ih menakutkan bgt nisa sarah, ga tau apa tujuannya melakukan seksa dg rey, tp mau menikah dg alden.dan alden yg laki2 bodoh mau2 aja dapat bekas orang hahahha
2023-04-05
1