Strategi Licik

"Meski kondisinya tidak sempurna, Sania itu gadis yang baik. Lagian ketidak sempurnanya bukan karena cacat bawaan lahir, melainkan akibat kecelakaan" ucap pak Ramlan lirih. Mencoba menjelaskan bagian diri Nia yang selalu dihina Dirga. Sorot mata pak Ramlan menyiratkan rasa bersalah yang amat kentara. Karena sejatinya, cacatnya Nia disebabkan kelalaian Dirga. Dirga lah orang yang seratus persen bersalah.

"Pa...., kita sudah sering membahas masalah ini, dan ujung-ujungnya berakhir pertengkaran. Dirga capek pa....., tolong, alihkan topik pembicaraan!" pinta Dirga diiringi sorot mata memohon. Kali ini nada bicaranya tidak sekeras biasanya.

"Maka dari itu, terimalah Nia!" pinta pak Ramlan sangat.

Dirga menggeleng sebagai jawaban tidak. "Papa kan tau, aku sudah punya kekasih, lagian aku tidak mencintai si ..... Nia" hampir saja kata cacat keluar dari mulut Dirga. Sekuat tenaga ia menahan diri agar tidak kembali meledak-ledak. Tapi dalam hati, ia pastikan Sania akan mendapatkan balasan yang setimpal. Akan ia buat Nia menyesal seumur hidup, dan membuatnya tidak akan pernah lagi muncul di hadapan Dirga maupun keluarganya. Pikirnya, perempuan itu tidak ada bosan-bosannya mencuci otak pak Ramlan agar terpengaruh dan mewujudkan keinginannya menjadi menantu di keluarga Dirga.

"Papa mohon nak....., kali ini saja!" tangan keriput menyentuh tangan kekar Dirga. Pak Ramlan mengangguk dengan tatapan memohon, agar Dirga bisa luluh mengikuti keinginannya. Kata-kata lembut pun tak luput sebagai pelengkap agar Dirga jadi penurut.

"Akan Dirga pikirkan" setelah mengatakan itu, Dirga memutus pandangan. Ia bangkit berniat masuk kedalam rumah.

"Makasih nak...." binar bahagia jelas nyata. Pak Ramlan mengucap syukur di hatinya. Akhirnya Dirga melunak dan akan mempertimbangkan keinginannya. Senyum bahagia menatap punggung Dirga yang semakin menjauh darinya.

***

Apartemen Bara.

Nia baru saja merampungkan semua pekerjaan. Ia berniat meminta ijin pada Bara untuk di perbolehkan pulang. Mengingat hari sudah beranjak mendekati magrib. Nia gelisah, takut buk Fatimah kenapa-kenapa.

Nia memberanikan diri mengayun kaki mendekat ke sofa ruang TV, dimana Bara duduk menikmati cemilan yang dibuatkan Nia, sembari menyimak berita perkembangan dunia bisnis dalam dan luar negeri.

Bara menghentikan kunyahan, remote tv yang menggantung, kembali ia turunkan, tidak jadi memindahkan saluran, dikarenakan Nia sudah berdiri tak jauh dari sofa menatap ke arah dirinya.

"Pekerjaan semua sudah beres, apa boleh saya pulang?" pinta Nia sopan dengan suara sedikit takut-takut.

"Untuk hari ini kamu boleh pulang, tapi ingat....! Besok pagi jangan sampai telat!" ultimatum Bara.

"Siap mas" ucap Nia senang. Nia mulai lancar membahasakan Bara dengan sebutan Mas. Mundur dua langkah, barulah ia membalik badan mengambil tas yang ia simpan di dapur.

Tingkah Nia membuat Bara menggeleng kepala, detik berikutnya melanjutkan menonton tv.

"Jangan lupa pintunya di rapatkan!" pesan Bara ketika Nia melintas.

"Baik...." Nia berlalu begitu saja.

***

"Gimana kerjaan hari ini?" buk Fatimah menatap lekat wajah putri kesayangannya. Mereka tengah menikmati makan malam sederhana yang disempatkan Nia untuk memasaknya setelah pulang bekerja tadi.

"Alhamdulillah buk lancar" Nia menjawab di sela-sela kunyahannya.

"Syukurlah kalau begitu" satu suapan nasi kembali lolos masuk ke mulut buk Fatimah. Masih ada yang mengganjal di hati, antara ingin di sampaikan atau pun dipendam sendirian.

"Ibuk gimana hari ini?" Nia menyendok tumis kangkung ke dalam piring, lanjut menyomot ikan asin dan mengumpulkan dalam satu suapan.

Buk Fatimah diam, ia menatap lekat Nia yang tampak berselera menikmati makanan sederhana mereka.

Tidak ada jawaban, Nia menatap buk Fatimah. Yang di tatap ternyata juga menatap dirinya.

"Ibuk kenapa?" Nia mulai menaruh curiga, ada sesuatu yang mengganggu pikiran ibunya.

"Tadi pak Ramlan datang kemari"

Suapan yang hampir mendarat lagi ke mulut, urung Nia loloskan. Sudah hampir sebulan ia tidak berkomunikasi dengan pak Ramlan. Entah kabar apa yang di bawa laki-laki tua itu.

"Pak Ramlan kemari, ingin meminta maaf atas kejadian tempo hari. Ia juga kembali berniat ingin menjodohkan Nia dan Dirga"

Deg.....

Selera makan Nia menguar begitu saja. Nasi di genggaman di lepas lagi ke dalam piring. Nama Dirga di sebut membuat Nia merasa entah. Lelaki itu sudah keterlaluan menghina dirinya.

"Semua terpulang di Nia, ibuk mengikut saja" Itulah buk Fatimah, tidak pernah memaksakan ke hendak pada putrinya. Ia yakin Nia pasti bisa menentukan yang terbaik.

"Buk....." Nia menatap dalam mata buk Fatimah. "Nia ini cacat, nggak pantas untuk laki-laki sempurna, apalagi untuk kak Dirga, itu sangat nggak mungkin. Jadi, Nia akan tetap sama, menolak perjodohan ini" Nia menjawab penuh keyakinan. Jujur, dulu rasa kagum pernah singgah dihatinya. Apalagi sosok Dirga yang hampir mendekati kata sempurna sebagai seorang laki-laki. Tapi, semenjak tau perangai aslinya, Nia sangat yakin untuk mengatakan TIDAK!.

"Apa pun yang menjadi pilihan Nia, ibuk selalu dukung" senyum hangat mengiringi ucapan buk Fatimah.

Nia balas tersenyum. Keduanya kembali melanjutkan makan malam yang sempat tertunda. Tidak ada lagi obrolan, keduanya cepat menghabiskan isi piring masing-masing.

***

(temui papa besok! Ingat.....! bawa calonmu itu, jika tidak......, papa akan menyerahkan perusahaan pada adikmu!!!)

"Cih...selalu anak ****** itu yang kamu utamakan, padahal selama ini aku yang mati-matian memajukan kembali perusahaan yang hampir pailit" Bara bicara sendiri sambil menatap layar hape yang masih menyala. Ia baru saja mendapat pesan dari Dady Sutarja. Satu-satunya orang tua yang ia miliki kini. Karena sang ibu sudah lama meninggal, bahkan sejak umurnya baru memasuki usia remaja. Kematian ibunya di duga karena orang ketiga. Orang ketiga itu diyakini Bara adalah wanita yang sekarang menjadi istri muda Dady Sutarja. Oleh karena itu, Bara sangat membenci ibu tiri beserta adik dari hubungan gelap Dady Sutarja dan Viona si istri muda.

"Ok...., jika itu maumu, besok akan kubawa kan calon palsuku padamu!" ada seringai licik diwajah Bara. Tidak masalah baginya, lagian ia sudah mempersiapkan semuanya. Tinggal mengikuti game yang dimainkan.

Bara menjatuhkan tubuh ke atas kasur king size nya, tertawa aneh terlihat menakutkan. Tak lama setelahnya ia memejamkan mata, dengan bibir mengembangkan tawa. Sebentar lagi perusahaan akan menjadi miliknya. Hanya miliknya.

***

Lain Bara, lain lagi Dirga. Dikamar yang dilengkapi pasilitas mewah, nyatanya tidak memberi kenyamanan. Sedetik pun ia belum bisa memejamkan mata. Permintaan pak Ramlan yang jadi punca perkara. Sehingga membangkitkan dendam mengikis akal warasnya. Dirga sedang menyusun rencana untuk menghancurkan Nia, sehancur-hancurnya. Wanita penghalang kebahagiaannya itu akan ia singkirkan secara sadis. Bukan tanpa alasan, peringatan sudah pernah ia layangkan, namun tidak digubris. Malah kini pak Ramlan semakin berniat menjodohkan mereka, bukankah itu semua ulah Nia?

Dirga membangun strategi licik, sebagai langkah dari mana ia akan memulai. Jika ini bisa direalisasikan, dialah yang akan menjadi pemenang. Tidak akan ada lagi yang jadi penghalang hubungannya bersama Geby. Kekasih sejatinya.

Bersambung......

Terpopuler

Comments

mom mimu

mom mimu

haduh Dirga kayanya bakal Nerima perjodohannya cuman buat siksa Nia nih 😭😭😭 huaaaa... kasian Nia Kak Lin, jangan kejem2 ya... aku jadi inget Ais waktu di siksa hafiz, 😭😭😭

2023-04-09

4

Senajudifa

Senajudifa

cb bilang aj karena dirga lh bpkx nia meninggal

2023-04-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!