Pertemuan (1)

Pemuda itu berbalik menatap ibunya yang berdiri di sampingnya. "Ibu, lebih baik ibu istirahat dirumah saja. Warung ini sudah sangat berantakan..." Ucapnya sambil memegang bahu ibunya.

Wanita paruh baya itu menjadi murung lalu melihat nasi dan lauk pauk yang masih tersisa, mengingat kalau tidak segera dijual maka makanan tersebut akan basi sehingga terbuang dengan sia-sia. Chahna yang melihat raut wajah mbak Sengi memikirkan suatu ide. "Mbak, kakang. Bagaimana jika makanan yang tersisa dijual keliling saja? Setidaknya tidak akan terbuang sia-sia," kata Chahna memberi ide.

Mereka berdua mengangguk setuju dengan ide yang diajukan oleh Chahna. "Ide bagus, neng. Eneng jaga ibu saya, biar saya saja yang jual," ucap Bima pada Chahna.

"Baik, kang. Saya akan bawa mbak Sengi pulang," Chahna pun berjalan mengiringi mbak Sengi menuju rumah mereka sementara Bima menjual makanan itu keliling desa.

Malamnya

Mereka semua duduk di meja makan yang terbuat dari kayu jati sederhana yang kecil. Mbak Sengi menghidangkan makanan di atas meja dan mulai mempersilahkan mereka untuk makan, gadis itu memperhatikan makanan itu yang tampak lezat kemudian memakannya.

Makanan yang dihidangkan di atas daun pisang yang diletakkan di atas piring membuat makanan itu sangat lezat, bumbu-bumbu dalam masakan itu benar-benar enak sehingga membuat gadis itu menyantap lahap makanannya.

"Jadi, ibu...neng Chahna akan tinggal disini?" Tanya Bima pada mbak Sengi sambil memperhatikan gadis yang tampak lahap menyantap makanannya.

Wanita itu mengangguk pelan kemudian menatap putranya dengan ramah, "iya...Chahna akan tinggal di sini untuk sementara waktu, selagi dia belum mendapatkan tempat tinggal. Lagipula ibu juga perlu anak gadis untuk membantu ibu di dapur," wanita itu tertawa kecil saat mengatakan itu.

Bima mengangguk diikuti dengan tawa sementara Chahna hanya tersenyum kecil melihat mereka berdua mengobrol. Gadis itu menatap ibu dan anak itu yang sangat akrab, ia merasa sangat senang melihat kebersamaan mereka dan ikatan yang kuat diantara mereka.

Setelah selesai makan, mbak Sengi mengantarnya ke kamarnya. "Semoga tidurmu nyenyak, nak," ucap wanita itu ramah lalu menutup pintu kamar.

Chahna tersenyum melihat perhatian yang diberikan oleh mbak Sengi padanya. Ia kemudian menatap keluar jendela, bintang-bintang yang menghiasi langit malam begitu indah. Senyum terbentang di wajahnya, "aku baru tau kalau malam bisa seindah ini..." Lirihnya pelan.

Gadis itu meringkuk diatas tempat tidur rotannya dengan sorot mata sedih dan senyum yang lama kelamaan menghilang. "Ternyata keluarga itu indah ya..." Lirihnya lagi dengan suara yang pelan. Ia kemudian teringat dengan isi novelnya dan akhiran tragis Bima yang begitu naas.

Air matanya turun perlahan memikirkan akhiran kisah Bima yang merupakan figuran. "Aku tak tahu kalau aku bisa menyesal mengorbankan figuran seperti ini," lirihnya pelan.

...****************...

Sinar mentari menerpa wajah gadis yang sedang meringkuk diatas tempat tidur rotan itu, perlahan bulu mata lentiknya bergerak dan matanya terbuka perlahan. Mata biru kristalnya bergerak menatap sekeliling ruangan dengan kebingungan sebelum akhirnya ia mengubah posisinya menjadi duduk.

"Neng Chahna? Eneng sudah bangun?" Tanya suara berat diiringi dengan ketukan pintu.

Chahna terdiam sejenak lalu berdiri dan membuka pintu. "Sudah, kang. Ada apa?" Tanya Chahna pada pemuda yang berdiri di depan kamarnya.

"Sarapan sudah siap, neng. Mari makan," kata pria itu dengan suara lembut dan ramah. Chahna mengangguk, mereka berdua berjalan menuju meja makan.

Disana, sudah terlihat mbak Sengi yang sedang meletakkan seluruh makanan diatasnya. Setelah Chahna dan putranya duduk di meja makan, mereka semua makan bersama-sama.

"Chahna, hari ini kamu di rumah saja. Membersihkan rumah. Biar aku dan putraku yang mengurus warung," ujar wanita itu setelah selesai makan. "Lagipula banyak pakaian kotor yang perlu dibersihkan," sambungnya pelan.

"Baik, mbak," ucap gadis kecil itu dengan senyum.

Begitu semuanya selesai makan, Chahna segera berjalan dengan keranjang yang terbuat dari anyaman bambu yang berisi pakaian kotor serta peralatan untuk mencuci.

Gadis itu berjalan menuju kamar mandi dan melihat sumur yang airnya terlalu sedikit untuk di pakai mencuci. "Bagaimana sekarang?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

Mata gadis itu kemudian melirik ke arah Bima yang sepertinya hendak memasuki kamar mandi, gadis itu keluar lalu mengangetkan Bima yang hendak membuka pintu kayu itu. "Tidak ada air, kang," kata gadis itu.

"Yaaa...terpaksa harus ke sungai," gumam pemuda itu yang hendak berbalik membelakangi Chahna.

"Tunggu, kang. Kakang tau dimana sungainya?" Tanya gadis itu yang kembali menghalangi langkah Bima.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!