Bima Gasendra atau Kang Bima

Chahna tertidur di bawah pohon besar yang tidak jauh dari danau tempat dia tiba. Saat matahari mulai menyinari seluruh hutan, gadis itu terbangun saat sinar mentari mulai menyilaukan matanya.

Perlahan-lahan ia membuka mata biru kristalnya dan meregangkan tubuhnya. "Selamat pagiii...Chahna," ucapnya sebagai semangat untuk dirinya. Ketika hendak bangkit, sebuah suara geraman terdengar dari belakangnya. Ia menoleh sedikit dan melihat seekor harimau yang tengah berjalan menuju danau.

"Ha-harimau..." Perlahan kaki gadis itu melangkah ke balik pohon, ia menahan perasaannya yang mulai tak terkendali serta tangan yang gemetar.

Karena takut, gadis itu langsung berlari meninggalkan tempat itu sambil sesekali menoleh kebelakang. Untungnya harimau itu tidak mengejarnya.

"Untunglah..." Ucapnya dengan nafas terengah-engah. Ia kemudian berjalan menuju warung tempat ia akan bekerja, saat berjalan ia perhatikan dari kejauhan mbak Sengi yang hendak masuk.

"Mbak!" Teriak Chahna lalu berlari ke arah perempuan itu.

Perempuan itu menoleh kebelakang dengan mata yang terbelalak, "eh? Chahna? Untung saya tiba lebih dulu...kalau tidak, anda pasti menunggu saya disini," ujarnya bercanda.

Mbak Sengi memperhatikan pakaian Chahna yang tampak kotor serta rambutnya yang kusut seolah belum disisir. "Kenapa busanamu kotor sekali?...seperti baru bangun dari hutan," tanyanya sedikit bergurau.

"Hehehe...memang dari hutan, mbak," ucap Chahna cengengesan.

Perempuan itu terkejut kemudian memegang erat kedua lengan bagian atas gadis itu. "Sungguh? Dari hutan? Kamu tidur disana?" Tanya mbak Sengi dengan raut wajah yang panik.

Gadis itu mengangguk dan menatap heran wanita paruh baya di depannya yang menatapnya seolah-olah bocah yang baru mencuri mainan.

Tiba-tiba saja mbak Sengi menarik tangan Chahna dan membawanya mengikutinya, gadis itu terdiam sambil terus mengikuti wanita itu dengan pasrah.

Langkahnya akhirnya berhenti di depan sebuah rumah kayu kecil yang terletak lumayan jauh dari warung makan, "kenapa tidak bilang kalau kamu belum dapat tempat tinggal?" Tanya wanita itu sambil membuka pintu kayu dan mempersilahkan Chahna masuk.

"Saya...tidak enak mbak. Anda sudah mengizinkan saya bekerja di warung anda, saya tak enak jika bilang tentang itu juga," jawab Chahna pelan.

"Tidak masalah, nak. Lagipula anda sudah membantu saya kemarin. Dan anda juga bisa bantu saya di sini," ucapnya bercanda. Wanita itu masuk ke sebuah ruangan, lalu keluar dengan kain dan selendang di tangannya. "Ini busana bisa kamu kenakan, selagi busanamu itu dicuci," katanya sambil memberikan kain itu pada Chahna.

Gadis itu memperhatikan kain yang ada ditangannya kemudian kembali melihat ke mbak Sengi dengan tatapan tidak enak, "anu mbak...saya...tak terbiasa pakai busana begini. Apa mbak ada kain yang tidak terpakai?" Tanya Chahna dengan suara pelan dan bergetar.

"Ada, nak. Sebentar ya," katanya lalu kembali masuk keruangan itu dan keluar dengan kain berwarna hitam bercorak bunga bunga Kamboja yang sepanjang sekitaran setengah meter. "Ini, nak," ia memberikan kain itu pada Chahna.

"Terimakasih, mbak," ucap gadis itu sambil tersenyum lebar. Ia kemudian pergi ke kamar mandi di belakang rumah mbak Sengi yang tertutup. "Syukurlah...dapat tempat tinggal yang punya kamar mandi tertutup. Kukira nanti aku harus bab di semak-semak," syukur gadis itu dengan wajah yang sedikit sedih.

Setelah selesai mandi dan beberes, ia pun keluar dengan busana yang merupakan kain yang dililitkan di tubuhnya dan selendang yang diikat di pinggang. Karena tidak terbiasa memakai pakaian seperti itu, ia menyulap kain yang ia minta pada mbak Sengi menjadi jubah tanpa lengan untuk menutupi pundaknya.

Mbak Sengi yang berdiri di ruang tamu memperhatikan gadis itu yang tampak sangat cantik dan menawan, ia melangkah menuju Chahna dan memegang wajah gadis itu. "Gusti...koe ayu tenan..." Pujinya dengan bahasa Jawa nya.

Wanita itu menyanggul rambut Chahna yang panjang sehingga terlihat lebih cantik. "Nah...sekarang sudah lebih cantik. Ayo pergi sekarang." Seru mbak Sengi sambil mengangkat cething (tempat nasi jaman dulu). "Chahna, tolong bawa tampah itu. Jangan menjatuhkan bahan-bahannya ya," ucapnya lembut lalu berjalan diikuti dengan Chahna yang membawa tampah berisi rempah-rempah dan daun pisang itu dengan hati-hati.

Setibanya di warung, mereka mulai bersiap-siap untuk menjamu pelanggan dengan makanan lezat. Satu-persatu orang mulai datang dimulai dari para walyan yang beristirahat sejenak sebelum berjualan serta orang-orang yang membutuhkan nutrisi sebelum bekerja.

Hari sudah mulai siang, ketika Chahna sedang membereskan meja dan mengangkat dulang yang telah kosong, mendadak beberapa pemuda dengan bilah ditangannya datang dan mengobrak-abrik isi warung.

Chahna dan mbak Sengi melihat ke arah para pemuda itu, "hei...apa yang kalian lakukan?" Tanya mbak Sengi saat melihat pelanggannya yang tengah makan terganggu.

"Wanita tua, berikan seluruh emasmu." Kata salah seorang pemuda.

Chahna menatap tajam pemuda itu lalu dengan berani menghadapinya. "Untuk apa? Anda mau merampok?" Tanya Chahna sehingga membuat mereka kesal.

"Hei, nona. Jangan ikut campur," ujarnya pelan dengan nada mengancam.

Gadis itu hanya diam sambil terus menatap mata pemuda itu dengan tajam "kalau saya tidak mau?!!!"pekiknya kesal. Pemuda itu menatap wajah Chahna yang cantik, ia kemudian mengelus rambut gadis kecil itu. Karena kesal rambutnya disentuh oleh pemuda itu, gadis itu mendorong kuat lelaki itu hingga hampir terjatuh. "Pergi kalian dari sini!!!" Bentaknya lagi.

"Aku kehilangan kesabaranku," geram pemuda itu kemudian mengayunkan bilahnya ke arah Chahna.

Gadis itu menghindar, tiba-tiba saja ia terjatuh akibat tersandung oleh kakinya sendiri. "Tamat riwayatmu," saat bilah itu hampir mengenai Chahna, tiba-tiba saja bilah itu terpental jauh.

Gadis itu mendongakkan kepalanya dan melihat sesosok pria berbadan kekar dengan berambut cokelat panjang seleher berdiri di hadapannya. "Neng tidak apa-apa?" Tanya pemuda itu sambil membantu Chahna berdiri. Gadis itu meraih tangan pemuda itu, ia perhatikan mata coklat terangnya serta rambutnya yang di ikat dengan kain (totopong).

"Pergi kalian dari sini!!!" Gertak pemuda itu.

Seluruh perampok itu terbahak-bahak mendengar pemuda itu yang bersikap sok berani. "Hei, anak muda. Menyingkir lah," kata salah seorang dari mereka sambil berjalan mendekati pemuda itu.

Mendadak pemuda itu menarik tangan perampok itu dan memukul kuat bagian perutnya. "Jika kubilang pergi...maka pergi." Ujarnya dengan nada dingin.

"Dasar bocah kurang ajar! Serang dia!" Para perampok itu mulai mengepung pemuda itu.

Perampok yang berjumlah 5 orang itu mulai menyerang pemuda itu secara bersamaan. Perkelahian mulai terjadi di hadapan Chahna dan mbak Sengi, mereka perhatikan lelaki itu dengan sorot mata khawatir.

Namun tak membutuhkan waktu lama seluruh perampok itu babak belur dihajar sang pemuda. "Pergi dari sini!" Pekik pemuda itu sehingga membuat mereka semua lari.

"Bima..." Mbak Sengi berjalan mendekati pemuda itu kemudian memeluknya. "Syukurlah kamu ada disini, nak," ucapnya lagi.

"Hah? Bima?" Batin Chahna kebingungan. Ia melihat pemuda yang bernama Bima itu. Paras rupawan layaknya seorang protagonis yang berperan menjadi rakyat jelata serta keahlian beladiri yang melebihi perkiraan. Ternyata ia adalah Bima yang didalam novel Chahna merupakan orang yang dijadikan kambing hitam oleh protagonis wanita.

"Iya, ibuk. Lebih baik kita bereskan ini," ucap pemuda itu sambil melepas pelukan ibunya dengan lembut. Ia kemudian berjalan ke dekat Chahna yang tengah melamun, memikirkan alur ceritanya.

"Permisi, neng," ucapnya membuyarkan lamunan gadis itu. "Lebih baik...neng pulang. Karena warung sedikit berantakan. Maaf atas ketidaknyamanan nya, kami akan mengganti rugi," sambung pemuda itu dengan tangan yang disatukan dan badan yang sedikit membungkuk.

"Aahhh...Bima, ini Chahna. Dia mulai hari ini tinggal dengan kita," kata mbak Sengi menengahi.

"Apa?"

"Ibu ingin membalas jasanya karena telah menolong ibu kemarin," ucap wanita itu sambil menatap putranya.

Pemuda itu mengangguk pelan lalu kembali menatap Chahna. "Kalau begitu...maaf ya neng. Saya kira neng kesini untuk beli makanan, juga terima kasih karena telah menolong ibu saya," ucapnya lembut.

"Iya. Salam kenal, Chahna Dhipa," kata gadis itu sambil menyatukan kedua telapak tangannya.

"Salam kenal, neng Chahna. Saya Bima Gasendra, panggil saja kang Bima," katanya lagi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

perhatian!

Novel ini memakai budaya budaya di Indonesia, secara bercampuran. Jadi tidak mesti dia memakai bahasa Jawa tapi dia juga memakai adat Jawa. Karena novel ini berkisah tentang kerajaan sihir Insantaraina yang bertema Nusantara.

Sekian penjelasan dari saya, terimakasih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!