Gavin terperangah mendengar jawaban dari Hazel. Dia selalu terkejut dengan kepintaran Hazel dalam bersilat lidah. Dia akui bahwa bersama dengan Hazel, membuatnya merasa bersemangat dan selalu bisa tersenyum karenanya. Gavin menarik tengkuk Hazel lalu mencium bibirnya lembut. Hazel membalas ciuman dari Gavin dan membuat pria dewasa itu semakin menginginkannya.
"Apakah kamu mau aku sentuh?" tanya Gavin dengan suara serak.
"Aku belum menandatangani perjanjian kontrak kita, Tuan. Jangan lupakan itu," ucap Hazel terus menantang Gavin.
"Persetan dengan kontrak, Beby. Aku sangat menginginkanmu." Gavin mengeratkan pelukannya untuk merasakan lekuk tubuh Hazel.
"Jangan jadi pria yang tak bisa dipegang ucapannya, Sayang." Hazel mencoba menggoda Gavin dengan menekankan kata sayang.
"Oke, sorry Beby. Aku hanya tidak bisa terlalu lama menahannya. Jadi ... bagaimana?" Gavin terus saja menanyakan keinginannya pada Hazel.
"Aku masih memikirkannya. Biarkan aku tidur sekarang, karena besok aku ada kuliah pagi," ucap Hazel sambil menatap tajam ke arah Gavin.
"Baiklah, ayo kita tidur." Gavin mengangkat tubuh Hazel dan membawanya ke kamar mereka.
Hazel merasa takjub dengan kekuatan otot tangan Gavin. Tubuh Hazel yang tinggi, meskipun ramping, masih bisa diangkatnya dengan mudah. Gavin merebahkan tubuh Hazel di atas ranjang dan dirinya ikut berbaring di samping Hazel. Gavin memberikan lengannya untuk tumpuan kepala Hazel supaya bisa memeluknya dengan leluasa.
"Jangan macam-macam," ancam Hazel sambil menunjuk wajah Gavin.
"Satu macam aja, Beby," ucap Gavin sambil tertawa.
"Dasar Tua Bangka Sialan," gerutu Hazel, tetapi masih terdengar oleh Gavin.
"Apa kamu mau dihukum karena mengatai aku tua bangka?" Gavin menatap serius ke arah Hazel.
"Ampun, Tuan. Biarkan aku tidur." Hazel langsung berpura-pura menutup matanya untuk menghindar dari Gavin. Dengan lembut Gavin mencium puncak kepala Hazel.
Malam semakin larut, tetapi Gavin masih belum bisa memejamkan matanya. Ponselnya terus berdering karena ada panggilan dari seseorang. Gavin mencoba menerima panggilan tersebut dan bangun dari tempat tidurnya dengan perlahan. Gavin keluar ke balkon untuk menerima telepon.
"Ada apa, Sayang?" Gavin langsung bertanya begitu telepon tersambung.
"Dad, Mami kumat lagi. Aku udah panggil dokter, tapi aku butuh Daddy di sini."
"Daddy nggak bisa pulang malam ini, Sayang. Besok pagi Daddy tengokin Mami kamu." Gavin mengusap dagunya yang ditumbuhi rambut sedikit.
"Apa Daddy masih ada kerjaan?"
"Iya, Sayang. Sudah dulu ya. Jaga Mami kamu. Love you." Gavin langsung mematikan teleponnya.
"Ditelepon istri?" tanya Hazel dengan tiba-tiba, membuat Gavin terkejut.
"Apa kamu cemburu?" Gavin berbalik bertanya dengan sedikit ledekan.
"You wish." Hazel kembali ke kamar dan tidur membelakangi Gavin.
"Bilang aja kalau cemburu, Beby. Aku akan senang mendengarnya." Gavin mengikuti Hazel ke dalam kamar dan melihat Hazel berpura-pura tidur lagi.
Gavin naik ke atas tempat tidur dan berbaring sambil memeluk tubuh Hazel. Seketika Hazel terkejut karena tubuhnya terasa bergetar. Hazel merutuki dirinya sendiri yang begitu sensitif terhadap sentuhan Gavin. Hazel menggeliat untuk menyingkirkan tubuh Gavin, tetapi yang ada Gavin semakin erat memeluknya. Hazel hanya pasrah dan mencoba untuk tidur kembali.
.
.
.
Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui kaca jendela kamar apartemen yang telah dibuka sedikit oleh Gavin. Pria itu sudah bangun dan bersiap-siap. Gavin mungkin tidak bisa tidur karena tersiksa oleh keinginan di dalam dirinya yang ditahannya semalaman. Hazel memicingkan matanya merasakan cahaya yang mengenai wajahnya.
"Jam berapa sekarang?" tanya Hazel dengan suara serak khas bangun tidur.
"Jam tujuh, Beb. Kuliah jam berapa?" tanya Gavin yang sedang duduk di depan ranjang sambil menyibukkan dirinya dengan tablet miliknya.
"Jam delapan," ucap Hazel sambil berusaha beranjak dari tempat tidurnya.
Gavin berjalan mendekati Hazel dan mengangkat tubuh Hazel menuju kamar mandi. Gavin mendudukkan Hazel di atas kloset dan menyiapkan air di bathtub untuk mandi Hazel. Baru pertama kali Hazel mendapatkan perlakuan seperti itu dan membuatnya tersenyum senang. Gavin meninggalkan Hazel setelah air di dalam bathtub selesai diisi.
Selesai mandi, Hazel keluar dengan menggunakan handuk kimono mandinya. Hazel lupa untuk membawa baju ke dalam kamar mandi. Hazel berjalan perlahan untuk tidak membuat Gavin terganggu dan melihatnya belum berpakaian. Hazel berusaha membuka lemari bajunya dengan tanpa suara.
"Aku udah lihat tubuh kamu, Beb. Nggak perlu sembunyi-sembunyi." Gavin berbicara dengan tetap fokus ke arah tabletnya.
"Oke, baiklah. Makasih udah memperlakukanku dengan baik," ucap Hazel dengan tulus.
"Jadi, apakah kamu setuju dengan permintaanku?" Gavin menatap ke arah Hazel.
"Nanti aku kasih jawabannya setelah pulang dari kampus." Hazel memutuskan untuk memberi Gavin jawabannya.
"Benarkah? Aku akan menunggu saat itu tiba. Aku akan menjemputmu, Beb." Gavin sangat senang mendengar ucapan Hazel. Akhirnya dia akan mendapatkan jawabannya.
"Sekarang berikan aku sarapan karena aku butuh makan," ucap Hazel sambil tersenyum tipis.
"Sebentar lagi mungkin sampai sarapannya." Gavin sudah memesan sarapan untuk mereka berdua saat Hazel sedang berada di kamar mandi. Hazel terpana lagi dengan perlakuan Gavin yang sangat tanggap.
Seperti kata Gavin, sarapan yang dipesan olehnya telah sampai dan Gavin yang menerimanya di depan pintu. Hazel duduk diam di meja makan dan Gavin menyiapkan semuanya. Hazel menatap ke arah Gavin dengan kagum.
"Apa sekarang kamu kagum sama aku?" Suara Gavin menyadarkan lamunan Hazel.
"Sedikit," jawab Hazel dengan malu-malu. Gavin terkekeh mendengar jawaban Hazel.
Setelah selesai sarapan, Gavin mengantarkan Hazel pergi ke kampusnya. Hazel memikirkan cara untuk berterima kasih pada Gavin karena telah memperlakukannya dengan baik. Sampai di kampus, Gavin meminta sang sopir untuk menghentikan mobilnya.
"Makasih," ucap Hazel singkat. Dia bingung ingin berbicara apa. Hazel mencium cepat bibir Gavin untuk ucapan terima kasihnya. Gavin terbengong mendapatkan kecupan dari Hazel.
"Jemput aku jam tiga sore," ucap Hazel lagi, lalu turun dari mobil dan melambaikan tangannya. Hazel tersenyum atas kelakuannya sendiri.
"Benar-benar tidak bisa dipercaya. Kamu sudah sukses menjadi seorang sugar baby." Suara Mia lagi-lagi terdengar karena telah memergoki sahabatnya diantar oleh mobil mewah.
"Sialan kamu, Mia. Aku masih belum memutuskan," ucap Hazel sambil merangkul sahabatnya. Hazel tersenyum cerah di depan Mia.
"So ... gimana ceritanya?" Mia mendesak Hazel untuk menceritakan semuanya.
"Aku tidur dengannya semalam. Hanya tidur saja, jangan berpikiran yang lain. Dia memperlakukan aku seperti putri. Bagaimana bisa aku menolaknya?" Hazel bercerita sambil tersenyum-senyum.
"Itu cara dia untuk membuatmu takluk dan mau menerimanya. Setelah itu pasti dia akan menunjukkan sisi dia yang sebenarnya," ucap Mia membuat Hazel tersadar.
"Kamu benar, Mia. Aku udah terbuai dengan rayuannya. Ah, sialan si tua bangka itu." Hazel mengutuk Gavin.
"Tapi, bisa saja dia tulus, El. Kamu akan menyesal kalau tidak menerimanya." Mia berhasil membuat Hazel bingung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments