Tiga puluh menit terlewati. Satu obrolan pun belum ada yang terucap, baik oleh Nia, mau pun Bara. Bara sibuk dengan setirnya. Sedang Nia berpura-pura bersikap biasa saja sambil memperhatikan apa yang ada di jalanan.
Di perempatan jalan, Nia dibuat bingung, Bara mengambil jalur berbeda. Ini bukan jalan pulang ke apartemen Bara. Kemana Bara akan membawa dirinya? Ingin bertanya Nia takut. Diam-diam Nia mencuri pandang ke arah samping, pada si pemilik kursi kemudi. Raut wajah Bara tetap sama, sejak dari kantor sampai detik ini, masam kecut mengalahkan cuka apel malang.
Sekian menit kemudian bara membelokkan setir mobil ke area bangunan mewah dengan desain unik. Parkiran butik Miss Queen jadi pilihan Bara menghentikan mobilnya. Dalam hati Nia terus bertanya, mau apa Bara berhenti di sini? Menemui istri atau ke kasihnya? Apa membeli baju untuk istri, pacar atau apalah. Karena yang Nia tau, butik berlogo MQ hanya menjual pakaian bermerk wanita dewasa. Dimulai dari pakaian sehari-hari, kantor, out fit untuk hangout, serta baju pesta. Nia mengetahui itu semua dari akun media sosial yang dimiliki Miss Queen. Capek berspekulasi, membuat kepala pusing sendiri, Nia memilih diam. Diperintah baru ia akan merespon.
Bara dengan terampil menormalkan gigi mobil, lalu menarik tuas rem tangan. Belum ada niat mematikan mesin mobil. Sejurus setelah melepas savetybelt, ia menarik nafas dalam, lalu membuang kasar. Mirip orang yang tengah memikul beban berat. Belum ada niat melirik Nia, tatapannya masih lurus kedepan, luar mobil. Jelas Bara seperti menimbang-nimbang kata yang akan di ucapkannya.
Nia bergeming, ia bisa membaca ada sesuatu hal yang akan Bara sampaikan. Nia hanya menunggu, karena bertanya pun percuma baginya, Bara pasti tidak akan menjawab jika tidak sesuai dengan keinginan hatinya. Apalagi mengulang ucapan, itu tidak mungkin dilakukan bara. Sejauh ini, Nia mulai memahami sedikit karakter Bara.
"Saya membawa kamu kesini untuk membeli baju untukmu" Bara berucap datar, tetap dengan pandangan lurus kedepan, ke arah orang-orang yang lalu lalang keluar masuk butik.
"Tapi sa-saya tidak berkeinginan membeli baju" Nia menatap heran Bara, lalu melanjutkan praduganya " Ia saya tau baju saya terlihat usang, tapi bersih kok, masih layak pakai. Saya tidak ingin menambah hutang, bisa-bisa seumur hidup saya bekerja sama bapak. Mana mau saya" Nia nyerocos, mengeluarkan uneg-unegnya, sambil membelai ujung baju yang ia kenakan.
"Kamu lupa siapa saya?" Bara memicing, menatap Nia geram.
"Bapak bos saya. Saya tau itu, tapi nggak semuanya bapak yang ngaturkan?"
"Jadi???!" Bara memiringkan Badan. Menelisik Nia tajam. Nia yang mulai peka, membaca gelagat ketidak sukaan Bara. Kalau sudah begini, lebih baik Nia diam.
"Saya tidak meminta pendapatmu, sesuai aturan, kamu hanya perlu me-nu-rut!" tekan Bara.
Nia mengangguk, tatapannya menunduk, mulai kembali ciut, seperti seekor kura-kura yang masuk ke cangkangnya.
"Satu lagi! Jangan pernah panggil saya bapak saat tidak ada orang lain. Panggil saya MAS!"
"Mas palsu" olok Nia pelan sambil membuang muka ke kaca mobil. Ia melampiaskan geram di hati.
"Apa kamu bilang?" Samar-samar Bara sedikit mendengar apa yang dikatakan Nia.
"Nggak, nggak ada" sambil menggeleng-gelengkan kepala, merasa tertangkap basah atas kecerobohannya.
"Sekarang kamu turun! cepat pilih baju yang sesuai untuk dinner!"
"Dinner pak mas?"
"Nggak ngelayat!"
"Siapa yang meninggal?" tanya Nia Polos. "Berarti warna hitam dong...." Nia lempeng-lempeng aja.
Bara yang kesal memukul setir, tanpa disengaja klakson lah yang ikut berteriak nyaring.
"Astagfirullah....." Nia menutup kuping.
Tak ayal orang yang keluar dari butik juga ikut melompat karena kaget.
"Keluar nggak....!"
"Ia....ia...." cepat Nia turun dan membuka pintu mobil.
Kembali Bara menarik nafas kasar membuang kesal yang sempat singgah di kepala.
Pelan Nia mendorong pintu kaca, wajah sungkan jelas nyata diwajah miskinnya. Ini kali pertama ia masuk ke butik ternama. Itu pun atas desakan Bara.
"Cari apa mbak?" seorang pelayan butik datang menghampiri. Wajah ramah menyambut calon pembeli. Salah satu attitude yang diajarkan owner butik MQ.
Nia celingukan menatap ke arah barisan baju yang digantung rapi sesuai jenis-jenis baju.
"Lihat aja dulu mbak! Siapa tau ada yang cocok. Oya...mbaknya nyari baju untuk acara apa ya...?" senyum ramah mengiringi setiap ucapan.
"Baju ngela....eh...dinner maksudnya?" Nia masih kepikiran ucapan Bara barusan.
"Dinner ya...? Mari mbak ikut saya!" pelayan mempersilakan Nia untuk ikut dengannya.
Pelayan berpasmina hitam antusias memilih baju yang sesuai untuk tubuh Nia yang mungil. Sekali-kali ia melirik ke arah Nia, untuk memastikan pilihan baju sesuai.
"Nah....ini kayaknya cocok deh... sama mbaknya" Pelayan melepas gantungan menarik baju keluar dari susunannya. Pilihan pelayan jatuh pada midi dress berwarna hitam. berbahan brokat kombinasi. Tubuh Nia yang tidak tinggi, akan tertutupi dengan model itu. serta warna hitam akan semakin membuat kulit Nia tampak lebih putih.
Midi dress Nia
"Di pas in aja mbak, ruang ganti ada di sana" tunjuk pelayan sopan mengarahkan telapak tangan ke pojok ruangan.
Bara sudah duduk manis di salah satu sofa yang ada di butik itu. Sambil menunggu Nia memilih baju, ia membuka layar tablet, memeriksa pekerjaan yang bisa ia kerjakan.
Mata bara memindai sosok yang baru saja keluar dari ruang ganti, berjalan mendekat ke arah dirinya. Tatapannya biasa saja, tidak ada yang istimewa karena yang memakai baju itu Nia. Lain halnya jika yang memakainya si dia.
"Sudah..., ambil saja yang itu! Mbak sekalian jelbabnya ya!" pinta bara pada pelayan. Ucapannya datar sedikit pun tidak menyiratkan kagum.
Nia bagai robot yang di setel, mengikut saja. Selesai membayar mereka langsung pulang ke apartemen.
***
Sore menjelang magrib.
Dirga baru saja memarkirkan mobil di garasi. Masuk kerumah tanpa mengucap salam. Ternyata pak Ramlan kembali menunggu diruang keluarga.
"Dirga..! Kita perlu bicara!" ucapnya sembari menatap Dirga yang ogah-ogahan.
Dirga mengayun kaki, mengikut pak Ramlan ke teras belakang.
Keduanya duduk dikursi santai. Meja sebagai pembatasnya. Tatapan keduanya lurus ke arah taman yang di sana ada kolam ikan dangkal, beberapa tanaman perdu juga beberapa tanaman bonsai.
"Tadi papa kerumah Nia" pak Ramlan menjeda ucapan, sekilas melirik Dirga.
"Tadinya papa ingin membujuk dia untuk kembali bekerja di rumah kita. Rupanya...., Nia sudah bekerja dirumah orang lain"
Dirga tersenyum sinis, karena ia sangat tau dengan siapa Nia bekerja. Boleh jadi selama ini Nia membuntuti Dirga, sehingga bisa tau siapa teman-teman Dirga yang kaya, makanya ia memilih bekerja dengan Bara.
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Little Peony
Semangat kak, salam dari Somebody Does Love ❤️
2023-06-26
3
linda sagita
makasih kakak
2023-04-08
0
mom mimu
lanjut lagi kak Lin, semangat 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-04-08
0