#7

"Tolong, lepaskan tangan anda!" teriak wanita muda itu dibalik masker bewarna hijau.

Frans masih kukuh untuk menariknya lebih dekat dengan mata terpejam.

"Tolong ..."

"Tolong ..." teriaknya kembali.

Suara keras dan melengking sang asisten terdengar hingga ke depan, Christina yang sedang duduk dengan seorang petugas kepolisian segera bangkit dan menghampirinya.

"Ada apa ini?" ujar Christina panik.

Tatap matanya seketika tertuju pada tangan Frans yang tengah asyik menarik sekuat mungkin.

"Tolong pak, bantu aku untuk menahan pria ini ." jelas Christina pada seorang petugas.

Christina dengan cepat mengambil suntikkan obat penenang bagi Frans untuk menghentikan ulahnya.

"Jlebb." jarum tersebut menembus kulit tipisnya.

Sekian menit, Frans dapat ditenangkan kembali dengan obat tersebut.

"Dia akan segera sadar beberapa jam kemudian pak," terang Christina pada petugas disana.

*

*

*

"Ayolah, tolong antar ibu membesuk pamanmu itu!"

"Dia tak memiliki siapapun lagi kecuali ibu, sebagai kakaknya." jelas Sesilia.

Sesilia adalah kakak kandung Frans satu-satunya, dan sampai dengan detik ini dirinya lah yang menjadi keluarga tunggal Frans. Sesilia sudah lama menjanda, dia harus hidup seorang diri untuk membesarkan sang anak.

"Tidak bu, paman sangat membencimu!"

"Aku tidak mau dia tetap angkuh didepanmu." terang Stefan.

Dan Stefan adalah anak lelaki tunggal Sesilia, saat ini Stefan sedang duduk di bangku kuliah untuk menempuh pendidikan sastra bahasa.

"Ibu mohon, kali ini saja. Ibu sangat ingin tahu kondisinya." pinta Sesilia dengan mengiba.

Stefan termasuk anak yang begitu berbakti kepada orang tua, dan tak sampai hati jika melihat air mata sang ibu tumpah di pipinya. Tapi, semenjak Frans berubah kasar pada sang ibu atau melainkan kakak kandungnya sendiri Stefan tak lagi menaruh sedikitpun rasa hormat pada lelaki yang ia sebut paman.

"Baiklah bu, akan Stefan antarkan." ujarnya dengan berat hati.

Jarak tempuh dari rumah ke tempat Frans dimana ditahan tak cukup jauh, mereka dengan cepat sampai disana sekitar 30 menit kemudian.

"Pak, saya ingin menemui adik saya yang bernama Frans." jelas Sesilia yang sudah tiba dikantor polisi.

"Oh lelaki malang itu, dia baru saja mengalami patah tulang dan tengah dirawat disana." jelas seorang petugas.

Sesilia begitu terkejut mendapati keadaan sang adik yang begitu mengenaskan. Stefan yang tengah berdiri dibelakangnya, mencoba menguatkan sang ibu dengan mengusap pundaknya lembut.

"Mari ikut dengan saya." jelas petugas kepolisian.

Di ruangan itu, Frans baru saja tersadar dari tidurnya. Akibat pengaruh obat penenang tadi, beberapa jam ia memejamkan matanya.

"Frans ..." panggil Sesilia dari ujung lainnya.

Frans yang tengah terbaring dengan posisi tangan diborgol, membuat ia memalingkan wajahnya pada asal suara tersebut.

"Kak Sesil?" ucapnya terkejut.

Bukanya gembira ataupun senang, Frans berubah seketika dengan raut wajah begitu tak suka dengan kedatangan keduanya saat itu.

"Ada apa dirimu kemari?"

"Apa kau ingin menertawakan diriku sekarang?"

"Tak ada gunanya juga kau datang kemari kak!" umpat Frans bertubi-tubi.

Mendengar ucapan sang paman, membuat hati Stefan berkecamuk tak karuan. Rasa ingin membungkam mulut sang paman dengan tangannya sendiri.

Sesilia menatap sang putra dengan lembut dan mengencangkan genggaman tangannya, ia tak ingin jika anaknya terbawa suasana panas disana.

"Frans, kami hanya ingin membesukmu."

"Aku membawakan masakan kesukaan mu ..." jelas Sesilia dengan ramah dan sabar.

Meski telah lama adiknya berbuat kurang ajar dengan dirinya, tak ada sedikitpun rasa dendam atau ingin menjauhi sang adik. Justru Sesilia begitu menyayangi sang adik semata wayangnya itu.

"Prang ... klontang." sebuah tempat nasi dan beberapa lauk yang sudah Sesilia siapkan untuk dirinya seketika di tepis dengan kasar oleh Frans.

"CUKUP BU ..."

"Ayo kita pulang, dia sangat tidak menghargai dirimu." terang Stefan kesal.

"Sudah ku duga, kalian kesini hanya untuk menertawakan keadaan ku saja kan. Bukan tulus, tapi ada maksud lain yang terselubung!" tutur Frans dengan ketus.

Putra Sesilia itu tak tahan lagi ketika sang ibu diperlakukan buruk oleh adik kandungnya sendiri, Frans dengan cepat membawa sang ibu untuk keluar dari ruangan itu.

*

*

*

Sedangkan keadaan di rumah keluarga Smith , masih cukup tegang . Makhluk yang memiliki aura negatif itu masih meninggalkan aura buruk disana.

Beberapa kali Smith seperti melakukan gerakan memijit lehernya dengan berulang kali.

"Sayang, apa semua baik-baik saja?" tanya Riana dengan lembut.

Istrinya tersebut mencoba lebih mendekati sang suami, dan membantunya untuk memijit leher yang sejak tadi digerakkan berulang kali.

Tapi belum lama Riana mendekat, ia mendapati ada yang aneh dari raut wajah Smith. Berulang kali Riana melihat dengan jelas, gurat hitam tampak sempurna diwajah suami dan kemudian menghilang dengan cepat.

"Sayang ..." tanya Riana.

"Yah." sahut Smith yang tampaknya masih bisa mengendalikan suasana tubuhnya saat itu.

"Ada apa denganmu?" tanya Riana kembali.

"Aku, baik-baik saja." kelit Smith yang tak ingin membuat istrinya memikirkan kondisinya.

"Aku akan naik ke kamar dulu, badanku rasanya sakit semua." terang Smith berkelit.

Dari kejauhan Riana menatap Smith yang tengah berjalan. Ia merasakan ada yang lain dari tubuh suaminya hari itu, bahkan perlakuan Smith begitu dingin kepadanya.

"Bu, ada apa dengan ayah?" tanya Marry sambil membawa segelas susu coklat hangat .

"Entahlah sayang, semenjak kejadian hari itu ayahmu bersikap aneh. Ibu jadi tak tega memikirkan sikapnya sepanjang hari." imbuh Riana dengan gelisah.

Marry memang belum pernah bertatap muka langsung dengan sang ayah semenjak kejadian hari itu, seolah menghindari sang putri. Setiap kali dirinya berpapasan dengan Marry, Smith dengan sengaja menundukkan pandangannya.

"Tunggu bu, memang ada yang aneh dengan ayah. Belakangan ini, ia juga tak menegurku sama sekali. Dan setiap ayah bertemu denganku selalu memalingkan wajahnya." tutur Marry sambil menyeruput minuman miliknya.

"Baiklah, kita tunggu sampai hari esok sayang. Semoga ayahmu akan segera membaik." jelas Riana.

Saat itu, sepanjang malam tidur Riana tak tenang. Didalam kamarnya selalu saja seperti ada bayang hitam yang terdengar seperti orang berjalan setiap kali terlihat di korden jendelanya.

"Siapa itu?" tanya Riana cemas.

Smith bahkan sama sekali tak peka dengan keadaan malam itu, ia terus tidur dan tak menghiraukan sang istri yang tengah gusar menyibak korden jendela kamar.

Dengan langkah kaki yang pelan, ia berjalan menyusuri setiap ruangan kamar. Dirinya tak ingin, jika Smith akan terbangun oleh ulahnya.

"Srakk ..." suara pembatas kamar mandi yang Riana sibak dengan kasar. Karena ia mendengar ada suara air gemericik didalam kamar mandi.

Tapi anehnya, suara itu sama sekali tak ia jumpai ketika telah membukanya.

Dengan memegang sebuah sapu, Riana terus berjaga-jaga tanpa henti. Seketika sosok bayang hitam melintas cepat dari balik punggungnya.

... Bersambung 🖤

...****************...

...Subscribe yah❤️...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!