Bayangan itu semakin terlihat jelas dengan perlahan, kejadian demi kejadian terekam jelas. Bahkan suara dalam bayangan otak Marry samar terdengar jelas.
"Vony..." sahut Marry sambil terus memejamkan kedua matanya.
Sedangkan semua teman kelasnya tengah memperhatikan tingkah aneh Marry saat itu.
Mendengar ucapan Marry, Frans semakin berkeringat dingin setelah muridnya itu menyebut mantan kekasihnya sewaktu SMA.
"Hei, ada apa denganmu Marry." ujar Frans.
Ia terus mengguncangkan pundak Marry berulang kali bahkan semakin keras.
"Sadarlah, ada apa denganmu!" Teriak Frans gugup.
"Tidak, tidak mungkin Vony merasukinya." batin Frans.
Otaknya jauh melayang pada peristiwa kelam itu, dimana arwah Vony yang tak tenang mencoba merasuki salah satu murid dikelasnya sewaktu mata pelajaran.
Murid itu tiba-tiba saja menerobos maju ke depan dan mencoba mencekik leher Frans sekuat tenaga, beruntung beberapa guru datang untuk menyelamatkan nyawanya.
*
*
*
"Pak, mungkin Marry tengah kesurupan!" ujar salah satu murid kelasnya.
"Cepat, cepat kalian panggilkan dukun." pinta Frans semakin ngawur.
Setelah semua kepanikan itu terjadi, Marry kini telah tersadar dari penglihatan buruknya. Peluh keringat membasahi wajahnya saat itu, karena apa yang baru saja ia lihat menguras sebagian seluruh tenaganya.
"Pak, tolong lepaskan Maria. Jangan ia tersiksa lebih lama seperti Vony!" terang Marry dengan menunjuk gundukan ubin yang terlihat datar.
Beberapa diantara murid mulai mengikuti arah tangan Marry kemana ia menunjuk, sedangkan yang lainnya masih sibuk mengamati wajah Marry yang berkeringat serta bernafas sengal.
"APA KAU GILA!"
"Siapa Maria, aku tak mengenalnya." tegas Frans setengah panik.
"Jujur saja, kau mengenalnya dengan baik pak. Bahkan dia murid kelas ini, dan dia sekarang tengah didekatmu." jelas Marry semakin terang.
"Dia gila, dia gila!" teriak Frans menggema diruang kelas.
Sebagian murid wanita yang panik, mencoba berhamburan keluar dan diantara mereka tengah mencari bantuan.
Benar saja, Frans yang tak terima dengan ucapan Marry lantas memberikan perlawanan kepada muridnya itu untuk membuatnya terdiam.
Frans mencoba membungkam mulut Marry serapat mungkin hingga ia sulit bernafas.
"Berjanjilah."
"Berjanjilah padaku, bahwa kau akan menutup mulut lancangmu itu. Atau jika tidak, aku akan membunuhmu juga." ujar Frans dengan sorot mata penuh dendam.
Pemberontakan Marry tak berarti disana, tubuhnya terlalu kecil untuk melawan tubuh Frans yang lebih besar darinya. Meskipun sekuat tenaga ia mendorong tubuh gurunya itu, sedikitpun tangan Frans tak bergeser dari mulutnya.
Dengan refleks, Marry menendang kemaluann Frans dengan sekuat tenaganya. Alhasil, ia berhasil lolos dari cengkraman Frans. Pria itu berguling-guling dilantai hingga meringis kesakitan, dan beberapa kali berteriak sekuat mungkin untuk menahan rasa sakit.
Kini hampir seluruh siswa sudah berada diluar kelas, dan dengan kompak mereka mengunci gurunya itu didalam kelas.
"SIALLL!"
"Buka pintunya!" teriak Frans didalam.
Setelah cukup lama menunggu disana, beberapa mobil polisi telah berdatangan disekolah itu untuk melakukan penangkapan pada Frans.
"Tenanglah Marry, dirimu sekarang jauh darinya."
"Ibu pastikan, ia takkan menyentuhmu lagi," seru salah seorang guru yang bernama Meliana.
Meliana juga termasuk saksi dalam kasus ini, karena dulu baik Frans maupun Maria juga sempat menjalin hubungan sebelum peristiwa nahas ini menimpa Maria.
Setelah dirinya diringkus oleh beberapa polisi, Frans yang keluar dengan tatapan mengerikan tengah menjadi pusat perhatian seluruh anak muridnya disana.
Terlebih lagi Marry, ia memperhatikan dengan seksama wajah anak muridnya tersebut.
"Marry, tunggu aku. Akan ku balas semua ini," teriaknya sesaat memasuki mobil polisi.
Setelah kepergiannya, beberapa polisi lainnya melakukan olah tempat kejadian perkara. Marry yang menjadi kunci utama pembunuhan itu, dipanggil oleh pihak berwenang. Agar ia menunjukkan dimana tempat Maria dikuburkan.
"Yah, lantai itu." tunjuk Marry.
Setelah cukup mendapatkan bukti, para anggota kepolisian itu membongkar beberapa ubin lantai kelas itu.
Dan, setelah cukup lama menggali sebuah gundukan tanah yang berbentuk aneh telah ditemukan. Setelah dibongkar kembali, yah itu adalah jasad Maria yang tega disemen oleh Frans dulunya.
Semua berteriak ketika mendapati kenyataan itu benar adanya, dan ketika semua itu berlangsung Marry memilih untuk menjauh dan menenangkan dirinya disebuah pohon beringin sekolah yang cukup besar.
Pohon itu terletak ditengah-tengah taman sekolah, disana para murid biasanya menghabiskan waktu untuk sekedar bercerita ataupun membaca buku.
Ditaman itu, terdapat sebuah anyunan kayu kecil yang hanya muat untuk satu orang saja. Dan disana Marry menghabiskan waktu hingga jam pulang. Karena kejadian hari itu, seluruh jam mata pelajaran dikosongkan terlebih dahulu. Bahkan pihak sekolah memutuskan beberapa waktu akan meliburkan muridnya sementara.
Saat tubuh Marry berayun ke depan dan belakang, tiba-tiba angin bertiup kencang hingga beberapa daun dari pohon beringin itu berjatuhan dipangkuannya.
"Marry Smith, terimakasih." ucap Maria yang sudah terlihat lebih riang.
Gadis itu terlihat bergelayut riang diatas pohon, dan sesekali menyungingkan senyuman kepada Marry.
"Syukurlah kalau dirimu semakin bahagia," sahut Marry.
"Aku bahagia, aku bahagia." terangnya dengan tertawa lepas.
Setelah berterimakasih pada Marry, ia pun pergi dan menghilang begitu saja dari atas pohon tepat diatas kepala Marry.
Sebuah keadilan telah Marry berikan kepadanya, dan kini jiwa Maria telah bebas seutuhnya tanpa perlu bergentayangan lagi.
"Ab ..." seru Marry ketika gerakan ayunan miliknya ditahan oleh bocah kecil tersebut.
Dia tertawa semakin lepas ketika wajah kesal Marry tergugat sempurna menghadap dirinya.
"Baiklah, waktunya pulang." jelas Marry.
Tapi Abigail masih saja diam ditempat sambil melipat kedua tangannya ke dada dan berjingkrak disana.
"Eh, kenapa. Ada apa Ab?. tanya Marry bingung.
Abigail yang kesal tengah menunjuk jam Marry, agar gadis itu melihatnya kembali.
"Astaga, maafkan aku ya Ab..." pinta Marry dengan memegang kedua telinganya tanda permohonan maaf.
Seperti anak kecil pada umumnya, Abigail kecil sering kali meminta jatah susu kepada Marry setiap harinya.
"Baiklah, aku akan mengambilnya untukmu!" terang Marry sambil membuka tas dan mengambil sebuah susu coklat kesukaan Abigail.
Bocah kecil itu memberi tepukan dengan semangat ketika Marry mulai menunduk, dan membukakan susu itu dengan sebuah pipet kecil berwarna putih. Selama ini, Abigail meminumnya melalui tangan Marry. Ia tak pernah bisa meminumnya sendiri.
Dia lantas menepuk-nepuk perut kecilnya, pertanda ia tengah kekenyangan.
"Tin tin ..." suara klakson mobil ayah Marry.
Sambil melambaikan tangan, Marry bergerak dan mendekat pada sang ayah.
"Ayah." seru Marry bahagia.
"Ada apa sekolah mu sayang, kenapa banyak sekali mobil polisi disana?" tanya Smith .
Belum sampai pertanyaan dirinya dijawab oleh Marry, Smith terlihat panik dan cemas ketika melihat pipi sang anak mengalami sebuah goresan dan lebam akibat ulah Frans dikelas tadi.
"Marry, ada apa denganmu sayang?"
"Siapa yang melakukan ini, cepat katakan pada ayah!" pintanya dengan muka yang meradang.
... Bersambung 🖤
...****************...
...Like dan komentar yuk ❤️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments