"Dasar bos aneh! sebentar baik, sebentar jahat! Keselll....kesell...!" umpat Nia dalam hati. Sikap Bara yang cepat berubah membuat Nia semakin kesal dan tidak mengenal mana watak Bara yang asli. Tempramenkah? Perhatiankah? Atau kejam?
Kali ini Nia harus lebih hati-hati dalam bersikap, jika tidak, mungkin Bara akan tambah murka padanya. Air mata yang sebelumnya mengalir, mendadak kering. Nanti baru akan dilanjutkan nangisnya. Tatapan Bara masih lekat memindai semua gerak-gerik Nia.
Cepat Nia mengelap nasi dan lauk yang tumpah dimeja menggunakan tisu yang memang ada di sana. Diwaktu bersamaan seorang OB kantor tergopoh-gopoh masuk keruangan Bara. Bara lah yang tadi meminta ia ke ruangan. Namanya Mika. Rambut lurus sebahu dengan kulit hitam manis. Bila dilihat, ia seumuran Nia. Hanya tubuhnya lebih tinggi dari Nia yang bertubuh mungil.
"Biar saya saja mbak!" pintanya sopan pada Nia yang masih sibuk membereskan meja menggunakan satu tangannya. Mika baru menyadari Nia gadis yang kurang sempurna. Terasa ada sedikit denyut simpati di dada Mika.
"Nggak usah....! Biar saya saja. Tinggal sedikit kok" tolak Nia halus diiringi senyum tulus. Sekilas ia mendongak melihat ke arah mika yang berdiri tepat disampingnya, lengkap dengan peralatan bersih-bersih.
Mika melirik Bara, yang dilirik sudah memasang tampang sangar. Berkacak pinggang, dengan tatapan menghunus tajam. Mika tau benar bagaimana karakter Bara. Untuk antisipasi, cepat Mika mengambil alih pekerjaan Nia. Itu semua dirasa lebih baik dari pada harus mendapat amukan singa.
"Biar saya saja mbak...! Ini memang pekerjaan saya!" Mika mempertegas. Kali ini tidak ada lagi penolakan dari Nia, Mika sudah mengeluarkan serbet dan turut mengelap meja. Nia yang tadinya membungkuk, cepat berdiri dan sedikit menggeser diri. Karena Nia juga menangkap pemandangan mencekam diruangan itu. Bara sedang menatap tajam mereka berdua. Tidak ingin orang lain ada masalah gara-gara dia, lebih baik Nia menurut.
"Sekarang kamu cuci tangan!" tegas, perintah Bara ke Nia, sambil menunjuk toilet dengan dagu.
Nia mengangguk dan buru-buru masuk ke toilet yang ada diruangan Bara. Mencuci tangan secepat mungkin di wastafel yang ada. Dirasa basuhan sudah sempurna, Nia meraih tisu untuk pengering.
Sebentar Nia melirik wajahnya di kaca yang tergantung di dinding "Kesian sekali kamu Nia, lepas dari kandang harimau masuk ke kandang Singa" monoloknya sendiri. Nia tersenyum kecut menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah lelah sedikit pucat.
Dur.....Dur.....Dur....!
Suara pintu toilet digedor kasar dari luar. Nia yang sempat larut dengan pikirannya, dibuat kalut. Cepat ia membuka pintu. Mata singa siap menelannya hidup-hidup. Siapa lagi pelakunya kalau bukan bos anehnya. Bara sudah berdiri tegap di depan pintu toilet dengan bersedekap tangan di dada.
" Dasar lelet...! Cuci tangan kok lama banget ...! Kenapa nggak sekalian mandi, hem....?!" Sarkas Bara. Ia memindai tajam Nia yang menunduk takut melewati dirinya.
"Ma...maaf pak" hanya itu kata yang keluar dari mulut Nia.
Mika mencuri dengar, sekilas ia melirik Nia yang tertunduk di marah Bara. Rasa kasian itu ada, hanya siapa lah Mika, dua kali lima sama seperti Nia. Meski belum sempat berkenalan, Mika yakin Nia tidak lebih dari seorang pembantu bagi Bara. Cara berpakaian, perlakuan Bara ke Nia, jelas bagai atasan ke bawahan. Begitu juga sebaliknya, sikap Nia memang menggambarkan ia seorang pembantu. Selalu tunduk, menurut apa yang di katakan Bara.
"Cepat kemaskan rantang makanan, kita pulang!"
"Pu...pulang?" tanya Nia ambigu. Ia bergeming. Sekarang masih jam kantor. Bahkan baru memasuki jam masuk setelah istirahat.
Bukan jawaban, melainkan sorot mata yang tajam menghampiri Nia. Bara tipikal orang yang irit bicara. Paling tidak suka harus mengulang ucapannya.Satu persatu Nia mulai mengenal karakter Bara, si manusia aneh yang belum sehari menjadi majikannya.
Langkah kaki pun di buka lebar, Nia menuju keberadaan Mika yang memegang rantang siap diberikan padanya. Sedang Bara sudah membuka pintu, siap meninggalkan ruangan. Tidak ketinggalan tas kerja juga sudah di jinjing. Untuk hari ini, ia menyudahi kegiatan kantor, ada agenda lain yang harus di bahas bersama Nia. Ini berkaitan syarat kepemilikan perusahaan yang sedang ia kelola.
"Makasih ...." ucap Nia tulus, meraih rantang yang diulur Mika.
Mika balas tersenyum. Mereka belum saling kenal tapi masing-masing sudah merasa punya chemistry.
"Hati-hati!" Mika.
Nia mengangguk pasti, cepat ia menyusul Bara yang sudah keluar dari ruangan.
Sebelum benar-benar meninggalkan kantor, Bara mampir ke meja sekretariat nya, Geby.
"Geb....! tolong jadwalkan ulang untuk agenda sore ini! Saya ada keperluan mendesak dan harus meninggalkan kantor sekarang!" ucapnya tegas, selayaknya atasan dan bawahan. Perlakuannya ke Geby sangat berbeda saat mereka hanya berdua diruangan. Oleh karena itu tidak ada yang menaruh curiga, termasuk Dirga atas skandal yang mereka buat.
Geby yang sedang menyapukan lipstik merah menyala sedikit terkaget dengan kemunculan Bara yang tiba-tiba. Spontan ia berdiri. Alhasil, sapuan lipstik sedikit melenceng dari garis bibirnya.
"Baik pak!" ucapnya patuh sedikit membungkukkan badan, petanda hormat. Jangan lupakan dua benda keramat yang ikut mengayun. Sempat Bara dibuat berdesir, namun cepat ia menormalkan otak kotornya, dengan secepatnya berlalu pergi melanjutkan mengayun langkah. Nia sudah mengekor dibelakangnya. Sempat Nia mendapatkan tatapan sinis dari Geby, namun ia tak menggubris.
"Masuk....!" Bara sedikit membentak. Entah kapan cara bicara laki-laki aneh ini akan melembut. Nia hanya bisa menarik nafas panjang. Baru sehari bekerja, Nia merasakan tekanan yang teramat sangat. Kalau sudah begini, Nia paling rindu akan pak Ramlan, yang tidak pernah sekali pun protes dengan pekerjaan Nia. Selalu mengayomi layaknya orang tua ke anak. Andai........
"Bisa nggak sih, kalau saya ngomong cukup sekali kamu langsung nurut?!" Bara yang sudah membuka pintu mobil, urung masuk ke dalam.
Nia yang bergeming, tersadar akan lamunan singkatnya. Cepat ia membuka pintu penumpang bagian belakang.
Tingkah Nia semakin menajamkan pandangan Bara padanya. "Kamu kira saya sopir?!" sarkas Bara lagi.
"Masyaallah......cerewetnya kelewatan, masalah duduk pun dipermasalahkan" Dua detik mata dipaksakan pejam, Nia kembali menahan kesal. Sungguh pun begitu, cepat ia menurut. Secara tidak langsung ucapan Bara barusan menyuruh ia duduk di depan, samping Bara.
Mobil yang dikendarai Bara melaju membelah kemacetan kota yang mulai terurai menuju apartemen tempat ia tinggal.
***
"Si cacat sialan! Tunggu..., suatu saat aku akan memberimu pelajaran berharga yang tidak akan pernah kau lupakan" Dirga bermonolog melampiaskan kekesalannya. Setelah melihat Nia dikantor Bara. Moodnya semakin berantakan. Udahlah memang sejak pagi dilanda cemas, kini malah kebencian yang sedang menguasai otak dan hatinya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Mam's Andy
aku jadi terharu bacanya kadian Nia
2023-07-31
1
mom mimu
satu iklan mendarat, semangat 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-04-08
1
mom mimu
lanjut lagi kak Lin, semangat 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-04-08
0