Upacara Penobatan (2)

Alunan nada yang lembut dari kecapi (alat musik dari daerah kuningan Jawa Barat) memanjakan telinga mereka dengan alunan yang lembut dan mendayu itu. Ketika kecapi berhenti di mainkan, suara-suara dari Kolintang (alat musik pukul Minahasa dari Sulawesi Utara) pun terdengar di sertai dengan suara langkah kaki prajurit istana yang menyusun barisan di sisi jalanan yang di siapkan untuk sang calon raja.

Jalanan khusus yang telah di basahi dengan air danau perak yang dianggap sebagai air istimewa di kerajaan Insantaraina, serta percikan sihir yang keluar dari telapak kaki Yasa setiap dia menginjakkan kakinya di jalannya yang dibasahi air danau itu.

Yasa akhirnya duduk di atas sebuah bangku yang di lapisi sutra yang lembut sehingga nyaman diduduki oleh sang calon raja, seluruh rakyat duduk bersila di tempat sambil melihat proses upacara penobatan sang calon raja.

Seorang pria dengan caping berwarna perak dan rantai-rantai emas yang menutupi wajahnya berjalan dari samping bangku itu dan berdiri di depan Yasa, pria itu adalah orang yang bertanggung jawab untuk melakukan upacara ini. Chahna memperhatikan selendang berwarna biru yang berkilauan yang ada di tangan pria itu, selendang itu memiliki percikan-percikan sihir yang indah. "Wwwwwwaaaaaahhhhh...selendang legendaris yang dibuat langsung oleh parameswari (permaisuri dalam bahasa sansekerta) pertama untuk sang raja," pukaunya kagum melihat selendang itu.

Selendang itu dililitkan di tubuh Yasa melilit kedua lengannya, setelah selendang itu dililitkan kemudian rambut Yasa dibasahi oleh air danau perak dan di ikatkan sebuah tali perak pada segenggam rambutnya.

Petanggung jawab itu berbalik dan menatap seluruh rakyat. "Sebagai ritual terakhir dari upacara ini, para rakyat wanita harus menjalani ritual terakhir ini. Ritual terakhir ini yang merupakan ritual sebagai sumpah bagi sang calon raja untuk melindungi seluruh kaum wanita di kerajaan ini, silahkan berbaris dengan bunga suci Insantaraina di tangan kalian." Ucap petanggung jawab itu kemudian mundur ke samping Yasa.

Semua kaum wanita berbaris di hadapan Yang Mulia pangeran sambil memegang sekuntum bunga suci Insantaraina di tangan mereka. Chahna yang berdiri di barisan terakhir memperhatikan proses upacara yang dilakukan itu dengan jantung yang berdetak kencang karena takut melakukan kesalahan saat upacara penobatan.

Ia perhatikan gadis-gadis itu yang mencuci kaki Yasa dengan air merah kemudian menggantungkan kalung berlambang kerajaan Insantaraina yang mereka kenakan kepada sang calon raja, setelahnya guci berisi air danau perak dituangkan di atas kepala Yasa lalu bunga yang mereka bawa di sangkutkan atau diletakkan di tempat yang tak mungkin jatuh.

Proses itu terus berulang-ulang sampai seluruh kaum wanita selesai melakukannya. Yasa menatap bosan mereka semua dengan senyum kecil yang dipaksa, "aku nyesal melakukan upacara ini," batinnya yang tertekan.

Tiba-tiba saja pandangannya teralihkan oleh sebuah suara langkah kaki dengan bunyi gemericik dari gelang kakinya. Yasa mengangkat kepalanya dan melihat sosok itu yang tampak sangat bersinar yang berjalan di jalanan yang diterangi lentera itu, ia perhatikan rambut gadis itu yang disanggul, serta selendangnya yang melingkari lehernya, gadis itu duduk di hadapannya dengan tangan yang sedikit gemetar.

"M-maaf, Yang Mulia...saya sedikit gugup," gumamnya gugup lalu memasukkan kaki Yasa ke dalam baskom berisi air merah dan mencucinya, warna merah mawar dari air itu sekali lagi mewarnai kaki Yasa.

Pemuda itu memperhatikan tangan Chahna yang gemetaran ketika mencuci kakinya, ia berusaha menahan tawa sambil menundukkan kepalanya. "Lucunya..." Batinnya yang menahan tawa.

Gadis itu melirik Yasa yang menundukkan kepalanya dengan kebingungan, "apa dia marah? Apa aku salah? Kenapa dia menunduk? Apa dia bosan? Sebaiknya cepat ku selesaikan..." Pikirnya lalu mempercepat upacaranya.

Ketika gadis itu hendak menyangkutkan atau meletakkan sekuntum bunga itu pada Yasa, ia menyadari kalau sudah tidak ada tempat lagi yang bisa ia gunakan untuk meletakkan bunga itu. "Kalau bunga ini jatuh aku akan di marahi, kan? Bagaimana ini?" Tanyanya dalam hati sambil menutup tangannya ketakutan.

Yasa yang melihat raut wajah gadis itu tersenyum tipis lalu memikirkan sebuah cara untuknya. "Pst!" Panggilnya berbisik. Gadis itu mendongak menatap pemuda yang duduk di bangku itu, ia perhatikan pemuda itu yang membuka mulutnya seolah memberi kode padanya. "Cepatlah," ucapnya berbisik.

Gadis itu meletakkan sekuntum bunga itu di mulut Yasa yang kemudian menggigit bunga itu agar tidak jatuh. Seluruh rakyat dan bangsawan yang melihat upacara itu menatap Chahna dan Yasa dengan mata yang terbelalak, kaget dengan tingkah sang calon raja yang diluar dugaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!