Protes

Nia memperhatikan David memencet beberapa angka sebagai password apartemen Bara. Nia yang terbilang cerdas dengan mudah mengingat angka-angka itu. Besok jika datang sendiri, ia akan melakukan hal yang sama seperti yang David lakukan untuk masuk ke apartemen ini.

Selesai menekan angka, David mendorong pelan pintu apartemen, dan terbuka. "Bisa kan?" sekilas David memandang Nia yang sejak tadi hanya diam memperhatikan dirinya.

"Bisa" Nia mengangguk yakin.

"Bagus" Setelah mengatakan itu David masuk ke dalam apartemen. Nia mengekor dibelakangnya. Jujur ada rasa tidak nyaman, apalagi Nia tidak tau siapa saja orang yang ada di dalam apartemen ini. Untuk saat ini, rasa tidak nyaman itu bisa Nia sembunyikan, dengan bersikap biasa-biasa saja.

Apartemen bergaya minimalis jadi pilihan Bara. Cat yang digunakan juga hanya dua warna, putih untuk dinding, dan hitam untuk bingkai jendela, bingkai pintu juga daun pintunya. Meski begitu, kesan mewah tidak ditinggalkan. Di sisi kanan ruang tamu terdapat tirai gorden putih yang menutup kaca transparan. Gorden yang diperkirakan sepanjang tiga meteran dan panjang dua koma lima meter.

Diruang tamu, dilengkapi satu set sofa kulit berwarna hitam berbahan grade A tampak gagah mendominasi ruangan. Melihatnya saja, Nia bisa membayangkan keempukan, apalagi saat mendudukinya.

Tidak banyak ornamen, foto keluarga yang biasa orang-orang pajang juga tidak terlihat. Hanya ada satu lemari sekat ruangan berwarna hitam, berbahan kayu jati tua dan kaca putih polos sebagai penutupnya. Tiap ruangnya, terpasang lampu penerang yang sengaja dipasang untuk membiaskan cahaya keseluruh isi lemari. Lemari itu di desain multi fungsi. Selain sebagai pembatas antara ruang tamu dan keluarga, juga sebagai tempat menyimpan berbagai koleksi Bara. Dimulai dari berbagai penghargaan, piala juga barang-barang unik yang Bara dapatkan dari hasil bepergian keluar negeri maupun luar kota.

Nia memperkirakan ruangan itu memiliki luas lima kali lima meter. Asyik menelisik seluruh ruang tamu, tiba-tiba suara David mengagetkan Nia. "Kamu tunggu disini! Saya akan memanggil bos Bara!" ucapnya, lalu pergi kearah daun pintu bercat hitam, meninggalkan Nia sendirian diruang tamu. Nia mengangguk, meski Davit tak melihat ekspresinya dikarenakan sudah berjalan memunggungi Nia.

Nia memperhatikan langkah David, gerak gerik nya juga jadi pantauan. Ia tampak mengetuk pintu, lalu masuk ke dalam kamar. "Emang istri manusia aneh nggak marah, ada laki-laki nyelonong ke kamarnya?" Nia bertanya dalam hati.

Tidak lama setelah David masuk, dia keluar lagi, ada satu orang yang mengekor dibelakangnya, Bara. Muka bantal masih melekat ditampilkannya. Rambut acak-acakan, piyama tidur berwarna putih garis-garis biru, masih melekat ditubuhnya. Itu artinya, manusia aneh baru bangun tidur. "Sesiang ini? Emang istrinya nggak bangunin?" namun tanya itu hanya bermain dalam hati Nia.

Bara duduk menyilang kaki di sofa yang tadi Nia kagumi. Tangan turut di lipat di dada, dengan badan menyandar disandaran sofa, khas duduk ala olang kah ya.

Nia berdiri bagai manusia yang menunggu vonis hukuman, pandangan tertunduk, menatap karpet bulu dengan satu tangan meremas ujung bajunya.

"Kamu sudah membaca pesan yang saya kirim?" suara Bara mengalihkan atensi Nia. Ia memberanikan diri melihat lawan bicara yang sedang mengulitinya.

"Sudah, hanya...." ucapan Nia menggantung.

"Hanya apa?!" Suara tegas mengintimidasi.

"Banyak poin untung di ba....bos, rugi di saya" bingung antara memanggil bapak juga bos. Akhirnya memilih bos.

David yang berdiri disamping sofa mengulum senyum mendengar panggilan Nia ke Bara. Syukur kelakuannya tidak dilihat Bara, jika tidak dapat dipastikan ia akan mendapat semprotan.

"Contohnya?"

"Masak ia saya harus menyiapkan sarapan setiap hari? Itu artinya saya bekerja tiap hari, tanpa libur. Saya kan musti kuliah, punya ibu yang harus dijaga. Ini sama sekali tidak sesuai dengan kesepakatan yang kita bicarakan kemaren. Belum lagi saya harus nyiapin baju ba...bos, itu kan kerjaan istri bos" ucap Nia penuh protes. Bibirnya juga tampak kesal, sehingga memberi kesan imut dipandangan Bara. Apalagi tubuh Nia yang mungil, menggemaskan.

"Kamu protes?" lagi, suara Bara mengintimidasi.

"Bu...bukan gitu" suara Nia mulai tergagap. Sedikit ciut melihat ekspresi Bara yang menegakkan punggung menatap tajam Nia.

"Saya tidak punya banyak waktu" Bara melihat jarum jam dipergelangan tangannya, hampir mendekati angka tujuh pagi "kalau kamu tidak bersedia bekerja silakan pergi! Jangan buang-buang waktu saya!. Tapi ingat, uang tiga puluh tiga juta harus kembali hari ini juga!" ancaman secara tidak langsung, mampu menciutkan nyali Nia. Jangankan ingin protes menyahut saja ia rasanya takut. Mana ada Nia uang sebanyak itu, hari ini pula.

"Ba....baik, sa..saya setuju" akhirnya Nia menyetujui. Padahal ada poin yang lebih krusial belum tuntas ia baca.

"Bawa kontrak kerja yang ada di meja kerja!" tegas, perintah tak terbantah. Cepat David berjalan menuju ruang kerja Bara.

Tatapan Bara masih tertuju pada Nia yang tertunduk lesu. Dalam hati ia menyeringai licik. Akhirnya kelinci yang manis menjadi tawanannya.

"Ini bos!" David menyerahkan berkas yang diminta ke hadapan Bara. Tanpa melihat wajah David, bara meraih sedikit kasar berkas perjanjian kerja yang ia buat semalam.

"Tanda tangan!" Bara menghempas kasar lembaran kertas ke atas meja. Nia yang tertunduk, terkejut takut.

Nia melorotkan badan, cepat ia meraih berkas yang ada dimeja, dan langsung membubuhkan tanda tangan tanpa melihat isinya.

"Su...sudah..." ucapnya pelan dan terbata.

"Bagus...., sekarang kamu boleh mulai kerja!"

Nia mengangguk cepat berjalan menuju dapur. Pekerjaan pertama ia harus menyiapkan sarapan sebagaimana yang tertulis di pesan semalam.

Melihat kepergian Nia, Bara tersenyum kecil. Hanya dia yang tau.

"Kamu boleh pulang!" usirnya pada David yang berdiri di samping.

"Pulang?" David belum yakin. Biasanya dialah yang menyiapkan semua keperluan Bara. Baru setelahnya ikut berangkat kerja.

"Kamu juga ketularan begok?"

Mendengar itu dengan senang hati David akan pergi. Berlama-lama bersama Bara, kurang baik untuk kesehatan jantungnya.

"Baik..., permisi bos!" David sedikit menundukkan badan dan langsung berlalu pergi.

Di Dapur, Nia bingung sendiri, ia sama sekali belum tau makanan apa yang biasa dikonsumsi bara untuk sarapan paginya. Jadilah Nia terbengong melihat isi kulkas.

"Cari apa?" tetap saja nada bicaranya ketus. Bara berdiri tepat disamping Nia.

"Eh...ba...bos, cari yang bisa di masak buat sarapan" Nia kembali menutup kulkas. Soalnya sama sekali tidak ada bahan yang bisa dimasak.

"Bisa nggak manggil saya jangan ba bos, ba bos!" Bara berkacak pinggang.

"Maaf, emang mau dipanggil apa?" Lagi ada manusia yang mempermasalahkan panggilan.

"Panggil mas"

"Ha.....?" Nia kaget luar biasa. "Mas?" ulangnya pelan.

"Kamu bisa baca nggak sih, semua itu sudah tertulis dipesan yang saya kirim. Tanda tangan berarti setuju. Kecuali ditempat umum, kamu harus memanggil saya pak!"

"Istrinya nggak marah?" tanya Nia lagi.

"Dari tadi yang kamu bahas selalu istri, apa tampang saya setua itu?"

"Bu..bukan begitu, nanti istri ba mas, salah sangka"

"Biar...itu bukan urusan kamu" ucap bara ketus...

Bersambung.......

Terpopuler

Comments

aprian adibrangga

aprian adibrangga

wihh keren

2023-04-06

2

mom mimu

mom mimu

satu iklan dan satu 🌹 untuk kakak ku, Semangat terus 💪🏻💪🏻💪🏻

2023-04-04

0

mom mimu

mom mimu

tujuan bara apa ya mau mempekerjakan Sania?? semoga bukan icip-icip ya 😢

2023-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!