Menjadi Sugar Baby Ayah Sahabatku
Kota New York adalah salah satu kota terbesar di dunia. Setiap kehidupan dari kota, setiap detak jantungnya diisi dengan kecepatan. Semua orang di New York selalu terburu-buru dalam segala hal. Selalu ingin menjadi yang terbaik dalam kegiatannya. Kota New York bukanlah kota yang baik untuk orang yang tidak bisa bersaing.
"Apa kamu mau jadi milik saya?" Seorang pria paruh baya bertanya pada Hazel Lynn. Perempuan berusia 20 tahun yang berkuliah di Universitas bergengsi di kota New York.
"Maaf Om, maksud Om apa ya?" Hazel masih belum mengerti apa yang dikatakan oleh pria di depannya itu.
"Saya akan membiayai kuliah kamu dan semua kebutuhan hidup kamu kalau kamu mau jadi milik saya. Tapi dengan satu syarat," ucap pria itu dengan tersenyum miring.
"Apa itu syaratnya?" tanya Hazel yang penasaran dengan apa yang diinginkan oleh pria tersebut.
"Kamu harus selalu ada di setiap saya membutuhkanmu. Kamu tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain selama kamu bersama saya. Bagaimana?" Pria tersebut menaikkan alisnya menunggu jawaban dari Hazel.
"Tidak, terima kasih," ucap Hazel dengan sopan lalu Hazel pergi dari hadapan pria tersebut.
Pagi harinya terasa aneh setelah ada pria asing yang menghampiri Hazel saat dia sedang mengantri untuk membeli sarapan di sebuah Cafe di dekat tempat tinggalnya. Hazel harus berjalan cepat menuju kampusnya karena takut dengan pria yang baru saja menghampirinya tadi. Hazel memakan sarapannya sambil menggerutu dan bertabrakan dengan sahabatnya, Mia Claire.
"Kalau makan itu sambil duduk, bukan sambil jalan dan mengoceh nggak jelas gitu," semprot Mia karena bajunya sedikit kotor terkena makanan dari tangan Hazel.
"Sorry, Beb. Aku lagi buru-buru tadi. Ada orang gila datang menghampiriku dan bilang dia menginginkanku" ucap Hazel sambil menghabiskan makanannya.
"Menginginkanmu bagaimana, Hazel? Kalau ngomong yang jelas dong." Mia sedikit kesal jika Hazel berbicara tidak jelas seperti kebiasaannya.
"Aku juga nggak tau, Mia. Sepertinya dia gila dan aku nggak mau bertemu dengannya lagi." Hazel kemudian menarik tangan Mia untuk masuk ke kelasnya.
Hazel Lynn, tinggal di kota New York seorang diri. Dia sudah tidak mempunyai orang tua, bahkan saudara pun dia tidak mempunyainya. Hazel menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja paruh waktu di sebuah Bar malam sebagai waitress. Namun, terkadang ada orang-orang yang menganggapnya bisa dibayar untuk menemaninya di kamar. Hazel sudah terbiasa dengan hal itu dan dia tidak akan menanggapinya dengan serius.
"Kamu tahu, mungkin maksud ucapan orang itu adalah mau menjadikanmu sugar baby-nya. Kamu tahu kan, semacam simpanan?" ucap Mia dengan berbisik.
"Bukan simpanan, Sayang. Mereka hanya bekerja untuk sedikit menyenangkan orang yang menjadi sugar daddy-nya." Hazel terkekeh dengan ucapannya sendiri.
"Pekerjaan macam apa itu?" Mia menertawakan ucapan Hazel.
"Pekerjaan menyenangkan orang. Apa lagi?" Hazel menjawabnya dengan santai.
"Kenapa kamu nggak mau menerima tawaran orang itu, Hazel?" tanya Mia sambil mengerlingkan matanya menggoda Hazel.
"Oh, come on. Aku masih waras dan aku belum bisa menjalankan segala syarat yang akan mereka berikan padaku." Hazel menggeleng cepat untuk menyingkirkan pikirannya tentang orang yang tadi dia temui.
Gavin Rowan, seorang pria paruh baya yang masih terlihat gagah diumurnya yang menginjak 50 tahun. Dia adalah pengusaha kaya dan terkenal di kota New York. Gavin mempunyai kehidupan rumah tangga yang tidak pernah terlihat di berita mana pun meskipun dia adalah salah satu sosok terkenal di kota. Kehidupan pribadinya sangat tertutup dan banyak orang merasa penasaran dengan kehidupan pribadinya.
.
.
"Kamu mau langsung pulang atau mau ke Cafe dulu sebelum nanti malam bekerja?" tanya Mia pada sahabatnya, Hazel.
"Aku sedikit lapar, tapi malas untuk makan. Banyak hal yang harus aku pikirkan." Hazel menghela nafas lelah.
"Biasanya juga nggak dipikir, kenapa sekarang harus mikir?" Mia tersenyum geli melihat tingkah Hazel.
"Aku rasa aku lelah, Mia. Aku ingin terus kuliah tetapi kalau harus bekerja di malam harinya dan pagi aku akan kuliah lagi, aku nggak akan bisa istirahat."
"Makanya tadi aku bilang sama kamu, El. Kenapa nggak kamu terima aja tawaran dari pria itu. Kamu pasti akan bisa tetap kuliah tanpa harus bekerja berat." Mia tersenyum lebar mencoba memikirkan bagaimana keadaan Hazel ketika dia menjadi sugar baby.
"Tapi, Mia, masalahnya kebebasanku pasti akan dibatasi. Aku nggak mau itu terjadi. Kamu tahu sendiri bagaimana aku." Hazel menggelengkan kepalanya cepat.
"Coba aja dulu, siapa tahu kamu akan senang dan bisa seperti cewek lain yang tidak bekerja tapi masih bisa shopping." Mia mencoba menghasut Hazel.
"Itu kamu, Mia. Kamu nggak perlu kerja tapi tetap bisa foya-foya," ucap Hazel sambil terkekeh.
"Jangan samakan aku sama sugar baby dong. Aku punya orang tua yang kaya jadi aku nggak perlu bekerja." Mia membanggakan kekayaan orang tuanya. Hazel mengetahui itu. Dia juga tahu bahwa kedua orang tua Mia sangat menyayangi dan memanjakannya. Apa pun yang Mia mau pasti akan mereka berikan sesuai keinginan Mia.
"Iya deh yang anak orang kaya," sindir Hazel sambil tersenyum.
"Sorry, Beb. Bukan maksud aku begitu." Mia merasa tidak enak pada Hazel. Namun, Hazel memang tahu tabiat Mia yang terkadang bisa menyombongkan kekayaannya.
"It's oke, Bebeb. Kamu tahu kan aku nggak pernah menilai kamu jelek. Kamu udah mau jadi sahabatku aja aku udah berterima kasih. Cuma kamu yang mau berteman denganku." Hazel memeluk Mia dengan hangat. Mia tertawa mendapat perlakuan seperti itu dari Hazel.
"Oke, aku langsung pulang aja ya. Aku mau istirahat sebentar buat nanti kerja malam," pamit Hazel lalu mencium pipi Mia dan berjalan meninggalkan Mia di kampusnya. Mia menatap sahabatnya dengan sedikit rasa iba.
.
.
Malamnya, Hazel menuju Bar tempatnya bekerja dengan berjalan kaki. Dia biasa berjalan kaki ke mana pun dia pergi. Karena baginya itu akan menghemat biaya dan juga dia bisa menikmati setiap detik perjalanannya. Hazel sampai di Bar tepat pada saat jam kerjanya dimulai. Dia langsung menuju counter depan untuk menunggu pelanggan.
"Lynn, sini kamu," panggil sang Bartender yang bernama Jake. Hazel menggunakan nama belakangnya, Lynn, saat bekerja di Bar tersebut.
"Ada apa?" tanya Hazel dengan santai.
"Tolong bawakan minuman ini ke ruangan VVIP nomor dua," pinta Jake pada Hazel. Dengan senang hati Hazel menerima perintah dari Jake. Hazel tahu bahwa di ruangan VVIP banyak orang-orang kaya yang tidak akan segan mengeluarkan uangnya untuk memberikan tips pada seorang waitress sepertinya.
Hazel membawa minuman pesanan pelanggan VVIP-nya dengan wajah yang ceria. Dia mengetuk pintu ruangan lalu masuk ke dalam dengan menampilkan senyuman terbaiknya. Hazel merasa kaku di tempat saat dia melihat pria yang bertemu dengannya pagi tadi berada di dalam ruangan tersebut. Meskipun penerangan ruangannya sedikit, namun Hazel masih mempunyai mata yang bagus dan ingatan yang bagus. Pria paruh baya yang bernama Gavin itu menatap intens ke arah Hazel. Gavin tersenyum miring saat Hazel berada di depannya dan sedang meletakkan minuman pesanannya di atas meja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Elshree Latifah
bagus kak, semangatttttt
2023-05-20
1
IG: lee_editing_03
Aku bangga sama kamu Hazel, sosok wanita yang pekerja keras. tapi, aku gemes sama om om itu, udah kek penguntit aja smpe datang ke bar tempat Hazel bekerja
2023-04-03
1
Pc_Ilythia Channel
keren, lanjutkan thor
2023-03-25
1