Wanita di atas brankar itu mengerjap dan kembali memejamkan mata saat menangkap cahaya terang. Seperti belum terbiasa karena terlalu lama terlelap.
“Sayang, akhirnya kamu sadar juga.”
Deg.
Suara yang familiar itu tertangkap telinga dengan jelas dan sepertinya bukan mimpi karena hangatnya tangan pria itu langsung terasa saat bahunya disentuh.
Tapi panggilan sayang pasti bukan ditujukan untuknya, bukan untuk Annabelle. Panggilan itu hanya Annabelle dengar untuk Sarah, calon istri Alden.
Ya ampun ! Sepertinya ucapan wanita tanpa wajah itu benar-benar menjadi kenyataan. Jiwa Annabelle berada dalam tubuh Sarah !
Perlahan Annabelle membuka mata sambil mengerjap untuk menyesuaikan dengan cahaya yang menerangi ruangan.
“Sayang,” suara Alden terdengar kembali memanggil. Panggilan yang selalu diharapkan Annabelle, namun hanya dalam mimpi.
Annabelle merasa gugup saat matanya melihat wajah Alden begitu matanya terbuka sempurna, apalagi wajah Alden semakin dekat dan akhirnya mencium keningnya.
Annabelle memejamkan mata, merasakan hangatnya ciuman Alden tapi sayangnya bukan untuk dirinya karena sosok Sarah-lah yang dilihat Alden saat ini.
Mendadak kepala Annabelle terasa sakit. Serpertinya bukan hanya karena tidak sadarkan diri beberapa hari tapi pusing bagaimana harus bersikap sebagai Sarah di depan Alden.
Hanya satu yang Annabelle ingat, Sarah adalah wanita karir, pengacara terkenal, yang selalu dibanggakan Alden tapi sangat sombong pada orang-orang di sekitar Alden. Bahkan Sarah tidak pernah menganggap Annabelle saat mereka bertemu beberapa kali.
Annabelle mendorong tubuh Alden menjauh dan memegang kepalanya sambil mengernyit, bahkan ia juga menjambak rambut Sarah.
“Kamu kenapa, sayang ? Apa yang sakit ?”
Hatiku ! Hatiku sakit karena perlakuanmu pada Sarah seperti guci antik yang langka dan mahal…. Dan di mataku perlakuanmu sangat lebay, batin Annabelle.
“Aku panggilkan dokter.”
Alden yang panik langsung menekan tombol panggilan ke meja perawat. Baru selesai menekan, pintu kamar terbuka.
Annabelle sempat mengintip dari balik jemarinya yang ia gunakan untuk memegang kepala dan menutupi wajahnya.
Ternyata Raka dan mommy Lanny yang masuk, bukan dokter.
“Raka, cepat panggil dokter. Sepertinya Sarah sangat kesakitan,” perintah Alden.
Raka pun keluar lagi dan bergegas meminta dokter untuk datang pada perawat yang sedang berjalan menuju kamar Sarah.
“Sarah kenapa ?” tanya mommy Lanny dengan wajah datar sambil mendekat ke ranjang Sarah.
“Sarah baru saja sadar dan sepertinya sakit kepala,” ujar Alden dengan nada cemas.
Annabelle melirik kepada mommy Lanny yang terlihat mencibir dan tersenyum sinis. Terlihat kalau ibu Alden itu tidak menyukai calon menantunya.
“Jangan berlebihan, Al, wajar kalau Sarah merasa pusing setelah tidak sadarkan diri hampir 3 hari. Semoga saja hanya sekedar pusing, tidak sampai hilang ingatan,” ujar mommy Lanny dengan suara tenang namun masih tetap sinis di telinga Annabelle.
Tidak lama dokter pun datang bersama 2 orang perawat. Setelah menyapa Alden dan mommy Lanny, dokter langsung memeriksa tubuh Sarah.
“Kondisinya baik dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hasil MRI dan CT Scan juga baik, hanya tinggal menunggu luka-lukanya kering.”
“Tapi sejak sadar, calon istri saya merasakan sakit kepala terus, Dok.”
Terlihat mommy Lanny menghela nafas karena menahan kesal melihat sikap Alden.
“Wajar, Tuan Alden. Nona Sarah tidak sadarkan diri selama hampir 3 hari, selebihnya rasa sakit di kepala atau pusing disebabkan karena masih ada rasa trauma saat mengingat kejadian yang baru saja dialaminya.”
“Tidak adakah obat yang bisa menghilangkan atau minimal mengurangi rasa sakit kepalanya ?”
“Soal itu…”
“Jangan berlebihan Alden,” potong mommy Lanny. “Sarah baru juga sadar dan membutuhkan waktu untuk menormalkan pikirannya. Bersabarlah dalam dua tiga hari ke depan.”
“Betul yang dikatakan Nyonya Lanny, Tuan Alden,” dokter itu tersenyum. “Sudah biasa kalau pasien yang mengalami kecelakaan akan mengalami sedikit trauma di saat-saat awal mereka sadar. Biarkan Nona Sarah tenang dulu dan fokus pada kesembuhan luka-luka fisiknya.”
“Daddy dan Mommy sudah menyiapkan psikiater untuk mendampingi Sarah supaya lebih cepat pulih dari rasa traumanya.”
Ucapan mommy Lanny itu membuat Annabelle terkejut dan Alden sendiri menautkan dahinya.
“Tapi otak Sarah tidak terganggu, Mom. Kenapa harus memanggil psikiater segala ?” protes Alden.
“Daddy dan mommy tidak berpikir Sarah gila,” sahut mommy Lanny dengan nada yang sedikit meninggi.
“Nyonya Lanny benar, Tuan Alden,” dokter Irwan menengahi sambil tetap tersenyum. “Akan lebih baik jika seseorang yang mengalami trauma atas kejadian tertentu dibantu oleh seorang psikiater untuk mempercepat penyembuhan. Seorang psikolog atau psikiater bukan hanya dibutuhkan oleh orang yang terganggu otaknya alias gila.”
Alden hanya menghela nafas dan kembali mendekati ranjang Sarah dimana dua orang perawat tadi sedang membantunya merubah posisi sandaran tempat tidur menjadi setengah berbaring.
“Semoga psikiater bisa membantumu segera pulih dari rasa trauma, Sayang. Aku benar-benar membenci Annabelle karena membuatmu jadi seperti ini.”
Mommy Lanny mencibir mendengar ucapan Alden yang lagi-lagi memojokan posisi Annabelle padahal polisi belum menyampaikan fakta yang jelas.
“Kami permisi dulu Nyonya, Tuan Alden.”
Dokter Irwan dan kedua perawat tadi pamit meninggalkan kamar Sarah. Ketiganya menangkap jelas sikap tidak suka nyonya Hutama itu pada calon istri putranya.
Mommy Lanny kembali mendekati ranjang Sarah dan memperhatikan gerak gerik Alden yang dengan telaten memberikan minum untuk Sarah.
Annabelle yang sempat melirik langsung bergidik. Selama ini mommy Lanny memang enggan membahas soal calon istri Alden di depan teman-teman sosialitanya, tapi Annabelle tidak menyangka kalau rasa tidak suka mommy Lanny pada Sarah demikian dalamnya hingga sejak tadi hanya tatapan sinis yang ditangkap oleh Annabelle.
Alden pun dengan berat hati meninggkan Sarah dan menitipkannya pada mommy Lanny karena Raka minta waktu untuk berbincang dengan Alden, membahas soal pekerjaan kantor yang ditinggalkan oleh Alden dua hari kemarin.
“Psikiater akan datang siang ini dan jangan bersandiwara untuk menghindar,” tegas mommy Lanny saat Alden sudah keluar kamar. “Dia bahkan tahu kalau kamu berbohong atau tidak.”
Annabelle hanya diam mendengarkan ucapan mommy Lanny dan sekali-sekali mengerutkan dahi.
Pusing bukan karena takut dianggap berbohong tapi bingung bagaimana bisa membuat orang percaya kalau saat ini yang menempati tubuh Sarah adalah Annabelle. Pikiran dan perasaan yang dimiliki oleh Sarah saat ini adalah Annabelle.
Seorang psikiater bukan paranormal yang bisa melihat jiwa Annabelle di dalam tubuh Sarah. Annabelle berharap psikiater yang diminta mendampinginya akan sedikit percaya dan tidak akan menganggapnya gila.
Annabelle bergidik membayangkan kalau pada akhirnya dia akan dimasukkan rumah sakit jiwa karena dianggap gila dan berhalusinasi.
“Kenapa ? Takut ?” sindir mommy Lanny dengan senyuman sinis saat melihat tubuh Sarah bergidik.
“Tidak, Tante, saya tidak takut,” sahut Annabelle sambil tersenyum tipis.
Dahi mommy Lanny berkerut saat mendengar Sarah memanggilnya Tante, padahal sejak dilamar oleh Alden, tanpa persetujuan orangtua Alden, wanita itu langsung memanggil Tuan dan Nyonya Hutama dengan sebutan daddy dan mommy.
“Kepala saya masih sedikit pusing dan rasanya ingin segera mandi karena badan rasanya lengket. Tapi dokter melarangnya dan baru besok pagi saya boleh mandi sendiri,” Annabelle kembali melanjutkan perkataannya saat melihat mommy Lanny hanya diam dan menatap Annabelle dengan penuh selidik.
Terdengar pintu kamar diketuk dan belum sempat dijawab, seseorang sudah membukanya dan langsung tersenyum begitu masuk ke dalam.
“Apa kabar, Tante ?” sapa pria tampan itu sambil tersenyum lebar.
Ia langsung menghampiri mommy Lanny dan memberikan sapaan dengan pelukan dan cipika cipiki.
“Katamu baru akan datang setelah jam makan siang,” ujar momny Lanny dengan wajah sumringah.
“Hari ini sengaja aku cuti demi memenuhi panggilan Tante cantik,” puji pria itu sambil tertawa. “Apalagi calon pasienku ini sangat istimewa.”
Pria itu melirik Sarah yang sejak tadi menatapnya dengan alis menaut.
“Apa kabar, Sarah ? Sepertinya kita akan sering bertemu sampai kamu sembuh.”
“Kamu psikiaternya ?” mata Annabelle membelalak.
“Kenapa ? Ada masalah atau keberatan ?” pria tampan tadi tertawa.
“Tidak,” kepala Annabelle menggeleng. “Hanya tidak menyangka pria yang pernah berantem dengan Alden sekarang sudah jadi psikiater. Aku pikir kamu akan mengambil spesialis lain.”
Yudha, psikiater tampan yang juga sahabat Alden sejak masih sekolah, sama seperti Raka, mengerutkan dahinya mendengar ucapan sosok Sarah di depannya yang sedang senyum-senyum.
Masalah adu jotos antara Yudha dan Alden hanya diketahui Raka, tidak ada orang lain yang tahu. Dahi Yudha yang masih berkerut teringat akan satu nama lagi yang tahu kejadian itu. ANNABELLE. Hanya gadis itu yang tahu kejadian antara Yudha dan Alden.
“Yudha !” panggilan Alden di pintu kamar membuat saling tatap antara Sarah dan Yudha terputus.
“Mau ngapain elo di sini ?” ada nada tidak suka di ucapan Alden. “Jangan bilang…”
“Mommy yang minta Yudha datang ke sini dan membantu Sarah mengatasi traumanya pasca kecelakaan. Mommy yakin kalau Sarah pasti akan lebih nyaman berbagi cerita dengan orang yang sudah dikenalnya.”
“Seharusnya Mommy membicarakan dulu denganku kalau memang Yudha yang dipilih sebagai psikiater Sarah,” protes Alden masih dengan nada tidak suka.
“Kenapa ? Apakah kamu tidak menghargai niat baik Mommy yang ingin membantu kesembuhan Sarah ?”
“Bukan begitu, Mom.”
“Yudha datang kemari sebagai psikiater profesional bukan rivalmu. Lagipula Mommy yakin kalau Yudha sudah mendapatkan calon istri yang lebih baik lagi.”
“Mommy,” pekik Alden yang tidak suka dengan sindiran mommy Lanny.
Alden tahu kalau mommy Lanny tidak pernah menyukai Sarah dan terpaksa menyetujui pernikahannya dengan Sarah setelah Alden bersikeras meyakinkan mommy dan daddy-nya.
Alden menautkan alisnya saat melihat Sarah biasa-biasa saja malah senyum-senyum bertatapan dengan Yudha. Biasanya Sarah akan langsung menunjukkan wajah sedih saat mommy mengucapkan kata-kata sindiran dengan nada sinis.
“Hei, dia calon istri gue !” Alden yang mendekati Yudha mengibaskan tangannya di antara Yudha dan Sarah, memutus acara pandang-pandangan keduanya.
“Jangan coba-coba memanfaatkan situasi untuk merebut istri gue !”
“Ralat calon istri, belum sah jadi istri,” ujar Yudha sambil tertawa pelan.
“Gue datang sebagai psikiater profesional, Al, nggak boleh pakai perasaan saat menangani pasien. Tapi nggak janji kalau seiring waktu malah Sarah yang jatuh cinta sama gue,” ledek Yudha sambil terkekeh.
“Elo…” Alden langsung melotot dengan tangan terkepal.
“Nggak cukup luka di bahu kiri ? Mau nambah di bahu kanan biar seimbang ?” potong Annabel sambil tertawa.
Ucapan spontan Annabelle itu membuat Alden, Yudha dan Raka langsung membelalakan matanya dan menatap sosok Sarah yang masih tertawa pelan dengan tatapan penuh tanda tanya.
Bagaimana Sarah tahu ada bekas luka di bahu kiri Yudha akibat adu jotos dengan Alden ?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Marifatul ilmiyah
Belle ternyata agak kocak nih anaknya hihihi
2023-04-22
2
Irul Manurung
crazy up dong thor...
2023-03-26
1
Tatik R
semoga Belle cerita ma Alden
2023-03-26
1