"Ayah please ..."
"Jangan perlakukan Marry seperti bayi kecilmu lagi." mohon Marry sambil menyatukan kedua telapak tangannya dihadapan Smith.
Lelaki itu tampak menarik nafas sedalam mungkin saat sang putri semata wayangnya tengah protes akan sikapnya.
"Yah, Marry ayah telah besar. Tapi katakan pada ayah, apa aku tak boleh mencemaskan dirimu?" tanyanya dengan mencubit ujung hidung Marry.
"Aww."
"Ayah ..." cela Marry berikutnya.
Selang menempuh perjalanan, kini keduanya tiba dirumah. Dan di halaman teras depan rumah, terlihat sebuah mobil sedan putih terparkir disana.
"Huft dia lagi." rengek Marry dengan menekuk wajahnya.
"Sayang, ayo turun." pinta Smith, ketika dirinya lebih dulu turun dari dalam mobil.
"Baiklah ..." sahut Marry malas.
*
*
*
"Hai, kesayanganku ..." sapa Paula sambil membentangkan ke dua tangannya untuk memeluk Marry.
Paula dan Smith adalah kakak beradik, keduanya hanya dua bersaudara saja.
"Hai bibi Paula..." ujar Marry menyambut hangat pelukan Paula.
Selama ini, Marry begitu menyayangi Paula seperti layaknya ibu kandungnya sendiri. Tapi, tidak dengan anak Paula yang selalu bersikap sombong kepada dirinya.
"Waaaah, saudara kesayangan ku sudah datang!" teriak Angelie menggema dipenjuru ruangan.
"Kemarilah Marry aku sangat merindukanmu ..." terangnya sambil mendekap erat tubuh saudarinya itu, tapi ketika tubuhnya sudah mendekat dengan Marry Angelie membisikkan hal yang selalu ia sering ucapkan pada Marry.
"Ingatlah, aku lakukan ini karena ibuku semata Marry ..." bisik Angelie sambil menepuk-nepuk bahu Marry.
Hal yang selalu diketahui Marry bahkan sebelum Angelie mengucapkannya disana.
"Oh, lihatlah mereka berdua."
"So sweet ..." ujar Paula dengan gemas dan terharu ketika melihat kedua putrinya saling menyayangi satu dengan yang lain.
Pemandangan itupun disaksikan oleh Smith dan Riana, keduanya juga sangat bahagia melihat persaudaraan yang begitu erat terjalin oleh keduanya.
"Ayo Marry, ajak aku ke kamar barumu ..." pinta Angelie dengan semangat.
Angelie dan Marry, keduanya seumuran tetapi memiliki kepribadian yang sangat jauh berbanding terbalik.
"BRAKK." suara pintu begitu keras ditutup oleh Angelie ketika sampai didalam kamar Marry.
"Buftt." seluruh tubuhnya terbaring sempurna diatas tempat tidur milik Marry.
Sikapnya yang selalu seenaknya sendiri membuat Marry terkadang merasa kesal, tapi semua perasaan itu harus rela Marry tepis demi kedua orang tuanya.
"Katakan padaku Marry, apakah kau telah memiliki seorang kekasih disekolah?"
"Tidak."
"Kenapa?"
"Entahlah." jawab Marry singkat tanpa bertele-tele sejak tadi.
"Seperti biasa, kau sangat menyebalkan sekali bagiku!"
"Entah mimpi apa diriku, harus memiliki saudara seperti mu!" hardik Angelie bertubi-tubi.
"Keluarlah dari sini jika kau kesal Angelie!" tutur Marry dengan tegas.
Sejak tadi, gadis itu hanya sibuk memeriksa sebuah buku baru yang telah ia pinjam dari perpustakaan sekolahnya.
Mimpi kenyataan, sebuah buku yang diangkat dari kisah nyata perjalanan hidup seorang dokter dalam melakukan perjalanan jauh untuk menemukan sebuah kampung yang di jangkiti penyakit langkah.
"Berikan, aku ingin membacanya!" sahut Angelie dengan kasar mengambil buku dari tangannya.
Buku itu sejak tadi tak dibuka oleh Marry, tapi ketika telah berpindah tangan kepada Angelie tiba-tiba saja halaman demi halaman buku itu terbuka dengan cepat sambil mengeluarkan cahaya kilat bersautan.
"ARRGGGGHH!"
"APA ITU..." teriak Angelie sambil melemparkan buku tersebut.
Marry seketika terkejut melihat buku yang sama sekali tak pernah ia jumpai di hidupnya.
"Menjauhlah!" teriak Marry.
"Kau memiliki sihir?, astaga."
"Aku akan melaporkannya pada ibuku!" ujar Angelie ketakutan.
Ia hendak berteriak sekencang mungkin, tapi belum sempat ia mengeluarkan kata-kata Marry sudah membekap mulutnya dengan cepat.
"Jangan berteriak, jika tidak buku itu akan menelan mu." jelas Marry dengan menatap kedua bola mata Angelie yang sudah sangat ketakutan.
Wajahnya berkeringat, sementara jantungnya berdetak begitu cepat dari biasanya. Ia terus menggelengkan kepalanya dihadapan Marry.
"Tolong selamatkan aku dari buku itu, aku tidak ingin mati konyol dan tak bisa menikah muda Marry!" ujarnya dengan wajah ketakutan.
Disaat segenting ini, Angelie masih saja memikirkan hal konyol seperti itu.
Tanpa menghiraukan perkataan saudarinya, Marry terus mendekati buku itu dari kejauhan. Dengan hati yang mantap dan penuh keyakinan, dirinya mencoba menutupnya dari kejauhan.
"Syukurlah..." ucapnya lega.
Seketika buku itu tertutup sempurna dan berhenti dengan kecepatan yang tak terkendali.
"Ceklek." suara pintu terbuka.
Ternyata Angelie sudah berlari sekencang mungkin dan berniat untuk mengingkari janjinya terhadap Marry disana.
"Dia memang tak pernah bisa dipercaya." keluh Marry sambil menepuk dahinya perlahan.
Ia pun mengikuti Angelie dengan berjalan santai disana. Dan ketika dirinya telah tiba diruangan keluarga, Angelie masih terlihat mengatur nafasnya yang hampir habis.
"Nah itu dia!" seru Angelie sambil menunjuk wajah Marry.
Sementara Marry dengan santai mengangkat segelas air putih yang baru saja ia ambil didapur.
"Di dia ..." ujar Angelie yang hendak membuka segalanya.
Tapi, Ab tengah bersiap disamping Angelie semenjak tadi. Ia berniat akan menghentikan Angelie dengan aksinya.
Marry memberikan isyarat tidak bagi teman kecilnya itu, tapi seperti biasa Abigail tak menghiraukan Marry sedikitpun saat ia hendak beraksi.
Benar saja, teman kecilnya itu kini telah naik keatas pundak Angelie dan tengah membekap mulut Angelie dengan seerat mungkin menggunakan kedua tangan kecilnya.
Sekali lagi Marry memberikan isyarat untuk turun pada Abigail.
Ab menggelengkan kepalanya berulang kali.
Sedangkan, para orang tua yang tengah memperhatikan sikap Angelie ikut terheran-heran. Pasalnya, ia hanya memberikan sebuah gerakan tangan tanpa suara sedikitpun.
Kedua bibirnya tertutup, selayaknya orang yang susah berbicara. Dia terus mengekspresikan segalanya melalui tangannya.
"Sayang, lihat putrimu. Ada apa dengan dirinya?" terang Paula pada Martin suaminya.
Martin terus menatap putrinya penuh kebingungan.
"Angelie, katakan dengan baik. Kami tak dapat mendengar suaramu sayang." tutur Paula.
Angelie yang mendengar suara sang ibu sangat merasa aneh, pasalnya ia sudah merasa bahwa tengah menerangkan segalanya disana.
Dengan kedua bola mata yang terbuka sempurna, Angelie masih terus mencoba pita suaranya dengan berusaha berbicara.
Tapi benar apa yang tengah disampaikan oleh ibunya, suara itu sama sekali tak terdengar oleh dirinya sendiri bahkan. Tapi Angelie masih dengan jelas mendengar suara yang lainnya diruang itu.
"Marry, ada apa dengan saudarimu sayang?" tanya Smith.
"Marry ..." tanya Riana juga.
"Aku sama sekali tak tahu ayah, ibu." terang Marry berkelit.
Marry pun memutuskan untuk ikut duduk bersama saat itu, agar bibi dan juga pamannya tidak menaruh rasa curiga atas apa yang menimpa Angelie saat ini.
"Sudahlah, mungkin Angelie hanya kelelahan."
"Marry baik-baik saja, bibi sudah sangat senang..." ujar Paula.
Sedangkan Abigail sangat menikmati kejahilannya terhadap Angelie saat itu, sesekali dia tak bisa menahan tawanya ketika Angelie memutuskan untuk berdiri didepan cermin sambil terus berusaha berucap.
"KLONTHANG ..." suara benda terjatuh begitu keras dari arah kamar Marry saat itu.
Semua terkejut.
... Bersambung 🖤
...****************...
...Jangan lupa subscribe dan like ya, komentar juga yuk 😉🙏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments