Pertemuan (2)

"Neng tunggu disini, ya. Saya akan mandi terlebih dahulu setelah itu neng bisa pergi kesana untuk nyuci baju," kata Bima begitu mereka tiba di bawah pohon besar yang berada tidak jauh dari sungai. Chahna mengangguk sambil memperhatikan wajah pemuda itu yang tampak tersipu ketika mengatakan itu.

"B-baiklah, neng. Saya akan pergi dulu," pamitnya kemudian pergi berjalan menuju sungai.

Gadis itu merosot turun dan duduk bersandar pada pohon besar itu, ia tatap langit yang begitu indah sambil sesekali menoleh ke arah Bima berjalan. "Untung aku tinggal dirumah yang ada kamar mandi tertutup nya, kalau tidak...mungkin aku harus gelisah setiap hari," syukurnya pelan.

Beberapa menit kemudian, Bima kembali dengan rambut basah juga handuk yang di gantung di pundaknya. "Neng..." Panggilnya dengan suara pelan.

Chahna mendongak menatap pemuda itu kemudian berdiri. "Sudah selesai, kang?" Tanyanya basa-basi.

"Sudah, neng. Neng tahu jalan pulangnya, kan? Atau saya harus menemani neng di sini?" Tanya pemuda itu pada Chahna. Gadis itu menggeleng pelan kemudian pamit dan pergi berjalan menuju sungai. Pemuda itu menatap gadis itu yang berjalan menjauh sampai akhirnya menghilang dari pandangannya.

¥¥¥¥¥¥¥

Seorang pemuda berparas rupawan dengan rambut putih keemasan duduk di atas batu besar yang berada di pinggiran sungai. Pemuda itu adalah Yang Mulia Yasa Mahariwijaya, calon pewaris tahta kerajaan Insantaraina.

Yasa sedang membenamkan kakinya di air sungai yang jernih dan dingin, ia sesekali menendang-nendang air itu. "Membosankan...benar-benar membosankan," gumamnya kesal. Tiba-tiba saja sebuah lantunan lagu terdengar di telinganya, senandung kecil yang indah itu membuatnya melempar pandangannya ke arah melodi itu.

Pandangan berhenti pada seorang gadis yang tengah mencuci di pinggiran sungai, ia perhatikan gadis itu dari tempat ia duduk. Gadis itu mengeluarkan cahaya aneh dari tubuhnya sehingga membuat mata Yasa terpaku padanya.

"Ugh...capek juga. Untung kain nya sedikit, kalau tidak udah bungkuk aku," gerutu Chahna sambil terus menyikat kain itu.

Setelah selesai mencuci dan membilas seluruh pakaiannya, gadis itupun merendam kakinya sebelum kembali ke rumah. Air sungai yang dingin menyentuh kakinya, gadis itu menutup matanya sambil bersenandung.

Suara angin yang berpadu dengan suara aliran sungai melintas melewati gendang telinganya dengan lembut serta percikan air yang sesekali mengenai wajahnya, gadis itu membuka matanya perlahan dan pandangannya mendadak tertuju pada seorang pemuda yang memakai celana cawat hitam yang dilapisi sarung berwarna hitam yang tengah duduk di atas batu.

Ia perhatikan pemuda bertelanjang dada itu yang memperhatikannya, pemuda itu mengalihkan pandangannya ketika menyadari bahwa gadis itu tengah melihatnya.

"Eh?! Itu Yasa, kan?" Tanya Chahna dalam hati, seketika perasaan panik mengerubungi dirinya. Ia segera berdiri, "gawat...kenapa dia ada disini? Bukannya dia harusnya ada di taman kerajaan? Dasar penghancur alur!!! Disaat yang tidak tepat pula," batin gadis itu kesal. Saat ia hendak mengambil bakul berisi cuciannya, tiba-tiba saja tubuhnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke sungai.

"AAAA!!! Tidak!!!" Jeritnya saat melihat kalungnya yang terlepas dari lehernya. Gadis itu mencoba bangkit kemudian berlari mengejar kalungnya yang terbawa oleh arus air.

Yasa yang tengah menatap kakinya, tersentak saat melihat sebuah kalung yang tiba-tiba saja menyangkut disana. "Kalung sia..." Perkataannya terpotong saat melihat Chahna yang berdiri mematung tidak jauh dari tempatnya.

Selama beberapa saat mereka saling bertukar pandang. Pria terhormat itu menatap mata biru kristal milik gadis itu, mata yang menawan dan bercahaya terang itu seperti sepasang permata biru yang ada pada lambang kerajaan Insantaraina.

Sementara Yasa terpaku pada mata Chahna, gadis itu ketakutan karena kakinya mendadak tidak bisa digerakkan juga karena ia takut Yasa menghampirinya. "Duh...ini kaki kenapa? Gimana kalau Yang Mulia melempar belati nya..." Batinnya, ia terus berusaha menggerakkan kakinya namun tidak dapat bergerak juga.

"Ini kalu..." Saat Yasa hendak menyodorkan kalung milik Chahna, kaki gadis itu langsung melangkah menjauh dari Yasa dan lari (tentunya ambil bakulnya dulu).

Pemuda itu mematung mencoba memahami apa yang baru saja terjadi, ia terkejut gadis itu langsung kabur darinya. "Gadis yang aneh," gumamnya lalu menatap kalung itu. Kalung perak dengan botol kaca berisi benda bersinar di dalamnya itu terlihat sangat indah, "seleranya lumayan..." Sambungnya lalu menyimpan kalung itu.

Ia beranjak dari tempat duduknya dan mengambil jubahnya yang ia gantungkan di batang pohon. "Yang Mulia," panggil seseorang dari sampingnya.

"Kamu dari mana saja?!" Teriak Yasa saat melihat tangan kanannya itu baru saja tiba. Ia memutar bola matanya kemudian menghela nafas dan kembali menatap Dhika. "Heh...sudahlah. Ada apa?" Tanyanya.

"Yang Mulia, ada surat wasiat terakhir Sri Baginda raja. Tadi saya menemukannya di perpustakaan kerajaan," ucap Dhika sambil menunduk.

Yasa tampak terkejut mendengar bahwa ayahnya meninggalkan surat wasiat, seketika tatapan pemuda itu berubah menjadi lebih dingin dari sebelumnya. "Berikan padaku dan jangan sampai ada satu orangpun yang mengetahui surat itu." Perintahnya tegas kemudian berjalan sambil memakai jubahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!