Kalau saja bukan karena saran medis yang diberikan Yudha sebagai psikiater Sarah, Alden tidak akan membiarkan wanita itu kembali bekerja.
Bahkan Yudha ikut mendampingi Sarah datang ke kantor pengacara tempatnya bekerja untuk meyakinkan kalau kesembuhan Sarah akan sangat terbantu kalau wanita itu diijinkan kembali bekerja.
Setelah negosiasi alot dengan pihak kantor pengacara akhirnya Yudha berhasil meyakinkan untuk menempatkan Sarah kembali dengan masa percobaan 3 bulan.
“Hanya dengan cara itu aku bisa mencari tahu tentang rencana Sarah, Yudha,” pinta Annabelle di salah satu pertemuan beberapa hari sebelumnya.
“Lalu bagaimana kalau kamu tidak menemukan apa-apa ?” tanya Yudha.
”Resikonya ada pada Sarah bukan Annabelle,” sahut Annabelle sambil tertawa.
“Kemungkinan besar Sarah akan dipecat dan semoga saja tidak dicabut ijinnya menjadi pengacara,” lanjut Annabelle sambil terkekeh.
“Apa kamu bisa bersikap sebagai Sarah beneran ? Kamu tahu kalau sudah membuat pikiran banyak orang bingung karena secara fisik kamu memang Sarah, tapi mereka merasakan sikapmu sebagai Annabelle.”
“Maaf kalau membuatmu jadi pusing, Dokter Yudha,” ledek Annabelle sambil tertawa.
“Selama ini aku benar-benar tidak tahu bagaimana sikap Sarah sehari-hari. Hanya beberapa kali bertemu, itu pun hanya sebentar saja, jadi yang terlihat hanya sikap songongnya.”
“Misimu hanya membuat Alden jatuh cinta pada Annabelle, kenapa juga harus repot-repot mencari tahu lebih jauh soal Sarah, Belle ?”
“Membuat Alden jatuh cinta ibarat menjalankan mission impossible, dokter Yudha,” Annabelle tertawa getir. “Tapi setidaknya dalam kesempatan 100 hari ini aku bisa membuat Alden membuka mata tentang siapa Sarah meski tidak bisa membuat Alden membencinya.”
“Nothing impossible, Annabelle,” Yudha mencondongkan badannya ke arah Annabelle yang duduk di depannya.
“Kamu lupa kalau kondisimu bisa meminjam tubuh Sarah adalah keajaiban, jadi tidak ada yang mustahil dalam hidup ini kalau Tuhan berkehendak.”
“Anda bijaksana sekali Dokter Yudha,” Annabelle bertepuk tangan sambil mengangguk-angguk dan tersenyum.
“Saya bisa pastikan kalau anda akan jadi paikiater hebat di masa depan.”
“Tapi tetap tidak bisa menggantikan posisi Alden untuk membuatmu kembali ke ragamu sendiri.”
“Takdir, Dokter. Itu namanya takdir,” Annabelle terkekeh.
“Dan nasibku adalah menjaga jodoh orang,” sungut Yudha. Annabelle hanya tertawa.
“Aku yakin kalau Sarah punya tujuan lain pada Alden, seperti menguras harta Alden demi kebahagiaan hidupnya bersama selingkuhannya atau membalas dendam pada Alden karena pernah menyakitinya di kehidupan lampau atau…”
“Cukup Belle !” Yudha mengangkat telapak tangannya dengan wajah sebal. “Kamu tuh terlalu banyak baca buku dongeng sampai pikiranmu dipenuhi ini dan itu.”
“Bukan imajinasi,” Annabelle tertawa. “Tapi mencari segala kemungkinan untuk mencegah jangan sampai Alden terjerat dengan perangkap Sarah.”
“Dasar bucin Alden,” Yudha mencebik dengan wajah kesal.
Annabelle tertawa sambil sesekali menyesap minumannya.
“Jangan terlalu banyak senyum dan tertawa seperti itu di depanku, Belle,” protes Yudha.
“Apakah ada hukum tertulis ?” ledek Annabelle.
“Tidak ada, tapi kamu akan menyesal kalau garis hidupmu berubah. Bukan Alden yang akan membuatmu hidup lagi sebagai Annabelle tapi Yudha.”
Annabelle hanya tertawa sementara Yudha membuang muka sambil menggerutu.
🍀🍀🍀
“Kamu yakin mau ikut aku ke kantor hari ini ?” Alden mengerutkan dahi saat melihat Sarah sudah berpakaian rapi.
“Yakin ! Anggap saja persiapan sebelum aku benar-benar balik bekerja di kantor. Masih ada waktu 3 hari dan aku ingin membiasakan diri dulu dengan suasana di kantor.”
“Tapi jadwalku cukup padat hari ini, jadi tidak bisa menemanimu di ruangan.”
“Tidak masalah, yang penting aku boleh ikut,” Sarah Belle tersenyum ceria melihat gelagat Alden akan mengijinkannya untuk ikut ke kantor Hutama Grup.
Bukan tanpa alasan Annabelle merengek, membujuk Alden untuk mengajaknya ke kantor. Selain karena rindu bekerja sebagai asisten sekretaris di kantor Alden, Annabelle ingin menarik data rekaman percakapan Sarah di toilet kantor Hutama tiga hari sebelum kecelakaan terjadi.
Rekaman dari handphone itu sudah Annabelle copy ke komputer kerjanya sebagai data cadangan kalau sampai handphonenya rusak atau hilang.
Sampai di kantor Hutama Grup, terlihat beberapa karyawan kasak kusuk di belakang Alden dan Sarah yang berjalan beriringan.
Bukan karena Alden membawa wanita bersamanya pagi ini tapi karena sikap Sarah yang berubah seratus delapanpuluh derajat dari kedatangan Sarah sebelumnya.
Semua sudah tahu kalau Sarah, pengacara terkenal yang selalu bergaya sombong dan sok elegan itu adalah calon istri anak pemilik perusahaan.
Biasanya wanita itu akan berjalan mendongak dan jangan harap menoleh ke kanan kiri apalagi memberikan senyuman. Tapi pagi ini, Annabelle sedikit lupa kalau ia datang dan berjalan di sebelah Alden sebagai Sarah, bukan asisten sekretaris Alden.
“Pagi Boss,” sapa Raka begitu Alden masuk ke ruangan sekretariat .
“Pagi Nona Sarah,” Raka kembali menyapa saat melihat sosok Sarah berjalan di belakang Alden.
“Mbak Tami nggak masuk ?” reflek Sarah Belle bertanya saat melihat meja Tami, sekretaris Alden masih rapi dan belum tersentuh.
Alden dan Raka langsung menoleh menatap Sarah Belle dengan alis menaut. Sejak kapan Sarah peduli dengan siapa yang bekerja dengan Alden dan memanggil karyawan dengan embel-embel mbak atau mas bukanlah kebiasaan Sarah.
“Kenapa ? Aku bertanya karena melihat meja Tami masih rapi, seperti belum ada yang menyentuh.”
Sadar kalau Annabelle sudah kelepasan, Belle merubah sikapnya sedikit elegan dan mengabaikan panggilan sopan pada Tami.
“Tami ijin tidak masuk hari ini, Boss,” Raka menoleh pada Alden. “Anaknya yang kecil mendadak panas tadi pagi.”
“Kebetulan aku bisa membantu Mas… maksudku Raka, ya Raka. Aku bisa membantu Raka menggantikan Tami dan Annabelle,” ujar Sarah Belle sambil tertawa canggung.
“Apa yakin Nona Sarah mau mengerjakan pekerjaan administrasi ? Bukankah Nona sangat membenci pekerjaan itu ? Lagipula untuk sementara saya masih bisa menanganinya,” ujar Raka dengan sopan.
“Setidaknya biarkan saya mencoba,” ujar Sarah.
Raka menoleh menatap Alden seolah minta persetujuan boss-nya itu.
“Terserah saja apa maunya dia,” ujar Alden sambil menghela nafas. “Yang penting kamu sudah tahu kalau jadwalku cukup padat hari ini, jadi tidak bisa menemanimu.”
“Tidak masalah,” sahut Sarah Belle dengan penuh semangat dan wajah sumringah.
Lebih bagus kalau kamu dan Raka tidak ada di sini, Alden. Aku bisa tenang mengambil data dari komputer untuk dipindahkan ke handphone, batin Annabelle.
Alden langsung masuk ruangannya diikuti oleh Raka. Sarah Belle sendiri langsung meletakkan tas tangannya di meja Annabelle dan teringat dengan rutinitas paginya setiap hari kalau bekerja di sini.
Membuat kopi untuk Alden.
Selama ini Alden memang menjadikannya bukan sebagai asisten sekretaris sungguhan, lebih cenderung sebagai pesuruh.
Tujuan Alden ingin menjatuhkan mental Annabelle dan membuat gadis itu mengundurkan diri atau minta dipindahkan ke bagian lain.
Bukan kemauan Alden menempatkan Annabelle menjadi asisten sekretarisnya, tapi daddy Wira lah yang mengharuskannnya. Alden tidak bisa membantah karena mommy Lanny ikut andil di dalam rencana tesebut.
Selain sebagai asisten Tami, sekretarisnya, Alden mejadikan Annabelle seperti office girl pribadinya.
Selama 2 tahun lebih, Annabelle tidak pernah mengeluh apalagi sampai minta dipindahkan ke bagian lain.
“Selama ini siapa yang membuatkan kopi untukku, Ka ?” tanya Alden saat Sarah Belle baru saja mengantarkan secangkir kopi ke dalam ruangannya.
Wangi kopi yang menyeruak dari kepulan asapnya membuat Alden langsung menyesapnya. Sudah hampir dua minggu ini, Alden tidak pernah mendapati wangi kopi seperti ini di kantor.
“Tentu saja Belle, Al,” sahut Raka.
“Elo sendiri yang melarang Tomo mengurus keperluan pribadi elo soal makan, kopi bahkan sampai urusan cuci peralatan makan elo harus Belle, nggak boleh yang lain. Sekretaris rasa istri,” ledek Raka sambil tertawa.
“Sembarangan lo !” Alden melotot. “Elo tahu kan kalau tujuan gue membuat tuh cewek jera terus minta pindah kalau perlu sekalian berhenti.”
“Annabelle itu cewek tahan banting, Bro. Lagian dia tulus suka sama elo, jadi apapun akan dia lakukan tanpa kenal capek apalagi kapok.”
“Dan gue nggak butuh itu semua,” omel Alden.
“Terus kenapa mendadak elo jadi nanya-nanya soal kopi ?” Raka mengerutkan dahinya.
“Kopi yang Sarah buat ini persis sama dengan yang biasa gue minum sebelum tuh cewek koma,” gumam Alden yang masih didengar oleh Raka.
“Nah berarti Sarah memang cocok kan jadi calon istri elo ? Sudah bisa buat kopi sesuai selera calon suami,” ledek Raka.
Alden menghela nafas dan menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi kerjanya.
“Sarah nggak pernah nyeduh kopi bahkan buat dirinya sendiri. Di apartemennya cuma ada minuman kaleng dan kopi instant, jadi nggak mungkin gara-gara amnesia sesuai diagnosa Yudha, Sarah mendadak bisa bikin kopi begini.”
“Bukannya selama ini Sarah biasa buatin kopi pas elo sarapan makanya elo minta Tomo dan Tami untuk tidak membuatkan kopi lagi di kantor ?”
“Iya, dan pertama kali gue coba di rumah, gue langsung suka karena rasanya cocok dengan selera gue. Tapi gue baru sadar bahkan di kantor ini kalau kopi buatan Sarah itu mirip dengan yang biasa gue minum di kantor.”
“Mungkin diam-diam Sarah mendekati Annabelle demi mendapatkan bocoran soal apa yang elo suka dan tidak suka terutama urusan perut. Sarah pasti tahu kalau selama ini Belle dididik tante Lanny untuk mendapatkan hati elo lewat selera makan dan minuman.”
Alden hanya terdiam dan memutar kursinya menghadap ke jendela, menatap bangunan-bangunan di sekeliling kantor Hutama Grup.
“Awasi semua pergerakan Sarah termasuk kegiatannya di kantor ini. Tidak usah diberi komentar. Tolong cari tahu juga rekaman CCTV di apartemen Sarah pada malam kejadian.”
”Nggak ada apa-apa, Al, gue udah periksa langsung.”
“Gue yakin kalau tujuan tuh cewek nemuin Sarah malam itu bukan sekedar mau minta tandatangan gue. Lagian kata Pak Firman, dokumen yang tuh cewek bawa bukan dokumen penting yang harus gue tandatangani malam itu juga.”
“Alden, tuh cewek punya nama. Annabelle. Kenapa sih elo susah banget panggil namanya ?”
“Lidah gue alergi sebut nama itu,” Alden mendengus kesal.
“Cewek culun itu benar-benar udah jadi toxic dalam hidup gue, perempuan nggak tahu malu. Yang berharap dia jadi istri gue kan mommy dan daddy, bukan gue.
Nggak ada kapoknya dia terus nempel aja ke gue.”
“Dia nggak nempel sama elo, Bro. Keberadaan dia di sini kan juga bukan atas kemauannya tapi perintah om dan tante. Dan elo tahu sendiri kan kalau Annabelle itu anak yang penurut, jadi mana mungkin nolak permintaan om dan tante.”
“Gue cuma nanya masalah kopi, Raka, kenapa elo malah jadi panjang membahas soal dia.”
“Gue cuma takut kalau cintanya Annabelle bukan jadi toxic tapi bumerang buat elo sendiri,” ledek Raka sambil terkekeh.
“Nyumpahin ?” Alden melotot sambil bangun dari kursi, mengambil handphone dan berkas bahan rapat di mejanya.
“Bukan nyumpahin, hanya mengingatkan,” sahut Raka sambil tertawa.
Keduanya keluar ruangan untuk mengikuti meeting internal di lantai 10.
Alden dan Raka sama-sama terpaku saat melihat Sarah sedang sibuk di depan komputer di meja kerja Annabelle.
“Nona kok bisa buka komputernya Belle ?”
Raka yang penasaran mendekat. Dari pantulan lemari kaca, Raka melihat kalau layar komputer Annabelle sudah terbuka sempurna.
“Ehh… aku tadi hanya coba-coba, nggak tahunya bisa terbuka,” sahut Sarah Belle dengan gugup.
“Memang kamu gunakan password apa ?” tanya Alden dengan dahi berkerut.
“Eh itu…” Sarah Belle tampak ragu menjawab oertanyaan Alden.
Raka menoleh dan menggeleng menatap Alden yang seolah bertanya pada asistennya itu. Raka benar-benar tidak tahu dan tidak pernah bertanya pada Annabelle selama ini.
“Sayang…” Alden mencoba membujuk Sarah dari tempatnya berdiri.
Wajah Alden terlhat begitu manis sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Sarah Belle malah ingin muntah bukan berdebar.
Bisa-bisanya pria dingin dan sombong itu berlagak seperi Don Juan di depan Sarah.
“My stupid boss,” sahut Sarah Belle dengan nada ketus dan bibirnya mencibir sebal.
Raka tertawa pelan sambil menoleh ke arah lain sementara Alden mengomel sendiri.
“Berani-beraninya gadis culun itu mengatai bossnya sendiri,” gerutu Alden.
“Kenapa kamu harus merasa begitu,” ujar Sarah Belle masih dengan nada ketus.
“Selama ini bossnya Belle itu kan Tami dan Raka, bukan Pak Alden Hutama yang terhormat. Jadi kenapa juga kamu harus tersinggung ?” lanjut Sarah Belle dengan wajah jutek.
Alden mengerutkan dahi melihat reaksi Sarah sementara Raka menyingkir karena semakin tidak bisa menahan diri untuk tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Irul Manurung
hati 2 aj ya alden soalnya rasa dari penyesalan trkdng lebih sakit dri kematian itu sendiri... ntar bklan nangis ngesot2 pun gk bkl ad gunany... semngat ya Belle buat ngebongkr kebusukan sarah...
2023-04-05
4
Baretta
Ditunggu alasan dan kelanjutannya Kak 😊😊🙏🙏
2023-04-04
2
Farida Wahyuni
alden pede bgt sih, sok2an dikejar2. toxic katanya, kamu tuh yg toxic, belle memang suka kamu tp ga segitunya juga nempelin kamu mulu, kamu aja yg ke geeran berasa ditempelin. seganteng apa sih sampai yakin bgt belle melakukan apa sj utk dekat dg kamu.
2023-04-04
3