Hazel mencium pipi Gavin dan masih memeluknya erat. Hazel tidak tahu jika ada kesakitan saat membahas masa lalunya. Gavin menarik Hazel ke depan untuk menghadapnya. Hazel tersenyum manis mencoba membuat Gavin lupa akan pembahasan masa lalunya. Gavin mengangkat tubuh Hazel dan membuatnya duduk di pangkuannya.
"Jangan bicarakan perempuan itu lagi. Aku nggak akan bisa menahan kesal jika ingat perempuan itu," ucap Gavin dengan tegas.
"Oke, kita tutup topik itu dan ganti yang lain." Hazel mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Aku akan menghukum kamu, Beb." Gavin berbicara tepat di samping telinga Hazel. Perlahan Gavin meniup telinga Hazel dan membuatnya meremang.
"Jangan macam-macam, Beb," ucap Hazel menahan rasa geli di seluruh tubuhnya akibat tiupan kecil di telinganya.
"Cuma satu macam, Beb." Gavin terus meniup telinga Hazel dan menjilatnya perlahan.
Hazel menggigit bibirnya untuk menahan suaranya keluar. Hazel tidak ingin kalah dengan Gavin yang sudah berpengalaman tentang hal itu. Hazel merangkulkan kedua tangannya di leher Gavin, lalu tersenyum seringai. Hazel terus tersenyum untuk meredakan emosi Gavin.
"Kenapa kamu senyum-senyum, Beb?" tanya Gavin penasaran.
"Nggak pa-pa, Beb. Aku nggak mau lihat kamu emosi," ucap Hazel sambil beranjak dari pangkuan Gavin, tetapi ditahan oleh Gavin.
"Mau ke mana kamu?" Gavin mengunci tubuh Hazel tetap dalam pangkuannya.
"Aku mau tidur, Beb." Hazel menguap sekali dan itu membuatnya terlihat sedikit sayu.
Gavin mencium bibir Hazel untuk mencoba membangunkannya. Hazel mempunyai ide jahil untuk Gavin. Dia menggoyangkan tubuhnya di pangkuan Gavin dan membuat gesekan di pahanya. Gavin merutuki perbuatan Hazel.
"****, apa yang kamu lakukan, Beb? Kamu nakal sekali melakukan hal itu padaku." Gavin berbicara dengan menahan sesuatu.
Hazel terus bergoyang di atas pangkuan Gavin dan membuatnya menggeram sambil menutup matanya. Gavin beranjak dari duduknya dan mengangkat tubuh Hazel lalu menidurkannya di atas ranjang. Gavin menciumi wajah Hazel dan turun ke leher jenjangnya. Gavin meninggalkan tanda merah di leher Hazel dengan jelas.
"Kamu yang pertama mulai, Beb. Aku akan melakukannya perlahan. Aku janji tidak akan kasar padamu." Gavin menyapukan jari-jarinya di atas pipi Hazel kemudian turun sampai ke perut Hazel yang masih tertutup kaos.
"Lakukanlah sesuka hati kamu, Beb. Hari ini aku senang karena kamu." Hazel tersenyum sambil mengerlingkan matanya menggoda Gavin.
"Jangan pernah berani meninggalkan aku, Beb." Gavin berkata dengan tegas dan serius. Hazel sampai merinding mendengarkannya.
Gavin mulai mencium bibir Hazel dan tangannya membuka kaos yang dipakai Hazel. Gavin terus menciumi wajah Hazel sampai di leher jenjangnya. Hazel mencengkeram erat sprei ranjang yang ditempatinya. Gavin terus menciumi Hazel dan sampai di dada milik Hazel. Gavin menelan salivanya dengan susah payah, melihat dada indah di depannya. Gavin mengusap lembut keduanya dan membuat Hazel merasa seperti tersetrum.
"Beb," panggil Hazel dengan suara serak dan mata yang sayu.
"Apa boleh aku jilat?" tanya Gavin sambil terus memainkan jari-jarinya di dada milik Hazel.
"Bagaimana rasanya jika dijilat?" tanya Hazel dengan polosnya. Gavin hanya bisa menggelengkan kepalanya, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Kamu akan merasakannya sendiri, Beby." Gavin mulai menciumi leher Hazel dan turun ke dada sampai ke perut rata Hazel. Gavin tersenyum menyeringai saat melihat Hazel menggigit bibirnya dan menatap Gavin dengan tatapan mata sayu.
Gavin terus melanjutkan permainannya di atas tubuh Hazel. Dia tidak akan melepaskan Hazel sebelum Hazel meminta ampun. Gavin meremas dada Hazel dengan lembut dan Hazel memekik kecil. Hazel melotot ke arah Gavin dan melihat ke arah tangan Gavin.
"Enak, kan?" tanya Gavin masih dengan melanjutkan pekerjaan tangannya. Hazel hanya bisa mengangguk lemas sambil terus menggigit bibirnya supaya tidak mengeluarkan suara rintihan.
Hazel dan Gavin menyelesaikan permainannya setelah Hazel menyerah dan meminta ampun pada Gavin. Hazel sampai menggelinjang merasakan ada yang keluar dari bawahnya. Dia baru pernah merasakan seperti itu. Hazel menutupi wajahnya dengan kedua tangannya karena merasa malu.
"Kenapa, Beb?" tanya Gavin tepat di samping Hazel.
"Aku malu karena sampai seperti itu." Hazel terus menutupi wajahnya.
"Kenapa harus malu? Kalau kamu sampai begitu, berarti aku berhasil buat kamu keenakan, Beb." Gavin tersenyum bangga melihat Hazel lemas di hadapannya.
"Aku mau mandi, Beb. Lengket banget rasanya." Hazel beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Gavin hanya memandangnya sambil tersenyum.
.
.
.
Hazel dan Gavin pulang ke New York setelah berlibur selama dua hari. Hazel kembali ke apartemennya, sedangkan Gavin langsung kembali ke rumahnya. Hazel tidak mempedulikan itu karena dia tidak punya hak untuk menahan Gavin di sisinya terus. Dia sadar diri bahwa dirinya hanya seorang sugar baby dan tidak mempunyai banyak hak atas diri Gavin.
"Mia, kamu di mana?" tanya Hazel setelah panggilan teleponnya tersambung dengan Mia, sahabatnya.
"Aku di Rumah Sakit, Beb. Mami kumat lagi," ujar Mia dengan suara sedikit cemas. Mia selalu bercerita tentang keluarganya pada Hazel.
"Nanti aku ke sana. Aku bawa oleh-oleh buat kamu," ucap Hazel dengan tersenyum senang.
"Oke, aku tutup dulu ya. Mami udah mau diperiksa dokter." Mia menutup teleponnya dan Hazel masuk ke kamar mandi.
Hazel telah bersiap untuk pergi ke Rumah Sakit dan menemui Mia. Hazel membawa tas yang dibelinya di Miami untuk sahabatnya. Baru kali ini Hazel bisa membelikan hadiah untuk Mia. Biasanya Mia yang selalu memberikan Hazel hadiah atau oleh-oleh jika dia pergi berlibur. Hazel senang bisa memberi Mia hadiah, meskipun itu uang dari sugar daddy-nya.
"Mi, kamu di bagian apa?" tanya Hazel di telepon, setelah sampai di Rumah Sakit.
"Aku di depan ruang ICU, El. Ke sini aja, aku sendirian juga." Mia meminta Hazel menemaninya.
"Oke, aku ke situ."
Hazel berjalan ke dalam Rumah Sakit dan menuju ruang ICU. Hazel berpapasan dengan Gavin di sana. Hazel tersenyum saat melihat Gavin, tetapi dia tidak bisa menyapa dan memeluknya. Hazel takut ada orang yang mengenali Gavin. Ponsel Hazel bergetar tanda ada pesan masuk. Gavin meminta Hazel menuju tangga darurat untuk bertemu dengannya. Hazel tersenyum tipis setelah membaca pesan dari Gavin.
"Sedang apa kamu di sini, Beb?" tanya Gavin setelah melihat Hazel di tangga darurat.
"Menemui sahabatku. Aku mau kasih hadiah ini untuk dia." Hazel menunjukkan paper bag yang dibawanya.
"Apa dia sedang sakit?" tanya Gavin sambil mengusap pipi Hazel.
"Maminya yang sakit. Dia cuma nemenin aja." Hazel memeluk Gavin dengan manja. "Kamu sendiri kenapa di sini?" Hazel baru saja tersadar dan bertanya.
"Ada keluarga yang sakit. Jadi aku harus mengurusnya sedikit," ucap Gavin sedikit ragu-ragu.
"Istri kamu?" Hazel tersenyum kecut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments