Istana 5

Ia berlutut di rerumputan di halaman belakang istana, halaman yang berdekatan dengan asrama putri (tempat tinggal putri-putri istana). Tangannya mengepal diatas lututnya, kepalanya tertunduk menjaga pandangannya dari para putri yang berdiri di hadapannya.

"Kamu serius? Gadis ini? Dia seperti dari kasta rendahan," hina salah satu putri berambut merah muda yang duduk di kursi sambil menatap rendah Chahna. Ia adalah putri pertama di kerajaan Insantaraina, namanya adalah putri Daluh Gayatri Tunggadewi, putri semata wayang dari Adipati Daluh yang mengurus sebagian wilayah kekuasaan kerajaan Insantaraina.

Di dalam novel tersebut, putri Gayatri akan merencanakan pembinasaan Akitha karena merasa iri pada Akitha yang telah merebut posisinya sebagai calon putri mahkota. Untuk para putri yang dengan susah payah untuk mendapatkan gelar putri dan bertarung agar mendapatkan posisi mahkota, mereka jelas iri dengan gadis yang hanya datang dan mendapatkan semua nya. Tapi daripada itu... keberadaan Chahna mungkin menambah rasa iri dengki mereka.

Putri kedua atau putri Chandana menarik rambut Chahna dan membuatnya menatap matanya, "kira-kira apa alasan Yang Mulia Baginda raja begitu baik kepada gadis ini?" Tanya putri Chandana lalu melepaskan rambut Chahna dan meletakkan tangannya di pinggang.

"Entahlah, yang jelas ini membuat kesal. Setelah anak bod*h itu malah datang anak bod*h baru, ini menguji kesabaranku," decak putri Gayatri dengan tangan yang menyilang di depan dadanya. Ia memalingkan wajahnya kemudian menyeringai, "hei, gadis bod*h. Kuperingatkan mulai sekarang, hidupmu tidak akan tenang. Datanglah kesini setiap matahari berada tepat diatas kepalamu." Perintahnya dengan seringai lebar diwajahnya.

Ia berdiri dan berjalan pergi dari sana dengan seringai diwajahnya dan tatapan dingin. Para putri yang masih ada disana tertawa kemudian menendang gadis itu sehingga membuatnya tergeletak di tanah, Chahna meringis kesakitan sambil memperhatikan para putri yang berjalan dibelakang putri Gayatri.

"Aku hampir lupa dengan para putri. Mereka antagonis sampingan di novel ini," gumam Chahna yang berdiri sambil memegangi perutnya yang ditendang. Gadis itu berjalan menuju ruangannya dengan kaki yang tertengkak-tengkak, ketika berjalan ke kamarnya ia mendadak berhenti dan melihat halaman istana yang indah serta Dhika yang tengah membawa banyak gulungan daun lontar ditangannya.

Chahna memperhatikan lontar-lontar tersebut dan kembali berjalan, tiba-tiba saja 'bbrrruuuukkk!' sebuah suara barang yang terjatuh terdengar dari tempatnya berdiri.

Gadis itu menoleh dan melihat Dhika yang menabrak seorang gadis pelayan berambut pendek berwarna ungu, gadis itu terjatuh tepat dihadapan Dhika dengan gulungan lontar yang berserakan disekelilingnya. Chahna yang berdiri disana memperhatikan sesuatu, wajah gadis itu begitu mirip dengan Dhika serta rambutnya yang juga berwarna ungu.

"Dhidhi, sudah berapa kali aku bilang? Jangan ceroboh selama melaksanakan tugas. Jika yang kau tabrak bukan aku tapi Yang Mulia, bagaimana?!" Tanya Dhika membentak sambil mengumpulkan kembali gulungan-gulungan tersebut.

"Dhidhi?" Nama gadis itu terdengar tidak asing di ingatan Chahna, ia berjalan mendekati beton dan bersembunyi disana mencoba mendengarkan omongan mereka sembari mengingat-ingat nama itu.

"M-maaf, kak...m-maksud saya, tuan," ucap gadis bernama Dhidhi itu yang berdiri dan membungkuk kepada Dhika.

"Lain kali berhati-hatilah, Dhidhi." Ucap Dhika lalu pergi meninggalkan gadis itu yang masih membungkuk.

Ia tegakkan tubuhnya dan menoleh memperhatikan punggung kakaknya yang membelakangi nya, wajahnya yang tampak sedih mirip seperti bunga violet yang layu, matanya yang berwarna ungu terang memancarkan cahaya yang indah. "Siapa disana?" Tanyanya tiba-tiba sambil melemparkan sebilah keris ke beton itu.

Chahna yang kaget mundur beberapa langkah dan membelalak ketakutan, jantungnya berdegup kencang melihat sikap tegas gadis itu kepadanya. "S-saya Chahna Dhipa," ucapnya memperkenalkan diri.

Dhidhi melembutkan tatapannya dan segera berlutut dihadapan Chahna dengan tangan yang menyentuh telapak kaki gadis itu. "Ampuni saya, nona. Saya tidak tahu bahwa itu anda. Saya kira itu orang kurang ajar," katanya memelas.

"Wah...aku memang kurang ajar sih," batin Chahna yang merasa tersindir, ia lalu mundur menjauh dari tangan Dhidhi yang menyentuh kaki nya. "Tidak apa-apa, saya juga salah karena menguping pembicaraan kalian," ucapnya yang membantu gadis itu bangun.

"Terimakasih, nona. Perkenalkan nama saya Dhidhi. Saya ditugaskan untuk menjadi pelayan pribadi nona Chahna mulai saat ini. Jika nona memerlukan sesuatu, nona bisa memberi saya perintah," tutur gadis bermata ungu itu dengan senyum yang tersungging lebar diwajahnya.

"Iya, Dhidhi,"

"..."

"Apa ada yang nona butuhkan?" Tanyanya memecah kecanggungan. Pandangan nya kemudian beralih ke rambut Chahna yang tampak kusut dan kasar, gadis itu membelalak dan mengelus rambut Chahna dengan kaget.

Tindakannya yang tiba-tiba itu membuat Chahna keheranan. "Nona?! Kenapa rambut nona kusut sekali?! Ini pertama kalinya saya melihat rambut sekusut ini! Tidak! Ini juga kasar! Nona! Padahal warna rambut nona sangat bagus! Tidak bisa dibiarkan!" Gadis pelayan itu menarik tangan Chahna dan berlari menuju bilik permaisuri, "saya akan memberi minyak pada rambut anda! Ayo!" Serunya dengan penuh semangat.

Melihat ekspresi dan semangat dari Dhidhi membuat Chahna berpikir, apa rambutnya memang separah itu? Ia mengelus rambutnya sembari terus berlari menyesuaikan langkahnya dengan langkah gadis itu. "Eemm...gak kusut sekali kok," gumamnya.

"Apa maksud anda, Yang Mulia?" Tanya gadis berambut kuning keemasan itu sambil menatap Yasa yang tengah menyeruput secangkir teh nya.

Ia letakkan cangkir teh nya dan memberi seringai kecil pada Akitha, "ya, Akitha. Anda tidak salah dengar. Ayahmu resmi memberikanmu padaku," kata Yasa dengan nada yang datar namun dan seringai kecil nya.

"TIDAKK!" Gadis itu menggebrak meja dan meneteskan air mata, ia menutup mukanya dengan tangannya dan menangis. "Apa yang anda lakukan??! Apalagi?! Tidak cukup kah dengan memaksaku menjadi putri mahkota?!" Tanya Akitha yang sudah terlalu frustasi dan kesal dengan Yasa.

Namun air mata gadis itu tidak memberikan efek apapun pada Yasa, pemuda itu hanya menyeringai dan menatap Akitha dengan sorot mata yang lembut. "Jangan menangis, Akitha. Aku akan membuatmu bahagia," ucapnya dengan nada yang lembut dan tangan yang menyodorkan segulung sirih pada Akitha. "Makanlah," ucapnya dingin dengan mata yang datar namun dengan seringai diwajahnya.

Gadis bermata hijau itu menatap ragu Yasa selama beberapa detik kemudian mencondongkan tubuhnya dan membuka mulutnya menerima suapan dari sang raja. Air mata menetes dari matanya sambil mengunyah daun sirih itu, ia merasa kalau Yasa seperti mengikatnya dengan rantai emas dan mengurungnya di kerajaan yang sama sekali tidak pernah diharapkan oleh gadis itu.

"Kau akan menjadi Parameswari, Akitha. Jadi jangan pernah berpikir untuk kabur lagi." Tegasnya kemudian berdiri dan berjalan keluar dari ruangan dengan aura dingin dan menyeramkan yang memancar keluar darinya.

Akitha duduk sendirian di ruangan itu dengan ketakutan dan tatapan hampa. "Hiks...aku mau pulang," isak nya dengan tangan yang menutupi wajahnya.

Yasa yang berdiri di depan pintu ruangannya itu melirik Akitha yang menangis terisak-isak disana, ia menatap gadis itu dengan sorot mata yang dingin namun dengan ekspresi yang tampak iba. "Maaf, Akitha. Tapi aku tidak ingin kau pergi dariku," gumamnya lagi kemudian berjalan menyusuri jalanan menuju taman. Ketika langkahnya berhenti di taman istana, ia menatap semak berbunga yang ada disana lalu membakarnya dengan sihir yang keluar dari tangannya diiringi dengan cahaya gemerlap yang mengelilingi lengannya.

Chahna dan Dhidhi yang duduk di balik semak-semak itu mengejutkan Yasa dan membuat pemuda itu dengan cepat menghentikan sihirnya ketika menyadari kalau api yang ia keluarkan membakar ujung rambut Chahna. Kedua gadis itu menunduk dan memberi hormat kepada Yasa dengan tangan yang gemetaran dan pupil mata bergetar.

Pemuda itu melirik rambut Chahna yang tampak berantakan dengan bekas terbakar di ujung rambutnya sehingga membuatnya tampak buruk, "rambutnya..." Gumamnya yang memperhatikan rambut Chahna dengan tangan yang hendak menyentuh rambutnya.

Gadis itu bergidik ketika tangan besar Yasa meraih segenggam rambutnya dan berjongkok sejajar dengan Chahna. "Rambutmu jelek," gumamnya lagi sambil mengitari rambut Chahna dengan percikan sihir.

"Apa?! Dasar! Kau!! Karakter payah!! Kau yang ada disi...hm? Tunggu. Apa dia baru saja membakar semak bunga?" Gadis itu melirik Yasa sedikit dan memperhatikan seringainya ketika ia mengepang rambut gadis itu. "Aahh...tadi salah satu scene episode nya kan? Jika aku tidak duduk disini tadi, dia pasti sudah membakar taman ini." Batinnya merasa bersyukur karena sayang sekali taman sebagus ini dibakar hanya karena raja itu sedang merasa bersalah.

"Akhirnya kau keluar?" Tanyanya dengan nada dingin. Chahna mendongak dan menganggukkan kepalanya. "Apa karena pelayan ini? Dhidhi, apa kau memaksa Chahna?" Tanyanya sambil menatap tajam Dhidhi yang membungkuk penuh.

"M-maafkan saya, Yang Mulia," ucap gadis itu gemetaran.

"Tidak, itu bagus. Sering-seringlah mengajaknya keluar." Katanya dengan nada yang datar lalu berdiri setelah memberikan sekuntum mawar yang terbakar ke rambut Chahna. "Aku tidak ingin dia merasa tidak nyaman," ucapnya lalu pergi dari sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!