"Silakan duduk...!" Buk Fatimah mempersilakan pak Ramlan yang pagi ini bertamu kerumahnya.
"Makasih...." pak Ramlan mendudukkan bo kong di kursi kayu ruang tamu buk Fatimah. Gurat wajah tua pak Ramlan mencetak beban yang begitu kentara.
"Maaf, pagi-pagi saya sudah betamu" Sekarang baru jam delapan pagi. Ada rasa kurang nyaman sebenarnya bertamu sepagi ini. Mau bagaimana lagi, ada hal yang akan ia bicarakan, sekaligus melihat kondisi Nia dan ibunya. Sudah lama mereka tidak bertemu. Terakhir, saat perjodohan itu.
"Nggak masalah pak, hanya saja Nia tidak dirumah, lagi kerja" buk Fatimah sudah hafal, jika pak Ramlan datang pasti ingin menemui Nia.
"Emang kerja dimana dia?" kening pak Ramlan berkerut menyirat tanya. Hampir sebulan tidak ada komunikasi, banyak hal yang tidak ia tau tentang Nia sekarang ini.
"Alhamdulillah baru hari ini dia mulai kerja lagi pak..., sebelumnya ia sempat menjajakan kerupuk di lampu merah. Katanya kerja jadi pembantu lagi, tapi kurang tau juga kerja dimana dan sama siapa, soalnya baru pagi ini ia ngasih tau" buk Fatimah antusias menceritakan anak semata wayangnya yang memang dikenal ulet dalam bekerja.
Cerita buk Fatimah barusan, membuat rasa bersalah di hati pak Ramlan, andai Dirga bisa menerima Nia, pasti kejadiannya tidak seperti ini. Kalaupun tidak menerima perjodohan, minimal membiarkan Nia tetap bekerja dirumahnya.
"Jadi pembantu?" kenapa nggak kerja dirumah saja?" ada nada kecewa diwajah pak Ramlan.
Buk Fatimah menghela nafas panjang, pandangannya tertuju pada pak Ramlan. Sebelum bicara, seutas senyum ia layangkan "Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih pada bapak juga den Dirga. Tapi kalau masalah pekerjaan, sepenuhnya saya serahkan ke Nia. Terpulang maunya dia gimana. Pokoknya senyaman Nia aja pak. Yang ngejalanin kan dia, saya sebagai orang tua hanya bisa berdoa agar Nia dimudahkan urusannya, entar kalau selesai kuliah dapat kerjaan yang bagus" Terselip harapan juga doa dalam untaian kalimat buk Fatimah.
Pak Ramlan manggut-manggut. Membenarkan ucapan buk Fatimah. Mungkin Nia sudah merasa tidak nyaman setelah kejadian waktu itu. Hanya kali ini pak Ramlan ingin kembali memastikan, dan jika bisa ingin membujuk Nia agar kembali bekerja dirumahnya. Manusia berusaha tak ada salahnya, itu pikirnya.
"Sebenarnya, kedatangan saya kesini ingin meminta maaf. Karena ulah Dirga, Nia berhenti bekerja. Saya sangat menyayangkan sikap Dirga yang kekanak-kanakan" ucap pak Ramlan penuh penyesalan.
"Nggak...., ini bukan kesalahan Dirga. Nia berhenti murni atas kemauannya sendiri. Mungkin memang udah saatnya Nia berhenti, lagian bapak juga udah terlalu banyak ngebantu kami"
Pak Ramlan menggeleng pelan. Tatapannya lurus melihat buk Fatimah. Masih ada sesal dalam hatinya. Bibir tersenyum hambar, dalam hati menaruh sedih. "Apa yang saya juga keluarga berikan tidak ada apa-apanya. Tidak bisa menebus apa yang telah terjadi. Seharusnya saya tidak merahasiakan semua kejadian ini pada Dirga. Namun saya belum sanggup untuk berterus terang. Dokter juga pernah bilang sebisa mungkin agar tidak menimbulkan rasa bersalah yang berujung trauma, untuk Dirga. Meski keluarga ibuk sudah mengikhlaskan, tapi disisi lain saya ingin Nia mendapat sedikit keadilan, " ucap pak Ramlan bersungguh-sungguh. Tatapannya penuh harap pada buk Fatimah.
"Kami tidak pernah mempermasalahkan, apa yang telah terjadi, semua sudah menjadi garis ketentuan Tuhan. Kita sebagai manusia hanya menjalani. Saya yakin roda terus berputar, ada saatnya Nia akan bahagia" lirih buk Fatimah.
"Karena sikap keluarga ibuk yang terlalu baik seperti ini membuat rasa bersalah saya semakin bertambah. Mana tega saya melihat Nia seumur hidup menanggung hinaan karena kecacatannya. Saya juga tidak ingin kecacatan yang disebabkan Dirga ini, menjadi penghalang jodohnya. Makanya saya ingin menjodohkan Nia dan Dirga. Selain karena rasa tanggung jawab, memang saya tertarik dengan kepribadian Nia. Mana ada gadis seperti dia di zaman ini. Ijinkan saya kembali membujuk Nia untuk menerima perjodohan ini. Soal Dirga, biar saya yang uruskan" ucap pak Ramlan panjang lebar.
***
Di kantor.
Hari ini Dirga uring-uringan. Banyak pekerjaan turut terbengkalai. Mimpi buruk semalam, benar-benar menjadi momok menakutkan yang membekas sampai detik ini. Rasanya, mimpi itu benar-benar nyata. Menggerus emosi, membuat semuanya tak selera dimata.
Bahkan kehadiran Geby pun tidak mampu membangkitkan gairahnya. "Kamu kenapa sih beb? dari tadi cemberut gitu" Geby yang bergelayut di leher Dirga, melerai gelayutannya. Mengambil jarak, lalu menghempas kasar bo kong dikursi yang ada di hadapan Dirga.
"Lagi malas aja" Cuek, Dirga berpura-pura sibuk dengan meraih asal berkas dimeja.
"Nggak asik ah....! Gue bela-belain istirahat datang ke sini, tapi apa yang gue dapet, dicuekinnn....!" kesal Geby. Raut kecewa jelas ia terpampang diwajahnya.
"Ok...ok..., sorry..., gue minta maaf, sekarang maunya kemana?" Dirga kembali mengalah demi menghindari perselisihan yang sering terjadi. Ia memandang Geby yang sedang memasang wajah bete.
"Gue mau balik ke kantor! Udah nggak selera mau ngapa-ngapain"jawab Geby ketus. Niat hati jam istirahat ingin dihabiskan bersama Dirga, nyatanya Dirga kehilangan selera. Jangankan bernafsu, meliriknya saja segitu doang. Itu pun pas saat Geby datang sudah memasang mode ngambek. Setelahnya cuek bebek. Padahal kali ini tampilan Geby tak kalah seksi dari biasanya, rok mini naik sejengkal dari atas lutut. Baju kemeja tipis, tak lupa dua kancing di lepas bebas mengekspos dua gunung kembar yang meluber keluar dari sarangnya.
Jika dalam keadaan normal, biasanya Dirga pasti sudah menerkam Geby, tapi tidak hari ini. Ia bagai kehilangan syahwatnya.
"Ok, gue antar sekarang" Dirga bangkit, lalu meraih kunci di atas meja, tidak lupa hand bag kulit turut ia raih. Berisi kartu-kartu juga uang kes seperlunya.
Geby berjalan dengan sedikit menghempas kaki. Sedang Dirga mengekor dibelakangnya. Karyawan yang berpapasan dengannya semua menunduk hormat. Mereka semua tau siapa Geby. Hanya saja banyak karyawan yang tidak menyukai sikap sombong, juga kasar Geby. Banyak yang menyayangkan, kenapa Dirga yang terkenal lelaki baik bisa jatuh ke pelukan wanita seperti Geby.
Sepanjang perjalanan, tidak ada obrolan. Keduanya memilih diam, Dirga masih dalam mode trauma dengan mimpi semalam, sedang Geby diselubungi kesal juga sakit hati atas sikap cuek Dirga.
Alang-alang sudah dikantor Bara, Dirga berniat sekalian menemui sahabat baiknya. Sudah lama juga mereka tidak mengobrol. Setelah mengetuk pintu dan dipersilakan masuk, Dirga disuguhkan pemandangan seorang Bara yang sibuk menelisik dokumen di atas meja. Bara memang terkenal laki-laki gila kerja. Tak heran usahanya bisa di atas Dirga.
"Tumben nggak ngabarin dulu mau kesini?" tanya Bara tanpa melihat wajah Dirga.
"Sekalian aja, habis ngantar Geby" Dirga memilih duduk di sofa khusus untuk tamu Bara.
Mulut Bara membentuk huruf O, yang artinya ber oh riya. Ia menghentikan pekerjaannya, menutup berkas lalu berdiri menghampiri Bara, turut duduk di sofa.
"Oya bro...., thank hape nya" tatap Dirga pada Bara yang sudah duduk bertumpang kaki di sebelahnya.
Bara cuek saja, tidak merespon ucapan Dirga. Ia malah sibuk meraih gelas Aqua kecil dan meminumnya.
"Gue transfer ya?"
Bara melirik sekilas, "nggak perlu, anggap hadiah dari gue. Lagian gue udah lama nggak ngasih lo hadiah kan...? Terakhir pas ulang tahun Lo kalau nggak salah" ucapnya santai sembari meletakkan kembali gelas Aqua ke atas meja.
"Kalau harganya murah gue nggak masalah, ini lumayan bro, bisa buat bayar ****** Lo"
Deg....
Sejenak raut wajah Bara berubah kecut. Kalau sampai Dirga tau siapa ****** Bara, sudah pasti hubungan mereka tidak sebaik ini. Ini tidak bisa dibiarkan, Bara harus menghentikan kegilaannya. Lagian sekarang ia sudah punya mainan baru.
"Kalau Lo masih nganggap gue teman, ambil...! Nggak ada istilah penolakan!" ucap Bara tak terbantah.
Atensi keduanya teralihkan saat ada yang mengetuk pintu.
"Masuk...!" suara tegas Bara mengaung di telinga.
Deg....
Mata Dirga menangkap sosok yang paling di bencinya, SANIA. Tengah berdiri diambang pintu, siap dengan rantang makanan.
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
linamaulina18
itulah cwo bodoh g bs menilai yg Dy tilai cma fisik semata
2023-05-21
1
aprian adibrangga
buk itu memang salah dirgo
2023-04-06
0
mom mimu
lanjut lagi kak Lin, semangat terus 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-04-04
0