#11

"Sayang, aku membawakan jus untukmu." seru Riana dengan sumringah.

Tapi panggilan itu sama sekali tak direspon oleh Smith, hingga Riana memutuskan untuk memutari sisi mobil lainnya hingga melihat wajah Smith disana.

Gelas yang berada disebuah nampan kecil itu seketika terjatuh dan pecah menjadi beberapa keping bagian. Tangan Riana begitu gemetar ketika ia mendapati Smith memuntahkan darah begitu banyak dari dalam mulutnya tanpa henti.

"Marry ..." teriaknya sambil membopong tubuh Smith masuk ke dalam rumah.

Ia masih saja terus memuntahkan darah segar itu tanpa henti hingga masuk kedalam rumah. Riana yang panik menarik sebuah kain pel untuk mengelap ubin rumahnya yang bersimpah darah.

"Ayah!" teriak Marry juga.

Dari warna muntahan darah Smith , Marry telah mengetahui jika itu adalah sebuah santet yang dikirim oleh orang jahat untuk orang tuanya.

"Sandarkan tubuhmu disini ayah, tenanglah." pinta Marry sambil terus mengusap wajah Smith yang mulai memucat.

Tidak berhenti sampai disitu, kepanikan Riana dan Marry semakin memuncak kalah bel rumah berbunyi secara terus menerus sejak tadi.

"Ting tong ting tong." bel pintu itu berbunyi pendek tapi berulang kali, seperti sengaja dipermainkan oleh tamu tersebut.

"Iyah, tolong bersabarlah aku akan segera datang!" ujar Riana dengan menyeret kain pel yang sejak awal berwarna putih kini berubah menjadi merah seutuhnya.

"Astaga, bagaimana untuk menghilangkan semua darah ini." ujar Riana panik dengan menyibakkan rambutnya ke samping yang telah penuh dengan peluh keringatnya.

Kini ia pun terhenti tepat didepan pintu, dan membukanya dengan perlahan.

"Hai sayang!" sapa Paula di ujung pintu.

Sedangkan Angelie sudah begitu kesal dibalik tubuh sang ibu dengan mengunyah permen karet miliknya.

"Apa yang tengah kau sembunyikan dibalik pintu itu?" tanya Paula dengan sedikit menengok ke arah pintu dalam.

"ASTAGA!" Paula shock sambil membungkam mulutnya dengan rapat.

"Ma ma mayat siapa yang tengah kalian simpan!" tunjuk Paula sambil terbata-bata.

"Hah, mayat?"

"Mana, cepat tunjukkan padaku!" Angelie yang sudah sangat tak sabar menerobos masuk kedalam rumah dan mengakibatkan tubuh Riana tersentak dilantai.

Matanya terbulat sempurna dengan mulut yang terbuka lebar, sambil menahan suara teriakan. Mata Angelie tengah berputar kedalam rumah itu, untuk mencari sebuah benda yang tengah disembunyikan.

"Haaaaa, ibu lihatlah paman Smith ." sahutnya tak kala mengejutkan sambil menunjuk ke arah Marry dan sang ayah.

Disana Smith tengah terbaring dan dikenakan sebuah selimut cukup tebal untuk memberi kenyamanan sejenak . Karena tubuh Smith tiba-tiba saja menggigil hebat dan disertai kejang tak menentu.

"Darling, ada apa denganya?"

"Kenapa dia memuntahkan cairan merah ini dengan begitu banyak!" ujar Paula dengan wajah tersedihnya. Sesekali tangannya terlihat menutupi wajahnya ketika memandang Smith.

Karena Paula begitu takut ketika berhadapan dengan darah.

"Ayo lakukan sesuatu, dirinya begitu tersiksa. Aku akan panggil ambulance saja untuknya."

Paula yang sudah sangat panik, menarik telepon rumah milik keluarga itu dan jarinya tengah memulai menekan di ujung setiap tombol itu. Tapi lantas tangan Marry tiba-tiba menghentikannya dengan cepat sambil menarik dan meletakkan kembali gagang telepon tersebut.

"Ana..."

"Lihat dia, kenapa mencegahku untuk membawa Smith ke rumah sakit." protes kesal Paula terhadap Marry.

Riana yang sejak tadi sibuk mengepel berulang kali lantai rumah, hanya menatap Paula sejenak dan melanjutkan kembali pekerjaannya.

"Tidak bi, tolong bibi Paula jangan panik. Karena papa hanya mendapat sebuah ilmu hitam kiriman." jelas Marry kepada bininya.

Semakin tak logis otak Paula menerima semua penjelasan itu, ia bahkan berulang kali memukul keningnya karena keheranan.

"Nah, apa aku bilang ma!"

"Dia penyihir buka!" Angelie sudah bersiaga untuk memantik api, dan sama sekali tak berpihak pada Marry.

Paula yang tak ingin pusing berlebihan, menarik tubuh sang putri dan membekap seerat mungkin mulut putrinya agar tidak bisa lagi menghardik Marry.

Marry hanya melirik kesal terhadap Angelie.

"Baiklah, jika ini ulah dukun atau mungkin orang sakti. Kita harus apa!" Paula mencoba mengikuti kemana alur pemikiran keponakan tercintanya dengan baik. Sambil mengatur ulang nafasnya sedalam mungkin.

"Kita tunggu sampai kabut awan didepan rumah hilang bi, baru Marry bisa kembalikan ayah seperti semula." ujarnya.

*

*

*

"Dok dok dok ..." suara ketukan pintu Kemabli terdengar, bahkan lebih keras dan kasar dibandingkan ulah Angelie tadi.

"Astaga siapa lagi itu?" sahut Paula dengan menggigit jari jarinya karena cemas.

"Kita tidak mungkin menerima tamu ibu, atau jika tidak ini akan menjadi sebuah gosip heboh nantinya dikomplek sini ."

Bukannya membantu memikirkan cara yang paling baik untuk situasi ini, Angelie semakin menjadi dengan mulut pedasnya. Tapi , apa yang dikatakan oleh gadis tersebut benar adanya.

Paula bahkan semakin resah.

"Apa kak Martin tengah bersama kalian tadi!" tanya Riana dengan nada penegasan.

keduanya menggelengkan kepalanya dengan bersamaan, menandakan jika keduanya tidak bersama dengan Martin.

Riana kemudian mencoba menata dirinya yang sudah sangat berantakan, bahkan dibeberapa bagian wajahnya terkena darah Smith dan meninggalkan bekas warna merah muda.

"Ceklek." bukannya perlahan dan masih tetap bertahan hanya setengah pintu lebarnya ia membuka daun pintu itu.

"Sayang ..." May memiringkan kepalanya mengikuti Riana yang bersembunyi dibalik pintu.

"Ah, bibi May ?" Riana terkejut dan kikuk.

May pun menyodorkan mangkuk kaca yang berukuran sedang itu ke hadapan Riana dengan cepat sambil tersenyum.

"Soup jamurku ..." sahut May tengah mengingatkan kembali Riana.

Hari itu, Riana memang telah berjanji untuk membuatkan pesanan soup jamur kesukaan bibi May. Bahkan wanita paruh baya itu sangat menggemari setiap masakan Riana.

"Astaga, aku lupa membuatnya hari ini bi. Bahkan aku belum membeli jamur itu dipasar ..." terangnya memberikan sebuah alasan.

"Pasar?"

"Membeli?"

"Bukankah, jamur itu tengah tumbuh subur dipekarangan rumah kalian." tunjuk May pada jamur putih yang tumbuh begitu banyaknya disana.

Riana kehabisan cara untuk menjelaskan lebih jauh lagi pada wanita paruh baya tersebut. Ia pun mencoba menutup mata dan mengulang kembali penjelasannya.

"Maksudku, aku membutuhkan bahan yang lainnya bi untuk dibeli dipasar." tuturnya dengan senyum palsu.

Setelah cukup mengerti, May yang urung mendapatkan soup kesukaannya segera meninggalkan rumah Riana dengan rasa kecewa.

Setelah melihat May berjalan cukup jauh dari rumahnya, Riana pun menutup kembali pintu itu dengan cepat .

"Siapa?" tanya Paula dengan gerakan tangan.

Karena saat ini Smith tengah tertidur dan tak memuntahkan kembali semua darah segar itu, Paula berbicara selirih mungkin agar tidak membuat kegaduhan dan menganggu tidur Smith.

"Tetanggaku, bibi May."

"Oh, orang tua itu rupanya."

Belum sempat Riana mengistirahatkan dirinya, kini sebuah ketukan pintu kembali terdengar. Bukan hanya mengetuk, terkesan seperti ingin mendobrak paksa pintu rumah itu dengan kuat.

Baik Paula dan Angelie sama-sama berpelukan dan begitu bergidik dalam situasi ini.

Bersambung ❤️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!