Pertemuan (4)

Pria itu mengencangkan cengkeramnya dan mengangkat wajah gadis itu menatapnya. "Ku perintahkan padamu, kembali ke istana atau kau akan mat* di tanganku!" Ancamnya. Chahna terbelalak mendengar perkataan pria itu, ia kemudian berdiri dan berusaha berjalan ke sana.

Akitha menggelengkan kepalanya pelan, "tidak, ayah. Saya tidak ingin kembali ke istana," bantahnya dengan nada sedikit gemetar.

"Kalau begitu berguna lah di detik-detik terakhir mu," ujar pria itu dengan alis berkerut dan tangan yang mendorong gadis itu dengan kuat. Chahna berlari berusaha mencegah Akitha terjatuh ke dalam laut, namun mereka berdua justru tersandung pagar pembatas dan terjatuh bersama.

Ayah Akitha yang melihat gadis asing itu turut terjatuh mulai panik, ia celingak-celinguk melihat sekitarnya lalu berlari meninggalkan tempat itu.

"Sial...aku lupa, aku tidak pintar berenang..." Batin Chahna yang pandangannya mulai kabur. Gadis itu menatap Akitha yang juga tenggelam di sampingnya, tangannya perlahan meraih tangan gadis itu dan seketika matanya tertutup diiringi dengan mulutnya yang terbuka.

Ketika matanya tertutup sebuah suara bergema di telinganya, suara-suara halus bagai lantunan lagu yang terus bergema. "Ini suara ap...eh? Tempat apa ini?" Tanya Chahna saat melihat sebuah tempat bercahaya yang sangat indah. Gadis itu berjalan menyusuri jalanan berbunga yang indah, saat tiba di ujung jalan ia melihat seorang gadis berambut hijau neon yang berdiri membelakanginya.

"S-siapa kau?" Tanya gadis itu. Gadis itu melirik sedikit ke arah Chahna, terlihat matanya yang berwarna hijau juga lekuk wajahnya yang mirip dengan Akitha. Tiba-tiba saja suara-suara itu semakin keras sehingga membuat Chahna terduduk sembari menutup telinganya, suara itu semakin keras dan membuat gendang telinganya kesakitan. "AAAAAAAAAAAA!!!" Gadis itu berteriak berusaha menandingi suara itu.

"AAAA..." Chahna tersentak dan melihat sekelilingnya dengan mata terbelalak. Ia perhatikan Akitha yang berbaring tak sadarkan diri tidak jauh di sampingnya, ia juga perhatikan pakaiannya yang sama sekali tidak basah sedikitpun. Gadis itu kebingungan kemudian berdiri perlahan dengan kepala yang sedikit sakit.

Ia menghela nafas dan menatap Akitha, "aku tahu seharusnya aku tak mengacaukan scene nya tapi..." Perkataannya berhenti sejenak sebelum ia kembali berbicara lagi. "Yasa akan datang, aku akan pergi. Tetap pingsan sampai Yasa datang ya?" Ucapnya.

Gadis itu berlari ke arah mbak Sengi yang kebingungan di tengah pasar. "Mbak!" Teriak Chahna memanggil wanita paruh baya itu.

"Nak...anda dari mana saja?" Tanyanya cemas. Chahna menggeleng sambil sedikit cengengesan. "Jangan menghilang seperti itu lagi. Anda bisa di culik, lagipula katamu kau masih asing disini," katanya dengan suara yang khawatir.

"Iya, mbak. Maaf..." Sesalnya.

Disisi lain Yasa memperhatikan Chahna dari kejauhan, ia perhatikan gadis itu sembari memegangi kalung yang gadis itu jatuhkan.

"Yang Mulia?"

Yasa tersentak lalu menoleh ke arah Dhika yang berdiri di sampingnya dengan raut wajah keheranan.

"Iya? Ada apa?" Tanya pemuda itu ketus.

"Yang Mulia, Yang Mulia Putri ada di pinggir dermaga," lapor Dhika sedikit membungkuk. Yasa mengangguk pelan lalu berjalan mengikuti Dhika menuju Akitha.

"Gadis itu...MENARIK," gumamnya yang melirik sedikit ke arah Chahna.

Beberapa hari kemudian

"Ibu...aku akan berangkat sekarang dan akan kembali secepatnya. Jaga diri ibu baik-baik ya." Ujar Bima sembari memeluk ibunya.

Mbak Sengi mengangguk dan membalas pelukan putranya itu. "Iya, hati-hati di jalan ya, nak. Ibu akan menunggu mu," balas wanita itu kemudian menepuk pundak putranya, senyuman bangga terukir di wajahnya dan sorot mata yang hangat terbentuk di wajahnya ketika menatap Bima.

"Iya, bu. Bima pamit ya," pemuda itu berjalan keluar dari dapur warung. Ketika hendak berjalan menuju kudanya, ia kaget melihat Chahna yang berdiri di depan warung dengan tatapan kosong.

Bima berjalan perlahan ke arah gadis itu yang tampak memikirkan sesuatu, tangannya perlahan mendarat di pundak gadis itu. "Neng? Eneng baik-baik saja?" Tanyanya pelan. Namun, gadis itu sama sekali tidak menanggapi pertanyaan nya.

"Semenjak aku jatuh di laut, suara-suara terus bergema di telinga ku. Tapi...hanya ketika aku hendak tidur juga... akhir-akhir ini mimpiku tentang gadis yang mirip Akitha itu. Omong-omong soal Akitha...kenapa kemarin kami bisa ada di pinggir? Bukannya kamu tenggelam? Aku kan gak bisa berenang? Apa Akitha yang selamat kan? Tapi Akitha juga gak bisa berenang...lalu kenapa bajuku kering ya saat itu? Ini membingungkan...lalu badanku kenapa tiba-tiba gak bisa bergerak gini? Apa karena aku over thinking terus ya? Masa sih? Apa mungkin..." Pikirannya buyar seketika ketika Bima menariknya untuk menatap matanya.

"Neng, apa yang anda pikirkan?" Tanya Bima penasaran.

"Tidak ada kok, kang. Hehehe..." Jawabnya cekikikan. "Masa kubilang padanya kalau tubuhku gak bisa bergerak...nanti repot lagi. Palingan Tremor doang, udah biasa juga. Gak perlu sampai..."

"Nah kan, bengong lagi. Pikirin apa sih, neng?" Tanyanya nge-gas ketika melihat gadis itu yang kembali bengong.

Chahna tersentak dan menatap Bima yang tampak penasaran dengan isi pikirannya. Gadis itu menggeleng lalu menjauh sedikit sambil tersenyum tipis, "tidak ada, kang." Ucapnya mengelak.

Bima menaikkan salah satu alisnya dengan keheranan, ia yakin kalau ada sesuatu yang sedang dipikirkan oleh gadis itu. Karena tak mau berkelahi dengannya, ia pun menghela nafas dan menatap Chahna dengan lembut. "Baiklah...jika ada sesuatu yang membebani pikiranmu, kamu bisa memberitahuku," ujarnya ramah lalu berjalan menuju kudanya.

Suara tapak kuda yang dinaiki oleh Bima perlahan menghilang diiringi dengannya, Chahna menghela nafas lega karena bisa selamat dari rasa penasaran pemuda itu. "Lain kali aku akan berpikir di tempat sepi saja," gumamnya yang kembali masuk ke dalam warung.

Malam pun tiba, langit yang sebelumnya berwarna biru berubah menjadi hitam dengan bintang-bintang yang menghiasi malam. Chahna berdiri di depan warung sembari menatap indahnya desa itu di waktu malam, seluruh rumah di pasangkan lentera di halamannya dan beberapa anak kecil melintas dengan lampion kecil di tangannya.

"Wwwwaaaahhhhh...ternyata kerajaan Insantaraina di malam hari sangat indah ya," kagumnya dengan mata berbinar-binar.

Mbak Sengi melihat Chahna dari belakang, ia perhatikan gadis itu yang tampak seperti anak kecil. "Chahna...jika mau berkeliling, silahkan, nak. Saya akan menunggu di sini," ujar mbak Sengi pada gadis itu.

"Tidak usah, mbak. Kelilingnya bisa kapan-kapan saja, sekarang saya akan bantu mbak beresin warung," tolaknya lembut.

"Ya sudah..." Wanita itu lanjut membereskan warungnya di bantu oleh Chahna, ketika seluruh barang telah di bereskan mereka berdua pun berjalan pulang menuju rumah mereka.

Disisi lain, Yasa duduk di taman bunga sembari memperhatikan kalung yang dijatuhkan oleh Chahna. Ia perhatikan kalung itu dengan botol kecil yang berisi serbuk warna-warni yang sangat indah, pemuda itu bersiul sambil membayangkan pertemuan pertamanya dengan gadis itu.

"Matanya...berbeda dengan orang lain," gumamnya dengan nada lembut. Ia menutup matanya dan berbaring di tempat tidur gantungnya, matanya memperhatikan langit malam yang indah itu sambil sesekali menoleh menatap kalung di tangannya.

♪♪♪♪♪

"Kita akan selalu berteman selamanya," ucap sebuah suara.

Wanita cantik di depannya tertawa kecil lalu meraih tangan seputih cahaya dan menggenggamnya. "Aku beruntung bisa bertemu denganmu...kamu adalah teman terbaik ku," katanya senang.

♪♪♪♪♪

Chahna tersentak dan terbangun dari tidurnya, ia kaget saat mendengar suara barang yang terjatuh begitu keras dari sampingnya. "...mimpi apa aku tadi?" Tanyanya pelan kemudian berjalan keluar kamar.

Ia tersentak kaget saat melihat Bima yang sedang berdiri di depan halaman rumah sembari mengobrol dengan prajurit istana. Gadis itu bersembunyi di balik pintu berusaha mendengar pembicaraan mereka.

"Sebentar lagi penobatan Yang Mulia Pangeran akan tiba. Saya harap mbak Sengi akan ikut membantu menyiapkan prasmanan," kata prajurit itu pada Bima.

Pembicaraan berlanjut, mereka membahas tentang acara penobatan itu yang akan berlangsung beberapa hari lagi. Setelah pembicaraan Bima dan prajurit itu selesai, ia segera berlari ke kamarnya dan bertingkah seolah-olah baru keluar dari kamar.

Bima menatap Chahna dengan senyuman kecil di wajahnya. "Neng sudah bangun? Bagaimana tidurmu?" Tanyanya lembut.

"Baik, kang," jawabnya singkat sambil berjalan keluar rumah. Ia perhatikan jalan-jalan yang dihiasi dengan lukisan lambang kerajaan Insantaraina, dan lentera-lentera yang di gantung di tiang bambu.

"Kang, ada apa di luar?" Tanya Chahna pada pemuda itu yang berdiri di belakangnya.

"Oohhh...sebentar lagi acara penobatan Yang Mulia pangeran, jadi rakyat kerajaan sedang bersiap-siap," ujarnya ramah.

Gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya, ia lihat beberapa kereta kuda yang melintas di jalanan juga beberapa prajurit.

"Kamu mau membantu juga?" Tanya pemuda itu mendadak.

Chahna tertegun sejenak mengingat pertemuannya dengan Yasa. "T-tidak, kang. Saya akan bantu mbak Sengi saja," katanya menolak lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!