Kenapa dia menatapku?

"A-ada apa ini?" Tanya Chahna dalam hati. Ia menatap mata berwarna emasnya, mata yang indah namun memberikan tatapan mematikan bagai sebuah bunga karnivora yang memikat lalat begitu pula dengan matanya, mata yang dapat menusuk jiwa setiap orang.

Karena ketakutan tanpa sadar Chahna menepis tangan Yasa dengan wajah yang ketakutan, pemuda itu terbelalak kaget saat tangan gadis itu menepis tangannya. Seluruh hawa di sekitar terasa menyeramkan bagi Chahna dengan Yasa yang menatap heran dirinya.

"M-maaf," ucap Chahna yang berlari meninggalkan tempat tarian itu. Ia berlari tanpa tujuan hingga ia tersesat di sebuah lorong yang indah.

Ia perhatikan tempatnya berdiri sekarang, lantai kayu yang kokoh dengan hiasan lilin di tiang-tiang penyangga yang terdapat ukiran indah. Ia berjalan menyusuri lorong itu, saat di tengah perjalanan Chahna melihat sebuah ruangan yang dengan pintu yang sedikit terbuka.

Karena penasaran gadis itu pun mengintip sedikit ke dalam ruangan tersebut. "Chahna!!!" Pekik Bima sambil menarik lengan Chahna menjauh dari ruangan itu.

"Apa yang anda lakukan?!! Itu bilik putra mahkota!" Panik nya sambil terus mencengkeram tangan Chahna dan menariknya menjauh dari sana. "Jangan kesana lagi! Paham?! Kita bisa dihukum mati apabila memasuki..."

"Kalungku... kalung ku ada disana!" Batin Chahna sambil melirik ruangan itu.

Sepanjang acara berlangsung, Chahna hanya berdiri di pojokan bersama dengan Bima. Ia menutupi kepalanya dengan sarung yang diberikan oleh lelaki itu, sesekali ia menghela nafas panjang memikirkan cara untuk mengambil kembali kalungnya.

"Kang, sampai kapan acara ini?" Tanya Chahna tanpa menoleh menatap Bima.

Pemuda itu melirik gadis itu lalu menjawab, "sampai hari suci tiba," ucap pemuda itu yang bersandar di di pagar kayu yang menjadi pembatas aula tari.

Gadis itu mengangguk kemudian mendongak kan kepalanya keatas memikirkan tentang hari suci yang ia tulis di novelnya. "Hari suci ya? Hari suci tuh kan hari dimana Akitha resmi menjadi putri mahkota. Berarti akan ada acara topeng suci ya," gumam Chahna dengan suara pelan yang hanya dapat di dengar oleh dirinya.

Topeng suci adalah topeng legenda yang dipakai oleh masyarakat Insantaraina untuk memperingati hari suci dimana sang bidadari kayangan bertemu dengan orang terpilih untuk pertama kalinya, atau biasa di sebut gelombang takdir. Hari yang akan penuh dengan perayaan bagi rakyat kerajaan dan dianggap hari yang baik dan penuh keberuntungan.

"Topeng suci dipakai sesuai dengan bentuk sihir, kan? Aku bahkan tak tahu sihirku warna apa, gimana aku bisa memilih bentuk sihir?" Tanya Chahna dalam hati.

Ia kemudian melirik Yasa dari sela-sela sarungnya, terlihat Yasa yang sedang berdiri tegap sembari menatap Chahna dengan cermat. Mata keemasannya itu bagai peluru yang siap menembak kapan saja.

Chahna sedikit gemetar dan mengalihkan pandangannya dari Yasa, ia menatap ke sinar rembulan yang terpantul di kolam kerajaan. "Kenapa dia menatapku? Aku tidak melakukan apapun. Apa salahku?" Tanya Chahna dalam hati. Ia sedikit takut karena ia sempat menolak ajakan Yasa sebelumnya, mengingat kepribadian Yasa yang ia tulis di novel kemungkinan besar kalau dia akan mati karena sikat kurang ajar nya sendiri.

Ia gemetar ketakutan sampai akhirnya Bima menyentuh bahunya dengan pelan, "ada apa?" Tanyanya khawatir.

Chahna menggeleng lalu berjalan pergi meninggalkan Bima, ia berjalan keluar aula hendak menuju pintu gerbang kerajaan. Gadis itu mulai berpikir ingin cepat-cepat pulang dan meninggalkan tempat itu, tempat seram dengan pemangsa yang siap menikamnya.

Dalam perjalanan pulang, ia merasakan suasana desa yang kosong. Seluruh orang sepertinya ada di dalam kerajaan sedang menari dan bercanda ria sementara dirinya melangkah pergi meninggalkan pesta.

Saat berjalan menuju rumah mbak Sengi mendadak sebuah bayangan hitam menghentikan langkahnya. Chahna tersentak melihat sosok itu, jalanan yang gelap gulita membuat sosok itu sama sekali tak terlihat dan hanya berwujud bayangan hitam saja.

"Siapa kamu?" Tanyanya dengan nada yang gemetaran.

"Ini saya, neng," ucap sosok itu.

"Kang Bima? Kakang mengikuti saya?" Tanyanya lagi saat Bima menyalakan cahaya dari jarinya. Gadis itu menatap cahaya itu dengan mata berbinar-binar, sebuah sihir nyata dan mantra sihir tingkat rendah yang umum bisa dikuasai seluruh rakyat Insantaraina.

Bima menganggukkan kepalanya, "iya, saya sudah minta izin pada ibu jadi kita bisa langsung pulang," ujarnya yang kemudian berjalan menuju rumahnya.

Setibanya di rumah, Chahna duduk diam di teras rumah sambil menundukkan kepalanya, tatapannya terlihat kosong, dan seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Bima yang sedari tadi menatap gadis itu segera menghampirinya dengan segelas air di tangannya.

"Neng kenapa?" Tanyanya membuyarkan lamunan gadis itu.

Chahna mendongakkan kepalanya menatap wajah Bima yang tampak khawatir. "Tidak ada apa-apa, kang. Hanya saja...tadi saat di upaca..."

"Oh? Anda pasti memikirkan hal itu, kan?" Potongnya dengan nada yang bersemangat.

Chahna memiringkan kepalanya, tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan pemuda itu. "Peristiwa neng memasukkan bunga suci ke mulut Yang Mulia," serunya dengan senyum yang lebar.

"Itu peristiwa yang sangat besar! Yang Mulia tidak pernah bersikap seramah itu bahkan sepeduli itu. Apa mungkin beliau tahu kalau bunga suci yang dijatuhkan oleh seorang perempuan desa maka hidupnya akan sial?" Tanyanya yang mulai berandai-andai.

Chahna hanya mematung berusaha untuk tidak terlihat terlalu peduli dengan topik itu namun disisi lain, ia juga penasaran. Kenapa raja yang dikenal dengan kekejaman nya di novelnya justru bersikap sebaik itu pada rakyatnya.

☁️☁️☁️☁️

"Chahna?" Panggil seorang wanita berambut hitam panjang, Chahna perhatikan wanita itu. Bunyi gemericik di setiap langkahnya, pakaian tradisional yang biasanya dipakai oleh para bangsawan, serta mahkota emas yang ada di kepalanya.

"Kau siapa?" Tanya Chahna pada wanita itu. Wajahnya yang tertutupi cahaya membuat gadis itu makin bertanya-tanya, siapa wanita itu sebenarnya.

Wanita misterius itu meletakkan tangannya yang seputih susu di pipi Chahna, ia membelai pipi gadis itu dengan lembut. "Ini Ibu mu, Chahna." Jawabnya singkat kemudian memeluk gadis itu.

Chahna terbangun dari tidurnya, matanya terbelalak dan keringat dingin bercucuran dari dahinya. Ia bangunkan tubuhnya dan duduk di pinggiran tempat tidur dengan wajah yang kebingungan.

"Ibu?" Tanyanya kebingungan. "Omong kosong...aku tak punya ibu seperti itu," gumamnya dengan kepala yang tertunduk dan tangan yang mengacak-acak rambutnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!