Sejuta tanya bersarang di kepala Dirga. Kenapa si cacat itu kembali datang ke kantor Bara. Untuk saat ini ia menyimpan tanya dulu, nanti akan dibahasnya.
Nia duduk melipat lutut. Takut-takut dia menyusun isi rantang ke atas meja kaca sofa, tempat Bara dan Dirga duduk saat ini. Tiap gerak geriknya diawasi dua pasang mata. Persis penjurian ajang lomba memasak ala master chef Indonesia. Salah sedikit, boleh jadi Nia akan di diskualifikasi dalam artian yang berbeda. Keduanya memandang dengan tatapan yang berbeda. Terutama Dirga, melihat tangan cacat Nia sibuk menahan salah satu sisi rantang, ada rasa jijik yang menyerang dirinya. Tangan buntung, pikirnya merendahkan. Senyum sinis juga ia tampilkan. Nia bagai makhluk paling kotor dimatanya
Bara yang meminta Nia membawakannya makan siang. Pagi tadi ia sempat meninggalkan Nia sejumlah uang untuk dibelanjakan. Untung apartemen Bara memiliki pasilitas yang lumayan lengkap, ada minimarket di sana. Sehingga Nia tidak terlalu jauh untuk sekedar berbelanja keperluan yang mendadak habis.
Hari ini ia sengaja meminta Nia yang memilih menu. Karena pada dasarnya Dirga bukanlah tipe yang cerewet bila berhadapan dengan makanan. Semua akan ia makan, asal bersih.
Memasak dan mengantar makanan ke kantor Bara, adalah salah satu agenda yang wajib Nia lakoni setiap hari. Masuk kedalam point perjanjian kerja yang kemaren belum terbaca oleh Nia.
Tiga macam menu yang Nia siapkan hari ini, udang asam manis, sup jamur serta sambal cabe ijo. Tidak ketinggalan kerupuk kulit, dan nasi putih.
Nia yang belum tau porsi makan Bara, membawakan nasi putih cukup untuk dua porsi.
Beres, semua selesai Nia hidangkan. Tinggal piring yang belum ada di sana. Bara bangkit mendekat kemeja kerja lalu menekan sambungan interkom.
"Bawakan dua piring ke sini!" perintahnya pada orang yang berada di sebrang.
Nia mundur beberapa langkah ke belakang. Berdiri, sambil menunduk siap menunggu perintah berikutnya. Tatapan Dirga bagai menguliti Nia, terhunus tajam penuh kebencian.
Tidak lama, pintu ruangan bara diketuk. Muncul sekretaris seksi melenggak-lenggok memamerkan body yang aduhai.
Dirga dan Bara kompak menoleh ke arah Geby yang baru saja meloloskan diri dari balik pintu, kecuali Nia. Ada senyum seksi yang Geby pamerkan pada dua laki-laki yang diklaim sebagai miliknya. Ya....miliknya. Dua laki-laki ganteng plus kaya raya. Masing-masing punya kelebihan yang bisa Geby manfaatkan demi memuaskan nafsunya.
Baru dua langkah memasuki ruangan Bara, mata Geby menangkap sosok yang tidak asing dimatanya, si cacat. Itu sebutan yang Dirga sematkan untuk perempuan berbaju kaos pudar serta rok kampungan yang berdiri dengan meremas ujung bajunya.
Sama seperti Dirga, Geby juga menyimpan tanya, kenapa Nia ada di sana. Melihat penampilan yang Nia kenakan, ada tatapan meremehkan juga merasa dia lebih diatas angin. Sedikit pun ia tidak merasa gentar, apalagi tersaingi. Level Geby jauh di atas Nia, si gadis cacat.
Cukup lima detik, Geby kembali bersikap biasa dan melanjutkan langkah mengabaikan Nia. Dia menyimpan piring ke atas meja.
Begitu menunduk dua gundukan ikut berayun, melambai minta disentuh. Cepat Bara memalingkan pandangan. Tidak enak hati dengan Dirga yang ada di sampingnya. Padahal ia sudah sering mencicipi. Dirga juga menyadari ketidak nyamanan Bara. Ternyata penampilan Geby yang serba terbuka, tidak hanya dinikmati oleh dirinya seorang, kini ada rasa tidak terima. Geby yang diklaim sebagai miliknya, dengan mudah ikut dijamah orang lain, meski secara tidak langsung.
"Bapak mau makan?" Tanyanya sok profesional dengan nada mendayu-dayu yang dibuat sesyahdu mungkin.
"Ia" jawaban singkat Bara lafazkan.
Cepat Geby meraih piring, berniat mengambilkan nasi juga lauk yang ada di meja. Tak terduga, reaksi Bara cukup membuat yang ada di sana tercengang.
"Biarkan dia yang menyiapkannya!" tunjuk bara dengan dagunya pada Nia yang masih mematung. Ucapannya tegas tidak terbantah.
Sendok ditangan Geby menggantung, urung menyendok nasi kedalam piring. Senyum yang tadi sempat dipamerkan, berangsur surut, ia ikut melirik Nia yang berdiri seperti patung manekin lusuh.
Dirga tidak kalah shock nya. Tatapannya mengikuti arah pandangan Bara. Kenapa juga harus si cacat itu.
Terpaksa Nia kembali mendekati meja. Perlahan ia merosot kan badan. Dengan cekatan menyendok nasi.
"Bapak mau makan sama apa?" Suara Nia mengalun lembut penuh kesopanan, terkesan natural dan tidak dibuat-buat. Sejenak mata Nia dan Bara saling sapa.
Geby memutar bola mata jengah, sedang bibirnya mengikuti ucapan Nia barusan. Dirga juga sama, ia membuang pandangan ke sembarang arah.
"Semuanya, saya harus mencoba semua masakan yang kamu buat" sahut Bara santai.
Nia mengangguk, masih dalam mode sopan.
Dirga yang sudah tidak tahan melihat pemandangan yang membuat matanya sakit, akhirnya buka suara.
"Sejak kapan si cacat ini jadi pelayan Lo?" tanya Dirga ketus kembali menatap tajam Nia.
Deg.....
Perih.....,
Lagi dan lagi Dirga mengatainya si cacat. Cepat Nia merampungkan pekerjaannya. Selesai, ia langsung mengansurkan piring ke tangan Bara. Sigap Bara menerima.
"Baru hari ini"
"Jadi maksudnya dia jadi pembantu bapak?" Geby turut menimpali, ini berita yang mengejutkan.
"Ia memang kenapa? Lagian ia masih pantaskan.... jadi pembantu?" Bara mulai menyuap nasi ke mulutnya.
Dirga terkekeh sinis. "Hati-hati bro..! Takutnya entar lo dimanfaatin dia, secara tampilan aja yang kayaknya polos, aslinya ularrrr" ucap Dirga tajam tak berperasaan.
Jujur rasanya Nia ingin menjawab ucapan Dirga, andai saja ia punya daya, sudah barang tentu kata-kata itu akan ia patahkan. Hanya saja ia berada di situasi yang tidak tepat, biarlah dihina, selama bisa sabar, ia akan bersabar. Nia yakin, tanpa ia membuktikan apa pun, suatu saat Allah akan membukakan semuanya.
"Oya...?" Bara menjeda suapannya. Ucapan Dirga barusan seolah sudah mengenal lama pembantunya itu.
"Asal Lo tau, sebelumnya dia pernah bekerja di rumah" Dirga tidak sadar, sudah membongkar fakta yang coba ia tutupi.
"Serius...? berarti kalian udah saling kenal dong ..? Tapi kok Lo kayak benci gitu ke dia?" tunjuk Bara dengan pandangannya pada Nia yang tertunduk lesu.
"Gimana gue nggak benci, si cacat ini udah ngerayu bokap gue" bohong Dirga, dia baru menyadari salah ucap. Padahal dialah yang dijodohkan dengan Nia. Kalau ia bicara jujur, mau ditaruh di mana mukanya.
Tapi anehnya ucapan Dirga barusan tidak ada efek nya sama sekali. Bara lempeng-lempeng aja, malah kembali menikmati makanan yang ada ditangan.
"Maaf, saya nggak pernah merayu pak Ramlan. Beliau orang baik, saya sudah menganggap beliau seperti orang tua sendiri, tidak lebih" bela Nia kali ini ucapan Dirga sudah kelewatan. Ia harus membela harga dirinya. Dibilang cacat ia masih bisa terima, namun dikatain wanita perayu, itu sudah kelewatan.
Sambil menikmati makanan Bara tersenyum penuh arti, ternyata wanita dihadapannya ini bisa juga jadi berani.
"Ia pak Bara harus hati-hati, entar bapak yang dirayunya" tambah Geby berperilaku seolah dirinya wanita suci.
"Ga....sepertinya Lo lagi lapar deh, apa nggak mau nyobain masakan wanita penggoda ini? Masakannya lumayan enak Lo" Bara ikut-ikutan memanggil Nia wanita penggoda. Tapi untuk pujian rasa masakan Nia, itu jujur dari hatinya, enak.
"Cuihhhh..... nggak sudi gue" Dirga bangkit lalu pergi begitu saja. Geby menyusul dibelakangnya"
Bara hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabat juga wanita pemuas nafsunya. Begitu pintu ruangannya tertutup, Bara menggulir pandangan ke arah Nia. Wajah wanita itu terlihat memerah, air matanya juga terlihat mengalir.
"Kamu nangis?" tanyanya dengan nada yang sulit diartikan.
Nia diam.
"Dari pada kamu nangis, sini deh.....! Temenin saya makan!"
Nia masih tak bergeming. Melihat itu, Bara menghempas kasar piringnya ke atas meja.
Dentingan nyaring antara piring bertemu meja kaca, mengagetkan Nia. Sebagian nasi beserta lauk ikut tumpah.
Nia kaget luar biasa, air matanya semakin deras mengalir, kini satu yang ia rasa, takut. Bara benar-benar laki-laki yang tidak terbaca, sungguh tubuh Nia gemetar takut.
"Besok-besok kalau dihina dijawab!!!" marah Bara pada Nia.
Lagi dan lagi Bara benar-benar laki-laki aneh di mata Nia. Bukannya mereda, Nia semakin terisak.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
teti kurniawati
author yg atu ini emang hebatt
2023-04-07
5
mom mimu
satu iklan mendarat...
2023-04-06
0
mom mimu
lanjut lagi kak Kin, semangat 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-04-06
0