"Bu, ayo kita pulang. Aku tidak mau lebih lama lagi disini." ujar Angelie yang tengah bersembunyi dibawah ketiak sang ibu.
"Sudah, diamlah." sahut Paula .
Riana kembali bangkit untuk membukakan pintu kembali, entah mengapa kali ini jantungnya berdebar tanpa henti. Lain ketika dirinya hendak membukakan pintu untuk May.
Wanita itu mencoba mengatur nafasnya dengan menghembuskanya beberapa kali.
"Krieeettt ..." dengan lirih dan waspada Riana membuka pintu, tarikan gagang pintu milik Riana terasa berbeda bahkan ada beberapa baut yang terlepas dari tempatnya.
Seakan mau terlepas pada tempatnya.
Kali ini, ia tak menemukan siapapun disana sepanjang penglihatan Riana. Baik depan rumah, ataupun jalan depan rumahnya sepi dari orang berlalu lalang.
Tapi anehnya, ketika ia hendak menutup pintu tersebut ada sebuah angin melesat masuk dengan cepatnya sambil menyerukan nama Riana.
"Smith ..." sahut Riana ke arah angin tersebut, karena memang menyerupai suara sang suami.
Ia pun kembali mengunci pintu rumahnya yang hendak terlepas dari tempatnya itu.
Sementara Marry yang sejak tadi menjaga wajah sang ayah menggunakan telapak tangannya meminta pada sang ibu untuk mengambilkan kain bewarna putih tipis.
"Baik sayang, tunggu sebentar!" Riana masuk kedalam sambil membongkar seluruh laci dapur dan mencari kain seperti yang diminta Marry.
Riana pun membawa kain putih bermotif bunga matahari miliknya. Setelah mendapatkan kain itu, Marry lantas menutup wajah sang ayah mengenakan kain tipis itu.
Marry memilih kain dengan ketebalan setipis mungkin agar sang ayah dapat bernafas dengan sempurna dibalik tutup wajahnya.
Dan setelah ia menutupi wajah Smith, angin yang tadinya masuk begitu cepat dihadapan Riana berhembus kencang di hadapan wajah Marry. Sambil mengangkat tangannya, ia menutupi wajahnya dari terpaan angin tersebut.
"Jangan!"
"Kau tidak boleh masuk ayah." seru Marry dengan tegas ke arah angin yang memiliki suara menyerupai sang ayah.
*
*
*
"Hei bodoh, paman akan kehilangan nyawanya jika kau menutupinya dengan seperti itu!" hardik Angelie .
Putri dari Paula tersebut sama sekali tak bisa di ajak bekerjasama dengan baik dalam kondisi seperti ini. Ia hanya memperkeruh suasana dengan melempar bola api kesana dan kemari.
"Iya sayang, biarkan adikku bernafas dengan baik."
"Jangan di tutup!" terangnya dengan ragu menggerakkan tangannya.
Paula pun sudah mulai terprovokasi oleh Angelie dengan cepat dalam situasi genting ini.
Tapi Marry sama sekali tak memperhatikan permintaan keduanya sedikitpun, ia tahu apa yang harus dirinya perbuat untuk sang ayah saat ini.
"Ayah sementara akan aman disana, biarkan tubuh ayah seperti ini sementara." ujarnya pada sang angin.
Angin tersebut masih enggan menjauh dari tubuh Smith, bahkan ia terlihat mengitari tubuh tersebut untuk mencari sebuah cela untuk masuk .
"Ayah ..."
"Ayolah, jangan bandel seperti itu. Ayah tidak akan pernah baik jika masuk kedalam sini." imbuhnya sambil menyatukan kedua telapak tangannya.
Tapi, hal itu ketika sirna saat penutup wajah Smith ditarik paksa oleh Angelie yang sudah terlihat gemas dan geram karena permintaannya sama sekali tak digubris.
"ANGELIE!" teriak Marry bersamaan dengan Riana.
Sebelumnya, Riana tak pernah sama sekali berteriak dengan nada tinggi untuk memanggil nama Angelie seperti hari ini. Tapi wanita itu terlihat begitu kesal pada kelakuan sang keponakan yang sudah kelewat batas.
Paula yang berdiri tak jauh dari sang putri, menariknya segera dan memeluk Angelie rapat-rapat.
"Bu, aku takut!" serunya dengan melirik wajah Riana yang merah meradang.
Alhasil, perbuatan Angelie disana sama sekali takkan berbuah manis. Angin yang sedari tadi sudah mengincar masuk kini sudah berhasil untuk menempati tubuh Smith yang masih dalam kendali Debra.
Ditempat berbeda, Debra yang sejak tadi meletakkan manusia jerami miliknya diatas asap putih tengah membolak-balikkan boneka itu berulang kali. Karena ia bingung, kenapa boneka itu tak bekerja dengan semestinya.
Tapi, kali ini cermin miliknya menunjukkan hal yang berbeda. Smith telah terbangun disana , dan itu membuat Debra semakin bahagia karena ia dapat melanjutkan pekerjaannya.
"Sekarang, rasakanlah ini sayang!"
Dengan komat-kamit Debra menaburkan benda merah menyerupai serbuk ke atas boneka jerami tersebut dengan begitu banyaknya.
Setelah menaburkan benda tersebut, kini Debra kembali menusukkan jarum kecil itu ke atas kepala boneka jeraminya.
Sedangkan dirumah Smith, ia begitu terluka ketika mendapati serangan dari Debra. Ia menjerit kesakitan sambil terus meremas kepalanya, dan menggaruk seluruh tubuhnya yang tengah kemerahan dan hampir melepuh.
Ia berteriak kesakitan dan panas, hal itupun disaksikan oleh Riana yang tak ada hentinya menangis melihat penderitaan sang suami. Dirinya ingin mendekat dan menolong sang suami, tapi Marry melarangnya karena hal tersebut bisa dengan cepat berpindah dari tubuh lainnya.
Marry menghentikan sang ibu dengan memeluknya erat dari belakang, Riana hanya sanggup merintih sambil sesekali membekap mulutnya .
"Ting tong ..." bel pintu kembali berbunyi, tapi terdengar lebih sopan dari sebelum-sebelumnya.
Paula menggantikan Riana untuk membukakan pintu rumah itu dengan cepat, ia juga menarik jaket Angelie agar ikut dengan dirinya.
"Ceklek."
"Yah, anda siapa?" tanya Paula dengan wajah menahan kepanikan.
Lelaki dengan rambut ikal itu hanya memperhatikan Paula secara seksama.
"Orang gila, aku tak punya banyak waktu!" sarkasnya yang kemudian menutup pintu itu dengan kasar.
"Brak!" lelaki itupun mengganjal pintu tersebut menggunakan satu tangannya.
Melihat wajah Paula tengah emosi, Riana menghampiri dan melihat siapa tamu yang telah dibukakan olehnya.
"Paman Pedro ?" sapanya.
Pedro Dasilva, adalah tetangga Riana yang memiliki begitu banyak peliharaan kucing. Bahkan terdapat beberapa burung hantu koleksi Pedro dirumah itu. Lelaki yang usianya tak jauh beda dengan May itu memang sangat jarang berbicara. Bahkan kebanyakan orang menganggapnya gila karena hal unik yang jarang sekali orang perbuat.
"Ana, kenapa dirimu membukanya?" tanya Paula kesal.
Flashback Riana.
"Kalian salah jika harus memilih rumah ini, auranya begitu buruk untuk ditinggali." ucap Pedro saat pertama kali keduanya bertemu di jalan dekat rumah Riana.
Saat itu, Riana yang baru saja memindahkan seluruh barang ke dalam rumahnya sama sekali tak mendengarkan ucapan Pedro. Bahkan ia menganggap jika lelaki itu hanya syirik terhadap keluarganya saja.
*
*
*
"Dimana dia ..." ujar Pedro yang seolah tahu tentang keberadaan gangguan dirumah itu.
"Smith?"
"Masuklah dia didalam ." sahut Paula yang awalnya tak setuju kini menyambut kedatangan Pedro.
Baginya tak ada pilihan lain lagi saat ini, ke empat orang rumah itu hanya seorang gadis dan wanita lemah. Bahkan tidak ada lelaki satupun disana untuk melindungi mereka.
Riana bingung dengan keputusan sepihak yang diambil oleh Paula.
Dengan perlahan tapi pasti, Pedro melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam rumah itu.
*
*
*
Melihat kedatangan Pedro, Smith yang sejak tadi sudah gusar kini beralih menjadi lebih ganas dan waspada.
Hal yang sama telah Pedro lihat seperti pandangan Marry, wajah Smith dalam pandangan keduanya begitu buruk rupa. Wajah kemerahan dan dipenuhi oleh nanah yang hendak meletus dari tempatnya telah Smith dapati disana.
... Bersambung 🖤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments