GADIS CACAT
DILARANG BOOM LIKE😠
SUKA, SILAKAN BACA🥰
TIDAK BERKENAN SILAKAN TINGGALKAN 🙏
KARENA MENULIS ITU TIDAK MUDAH 🤗
****************************
"Tolong hentikan kegilaan papa! Jika minta yang lain mungkin aku akan dengan suka rela mengabulkan. Setidaknya, kalau pun papa ingin menjodohkan ku, kenapa tidak dengan anak rekan bisnis papa saja? Atau dengan wanita dari kalangan biasa juga rasanya aku tidak masalah, asalkan bukan dengan dia!" telunjuk itu tepat mengarah di wajah wanita berjilbab biru yang sedang tertunduk lesu. Ia memeluk kuat nampan di dada. Merasakan, hunusan telunjuk tepat menikam jiwa. Menghantam ulu hati hingga terasa nyeri. Menjadikan tubuh mungil itu menegang, takut.
Gadis berjilbab biru itu, namanya Sania, sering dipanggil Nia. Umurnya baru menginjak kepala dua. Ia bekerja paruh waktu sebagai pembantu di rumah itu. Dia juga masih kuliah, semester lima disalah satu universitas di kota itu.
"Aku nggak ngerti dengan jalan pikiran papa, kenapa bisa menjodohkan aku dengan wanita cacat seperti dia?! Entah pelet apa yang sudah di berikan di makanan papa? Sehingga begitu kekeh ingin menjadikan dia sebagai menantu? Apa sih lebihnya dia? tidak ada yang bisa dibanggakan!" suara lantang, wajahnya merah padam menandakan ia tengah meluapkan amarah.
Belum puas melampiaskan kesalnya, ia kembali bersuara "Bikin malu. Apa kata teman-teman, keluarga juga rekan bisnisku, jika mereka tau aku memiliki istri cacat? Dan jika aku punya anak, dia juga pasti akan merasakan hal yang sama, malu dengan teman-temannya karena punya ibu cacat seperti dia. Ah.........!" nada bicara semakin ketus, lama-lama, kata-katanya semakin tidak berperasaan. Selalu kata cacat dan cacat yang bermain di lidah jahanam itu.
Air mata Nia luruh menetes kelantai. Tanpa mampu lagi ia tahan. Biasa, ia memilih tidak peduli jika ada orang mengatainya di belakangan. Baru kali ini ia dihina secara terang-terangan, sakit terlampau sakit.
"Cukup!" Suara itu menggelegar diruang keluarga. Bersamaan dengan satu bunyi tamparan.
Plakkk.....!
Dirga menyentuh sebelah pipi yang terasa kebas. Ya, laki-laki bermulut jahanam itu Dirga, anak satu-satunya pak Ramlan, usianya hampir di kepala tiga. Sudah punya pacar, namun belum berniat menikah. Lebih tepatnya sang kekasih lah yang meminta dirinya untuk menunda dulu, karena ia masih ingin fokus berkarir sebagai sekretaris di perusahaan sahabat Dirga.
Sejak kecil belum pernah ia merasa telapak tangan pak Ramlan, ini pengalaman pertama kali. Sebab pak Ramlan adalah tipe orang tua penyayang juga penyabar. Namun kali ini, ucapan Dirga benar-benar keterlaluan.
"Kalau memang kau menolak perjodohan ini, papa tidak masalah. Asal jangan kau hina Nia!" marah pak Ramlan pada putranya yang minim akhlak.
Dirga tertawa sinis, tatapannya kembali lekat pada gadis cacat yang ada dihadapannya. "Hanya gara-gara dia" telunjuk itu kembali menghunus wajah Nia. "Papa sampai menamparku? Tunjuk Dirga pada dirinya. Sama sekali ia tak bisa terima. Ini satu penghinaan atas harga diri yang ia miliki.
"Hebat....!" tiga kali tepukan tangan dimainkan, jangan lupakan tawa sinisnya. "Tak kusangka di balik wajahmu yang selalu tertunduk sok polos itu, tersimpan akal busuk!. Selamat sudah berhasil mencuci otak papaku, tapi sorry tidak dengan aku" Dirga semakin menatap benci pada Nia.
"Berhenti menyalahkan Nia! Dia tidak tau menahu tentang perjodohan ini! Ini semua hanya rencana papa dan almarhumah ibu mu. Kalau kamu tidak berkenan ya sudah, tinggal papa batalkan saja. Tidak perlu mulutmu berkata kotor seperti itu!. Hari ini papa benar-benar kecewa, ternyata papa gagal sebagai orang tua" Mata tua pak Ramlan menatap Dirga penuh kecewa. Setelah mengatakan itu, pak Ramlan mengayun langkah menuju kamar pribadinya. Jangan lupakan tangan kanan yang sejak tadi memegang dada kiri. Menahan rasa sakit karena ada yang menusuk jantungnya.
Sania masih terdiam membisu, sekarang ia merasa sangat bersalah. Karena dirinya pak Ramlan sang majikan harus bertengkar hebat dengan anak kandungnya sendiri, Dirga.
"Puas kamu ha....? sesaat kepergian pak Ramlan bentakan kembali Nia dapatkan.
"Mulai hari ini, jangan pernah muncul dirumah ini lagi!!! Cam kan itu!!!" peringatan keras, penuh intimidasi. Setelah mengatakan itu, Dirga juga turut pergi, bukan ke kamar seperti pak Ramlan, tetapi garasi. Masuk ke dalam kuda besi, dan menghidupkan mesin. Kalau sudah setres begini, ia butuh pelampiasan, apartemen Geby jadi tujuan. Kekasih yang sudah tiga tahun dipacari.
Nia luruh ke lantai, nampan ditangan lepas begitu saja. Tangisnya pecah, sungguh ini terasa sakit. Berkali-kali memukul dada yang terasa sesak, berharap memberi ruang agar oksigen bebas masuk ke paru-paru.
Sedikit pun tidak pernah terlintas di hati untuk menjadi istri, apalagi menguasai harta Dirga, bermimpi saja ia tidak berani. Siapa lah dia, hanya wanita yang selalu dipandang sebelah mata karena kekurangan fisiknya.
Puas menumpahkan air mata, Nia bangkit dari lantai, meraih nampan dan mengemaskan kembali dua gelas kopi di atas meja yang tak tersentuh. Dibawa kebelakang untuk segera dicuci. Sesuai perintah Dirga, ia harus segera pergi, dan tidak akan pernah menampakkan wajahnya lagi. Itu artinya hari ini terakhir dia bekerja di rumah pak Ramlan. Setelah sebelumnya dirumah inilah dua tahun tempat ia menggantungkan hidup. Bagaimana nasibnya setelah ini? Nia pun tidak tau. Tapi jika dengan ia pergi Dirga merasa puas, maka itu yang akan ia lakukan.
Tangan Nia menggantung, saat akan mengetuk pintu kamar pak Ramlan. Ia ragu, takut tidak bisa mengucapkan salam perpisahan pada lelaki tua yang sudah dianggap bagai ayah sendiri. Pak Ramlan terlalu baik padanya. Saking baiknya, pak Ramlan berniat menjodohkan dirinya yang cacat dengan anaknya yang sempurna.
Pak Ramlan orang yang sangat baik, sudah Nia anggap bagai ayah sendiri. Tanpa bertemu pria tua itu, Nia tidak mungkin bisa berkuliah hingga semester lima. Semenjak sang ayah berpulang, jangankan uang untuk kuliah, untuk makan bersama sang ibu saja ia sering kekurangan.
Tangan yang menggantung, akhirnya Nia tarik kembali. Mungkin dengan bahasa surat, lebih mudah menyampaikan pengunduran diri, juga salam perpisahan. Dan tidak lupa disalah satu paragraf Nia selipkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya pada pak Ramlan juga Dirga.
Sania menaruh surat itu diatas meja santai pak Ramlan yang ada di taman belakang. Karena biasanya, laki-laki tua itu, tiap hari akan berantai di sana. Tidak lupa Nia menimpa surat itu dengan asbak rokok yang biasa digunakan untuk menampung abu pembakaran.
Cepat Nia melakukan semuanya, tidak ingin jika berhadapan dengan lelaki berwajah teduh, mengubah niat yang sudah terbangun kuat, pergi.
***
Apartemen Geby
Dua insan baru saja mengerang panjang, seiring pelepasan yang keduanya dapatkan. Nafas keduanya masih terdengar memburu, sisa mengejar puncak *******.
Dirasa sedikit mulai tenang, Dirga mencabut diri dan berguling di sisi wanita berwajah seksi yang tengah terpejam, menikmati sisa-sisa percintaan.
Satu kaki, Dirga gunakan untuk menarik selimut yang hampir terjatuh kelantai, guna menutupi tubuh polos mereka. Setelah memberi kecupan sayang di kening sang pacar, Dirga merapatkan badan memeluk tubuh langsing Geby dan ikut menyusul berlayar ke alam mimpi.
Sungguh perbuatan laknat yang tidak pantas untuk ditiru.
Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
sakura
..
2023-09-21
0
Kinan Rosa
betul sekali itu kak
2023-05-31
2
linamaulina18
CK kyk Dy yg merasa sempurna aja ,yg sempurna cma am Allah ,sama aja dirimu menghina ciptaan Allah, setiap manusia punya kkrngn n kelebihan msng2
2023-05-21
0