Sania Minyak Sawit

Pagi-pagi sekali, setelah shalat subuh, Nia langsung berkutat di dapur. Bismillah, hari ini ia memulai bekerja dengan manusia aneh. Tidak ada istilah santai dalam kamus kehidupannya. Meski memiliki keterbatasan, Nia pantang menyerah. Selama masih bisa, ia akan berusaha. Apalagi pekerjaan ini berkaitan hutang, wajib Nia lakukan.

Nasi goreng ala kadar dengan telur mata sapi sebagai toping. Itulah menu yang disiapkan untuk sarapan pagi Nia dan ibunya. Untuk makan siang ibunya, khusus hari ini Nia akan memesan dengan tetangga yang kebetulan berjualan nasi diteras rumah, menu murah meriah, sepuluh ribuan.

Setelah mengetuk pintu, Nia masuk ke kamar buk Fatimah, wanita tua itu sedang bersiap naik ke kursi roda. Berdaster motif bunga, lengan pendek, panjang semata kaki. Untuk penutup kepala hanya memakai ciput, khas ibuk-ibuk di desa. Cepat Nia menolong ibunya duduk di kursi roda.

"Makasih...." buk Fatimah melengkungkan senyum memandang putri semata wayang yang tidak pernah mengeluh meski sudah banyak melalui cobaan. Nia turut membalas tersenyum. Mendorong pelan kursi roda menuju meja makan sederhana dirumah bertipe empat lima yang dikontrak beberapa tahun belakangan. Lebih tepatnya pak Ramlan yang menyarikan juga membayarkan. Rumah orang tua Nia di sita bank, karena dijadikan jaminan saat meminjam uang.

"Masak apa sayang?"

"Maaf ya buk, Nia hanya sempat membuat nasi goreng" Nia menarik tuas pengunci kursi roda agar tidak bergerak.

"Alhamdulillah...., ini sudah lebih dari cukup" syukur selalu terlantun di bibir buk Fatimah. Nia menyendok nasi goreng ke dalam piring buk Fatimah dan untuk dirinya.

"Kamu kerja?" buk Fatimah mendongak, menelisik penampilan Nia yang sudah rapi. Baju kaos lengan panjang berwarna krem dan rok plikset berwarna hitam. Tidak ketinggalan jilbab bergo berwarna hitam dengan panjang di bawah dada. Penampilan biasa, malah terkesan emak-emak. Nia tidak memiliki banyak stok pakaian. Padahal untuk anak gadis seusianya, penampilan lah yang di nomor satukan.

"Ia buk, Alhamdulillah Nia dapat kerjaan baru" Nia mendudukkan bo kong di kursi plastik samping buk Fatimah. Satu piring nasi goreng juga ada di hadapannya.

"Kerja dimana?"

"Jadi pembantu lagi buk, kemaren ditawarin" ucap Nia sedikit kaku. Memilih tidak menceritakan awal kejadiannya.

"Pembantu juga nggak papa, yang penting halal. Tapi ingat...., pandai-pandai jaga diri" pesan yang selalu di ucapkan buk Fatimah untuk Nia.

"Insyaallah buk....." Nia kembali mengukir senyum, setelahnya melanjutkan sarapan. Untuk hari ini Nia akan berangkat lebih awal, dikarenakan ia belum tau persis alamatnya. Harus mencari dulu, walaupun semalam manusia aneh sudah shareloc alamat.

"Buk..., Nia pamit...!" Saat ini keduanya berada diambang pintu. Nia mencium punggung tangan buk Fatimah. Disertai elusan lembut tangan keriput di kepala Nia. "Ibuk jaga diri, kalau ada apa-apa, bilang sama buk Utin untuk mengabari Nia. Buk Utin, tetangga sebelah rumah yang berjualan nasi. Nia kerap meminta tolong buk Utin untuk melihat-lihat ibunya saat ia sibuk bekerja. Syukurnya buk Utin termasuk tetangga yang baik dan perhatian.

"Udah..., kamu tenang aja, ibuk bisa sendiri kok. Kamu yang fokus kerjanya, hati-hati dirumah orang!" lagi buk Fatimah memberi pesan. Wajah khawatir jelas terukir. Dalam lubuk hati yang paling dalam, sebenarnya ia sangat tidak tega melihat Nia yang harus pontang panting mencari nafkah. Belum lagi kondisinya yang tidak sempurna, membuat dada buk Fatimah merenggang setiap kali melepas Nia pergi bekerja.

Nia mengangguk, lalu mengucap salam. Buk Fatimah melambaikan tangan, setelah Nia tidak lagi terlihat, ia memutar kursi roda masuk ke dalam rumah.

Nia berjalan sedikit tergesa, waktu terus bergulir tanpa terasa sekarang sudah di jam enam pagi. Artinya dia hanya punya waktu tiga puluh menit.

Sebenarnya jarak apartemen manusia aneh dengan rumah Nia tidak terlalu jauh, hanya beda jalur. Jika ditempuh dengan berjalan kaki memakan waktu dua puluh menitan. Kalau menggunakan ojek online, bisa sepuluh menitan bahkan kurang. Nia yang hanya memiliki uang pas-pasan memilih berjalan kaki. Hitung-hitung pemanasan sebelum ke pekerjaan inti.

"Heh.....sini!" seperti ada yang memanggil. Hanya saja tidak memanggil nama. Nia turut menoleh ke sumber suara, dalam hati dipenuhi tanya. Siapa yang dipanggil manusia yang menyender di pintu mobil itu?.

"Kok malah bengong?, gue udah terlambat ni gara-gara jemput lo" ucapnya dengan nada ketus.

Nia menunjuk diri sendiri, memastikan apa orang yang dimaksud adalah dirinya. Lalu melihat kanan kiri, apa ada orang selain dia.

"Ya kamulah, siapa lagi......?! Kamu SANIA minyak sawit itu kan? gerutunya sambil memperhatikan Nia yang berjalan mendekat. Ia mengenal Nia dari ciri fisik yang disebutkan Bara. Saat ini, ia ditugasi Bara menjemput Nia tepat di depan gang perumahan.

"Ia saya Sania, tapi bukan minyak sawit om" Nia mengoreksi nama yang di beri embel-embel minyak sawit.

"Om....?" lelaki yang belum diketahui namanya kaget, ia menunjuk dirinya, apa benar barusan dia dipanggil om. "Sejak kapan gue nikah sama bibik Lo?" ia tak terima dipanggil Sania om. Seolah-olah ia sama seperti om-om genit.

"Emang mau dipanggil apa?" Nia memasang wajah bingung.

"Nama gue DAVID, terserah mau manggil apa yang penting jangan om, geli gue" ia menggeliat mirip ulat yang disentuh.

"Pak David gitu...?" Nia mencoba memanggil dengan panggilan yang pas.

"Nggak-nggak!!!" tolaknya cepat diiringi lambaian tangan di dada. "Ini malah lebih parah, emang kapan gue nikah sama Mak Lo? Ahhh...bikin kesal, jangan pak lah!. Apa gue nampak setua itu?" Nia semakin menyerngit kan kening, bingung menghadapi manusia aneh di depannya. Dikira hanya bos itu yang aneh, sekarang malah lebih parah, hanya gara-gara panggilan dijadikan persoalan.

"Boleh panggil yang lain, asal jangan pak, jangan om!" tegasnya lagi.

Nia mengamati wajah orang aneh yang baru ia temui, muncul satu ide di kepala. "Bagaimana kalau kak? Kak David?" ucap Nia antusias diiringi lengkungan senyum di wajahnya.

"Nah ...., itu baru pas" David menjentikkan jemari, merasa lega dengan panggilan yang di dapat. Lelaki yang hampir berumur tiga puluh lima itu, tidak pernah mengakui jika ia sudah diatas kepala tiga. Makanya akan protes jika ada yang memanggil pak, atau om.

"Sekarang Lo masuk!" telunjuk di arahkan ke pintu penumpang samping kemudi.

"Tapi mau kemana?" Nia yang belum mengenal siapa David dan kenapa menjemputnya? Memasang wajah waspada. Apalagi sekarang ini tengah marak kasus penculikan untuk diambil organ tubuhnya.

David menyugar kasar rambutnya, lelaki tinggi semampai berkaca mata mines merasa kembali di uji kesabarannya. " Gue...." mengacungkan telunjuk ke dadanya, "disuruh Bara, untuk menjemput Sania alias minyak sawit, untuk bekerja di apartemennya, pahammmmm??!" David menekan nada yang diucapkan pelan.

Baru paham, Nia nyengir kuda, sambil menatap wajah David yang berubah garang, ia membuka pintu mobil.

Bug ....

Pintu di tutup Nia.

Cepat David memutari mobil masuk dan duduk dikursi kemudi, lalu menyalakan mesin. Waktunya tidak banyak lagi, telat sedikit ia yang akan mendapat amukan Bara.

***

Kediaman Dirga.

Sejak terbangun dari mimpi buruk, Dirga enggan memejamkan mata. Dia takut mimpi itu kembali datang mengguncang jiwanya. Sebelumnya sudah lama Dirga absen dari mimpi ini, tapi entahlah kenapa mimpi yang sama datang lagi. Semuanya seperti nyata terasa, sampai hari ini Dirga belum mendapatkan jawaban atas mimpi yang suka datang di lima tahun belakangan.

Jadilah Dirga menghabiskan sisa malam ditemani kepulan si kretek. Mata panda menghiasi lingkaran mata, petanda kurangnya tidur Dirga malam ini.

Apa yang ditakuti pak Ramlan akhirnya datang lagi, tepat beberapa hari kepergian Nia, Dirga mendapatkan mimpi yang sama. Padahal dua tahun Nia bekerja dirumah itu, Dirga baik-baik saja. Oleh karena itu pak Ramlan ingin menjodohkan Nia dan Dirga. Di samping Nia gadis yang baik, ada kejadian masa lalu yang terpaut antara Nia dan Dirga, yang membuat pak Ramlan memendam rasa bersalah yang teramat.

Bersambung......

Terpopuler

Comments

aprian adibrangga

aprian adibrangga

itu balasan untuk laki-laki sombong

2023-04-03

2

aprian adibrangga

aprian adibrangga

kasih tau dulu, biar orang tau mau kemana

2023-04-03

0

aprian adibrangga

aprian adibrangga

ia kalau dtempat aku, Sania itu minyak goreng

2023-04-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!