"Hei ada apa ini ribut-ribut!"
"Jika tidak berhenti, akan aku tembakan timah panas ini pada kalian!" dua orang petugas berlarian untuk mendekat pada mereka, sambil mengacungkan senjata.
Sesilia bahkan semakin panik melihat Stefan berulang kali tanpa henti memukul Frans hingga petugas datang.
"BRAKK!" dengan spontan Stefan tak sengaja menjatuhkan tubuh satu petugas hingga tersungkur disana, sedangkan petugas lainnya tengah bersiap mengambil ancang-ancang dengan senjata miliknya.
"Dor!"
"Awwwh ..." teriakan Sesilia ketika senjata tersebut ditarik pelatuknya oleh petugas.
Karena Sesilia masih menutup matanya menggunakan kedua tangannya, dirinya masih tak tahu kemana senjata itu melesat .
Sedangkan Stefan sudah mengerang kesakitan memegangi kakinya setelah mendapatkan tembakan.
"Tidak ..." teriaknya, di imbangi dengan segera membuka kedua matanya lebar-lebar.
"Apa yang anda lakukan pada putraku!"
"Kenapa hah!" teriak Sesilia sambil menatap seorang petugas yang telah memperbuat hal itu pada Stefan.
"Kami hanya menjalankan tugas!" tegasnya yang hendak membantu kedua korban yang tengah tergeletak dengan masing-masing luka.
Masih dengan sejuta wajah cemasnya, Sesilia mengikuti kemana para petugas membawa kedua lelaki yang teramat berarti di hidupnya.
Disebuah ruangan medis, kini keduanya terkapar disana dengan rintihan masing-masing.
Christina dengan sigap memakai sebuah sarung tangan karet putih, dan cepat menolong Stefan terlebih dahulu. Sementara Frans telah ditangani oleh seorang asisten Christina.
"Bertahanlah, ini akan terasa sedikit sakit."
"ARRRGGHHH." rintihan suara Stefan pecah dan memenuhi ruangan .
Sesilia yang sadar akan suara sang anak hanya bisa membekap mulutnya kuat-kuat untuk menyembunyikan tangisnya. Sedari kecil Stefan memang tak pernah kuat jika menahan sakit, meski itu hanya luka kecil.
Flashback Stefan.
"Ibu ... hiks." ujar Stefan yang tengah mengadu pada ibunya didapur dengan mengusap terus wajah yang tengah berlinang air mata.
"Ada apa nak?" Sesilia mulai merespon dan memperhatikan Stefan lebih dekat.
Wanita itu terkejut ketika mendapati bagian lengan Stefan sudah memiliki beberapa luka. Tidak parah, hanya sebatas luka gores tapi menyisakan darah segar.
"Tanganku sakit kecantol pohon." tuturnya pohon.
Sesilia tersenyum ketika bibir kecilnya tengah menjelaskan apa yang terjadi disana. Lantas ia pun mengambilkan air bersih dan membasuh luka Stefan menggunakan sebuah obat merah.
Disanalah semua berawal, Stefan kecil selalu takut jika dirinya terluka. Karena ia begitu takut jika di obati dan menjumpai rasa pedih mendalam.
*
*
*
"Tahan-tahan." imbuh Christina dengan sedikit merebahkan dada bidang Stefan yang mulai terangkat dan menggeliat.
Wanita itu masih sibuk berusa mengeluarkan sebuah peluru yang bersarang dikakinya . Dengan mengunakan alat kecil memiliki capit dikedua ujungnya, Christina kini berhasil membuatnya keluar dari balik daging Stefan.
Semakin keras erangnya kembali, sesekali Stefan terlihat mengusap wajahnya kasar karena tak kuat menahan sakit.
Setelah usai, kini Christina menyuntikkan sebuah obat bius ringan diarea sekitar luka kaki. Agar Stefan lebih tenang saat ia hendak menjahit dan membersihkan lukanya.
"Apa yang kau lakukan!" teriak Stefan dengan mengangkat kepalanya panik.
"Aku hanya ingin membantumu, tenanglah." imbuh Christina dengan wajah santai yang membawa sebuah jarum.
Benda itu adalah hal yang paling ditakuti oleh Stefan.
"Aku mohon, aku tidak mau jika itu mendekat padaku." Stefan memohon dengan wajah polosnya.
Christina hanya menggeleng dan tersenyum dibalik masker penutup wajahnya.
"Ini tidak akan sakit, aku janji." imbuhnya menenangkan Stefan.
Mendengar janji manis Christina , Stefan seketika patuh dan luluh untuk mengikutinya . Dengan kedua mata yang terpejam kuat, pemuda itu tampak tegang sekali.
Christina pun mulai melakukan jahitan demi jahitan disana, dan benar kata Christina jika Stefan tidak akan mengerang sakit kembali setelah usai mendapatkan obat bius.
"Apa masih sakit?" tanya Christina yang telah usai membalut luka Stefan dengan kain kasa.
Stefan seakan percaya dan ragu menggelengkan kepala.
Pemuda itu hanya merasakan bagian kulitnya seperti tengah dicubit ringan sewaktu dijahit oleh Christina.
"Tolol." sahut Frans di balik korden yang memisahkan keduanya .
Bahkan ditengah sakitnya pun, pria itu dengan hebatnya memaki Stefan .
... Bersambung 🖤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments