Keputusan Hazel 2

Hazel telah sampai di apartemen milik Gavin. Dia merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang TV. Dia menatap ke langit-langit sambil memikirkan semuanya yang akan terjadi padanya. Hazel memejamkan matanya dan tertidur di sofa. Gavin baru saja masuk ke apartemen, saat jam menunjukkan pukul tujuh malam. Gavin datang dari rumahnya karena harus melihat keadaan sang istri.

Hazel meregangkan tubuhnya dan terkejut saat ada seseorang di depannya. Gavin berjongkok di depan sofa yang dipakai Hazel untuk tidur. Hazel tersenyum manis saat melihat Gavin sudah berada di dalam apartemen.

"Hai," sapa Hazel sambil tersenyum manis. Gavin langsung terpana melihat senyuman Hazel.

"Kamu dari mana, Anak Nakal?" Gavin mencubit hidung Hazel dengan pelan.

"Dari Bar tempat aku bekerja," jawab Hazel sambil beranjak dari tidurnya.

"Ngapain kamu ke sana?" tanya Gavin masih tetap berjongkok di depan Hazel.

"Berpamitan," ucap Hazel singkat. Hazel menyandarkan tubuhnya di sofa sambil menguap.

"Untuk apa kamu berpamitan? Apa kamu nggak akan bekerja lagi di sana? Lalu kamu mau bekerja di mana?" Gavin bertanya tanpa jeda. Hazel sampai tersenyum geli mendengar pertanyaan Gavin.

"Bukankah ada yang mau membiayai hidupku? Untuk apa aku bekerja." Hazel menatap ke dalam manik Gavin.

"Apa kamu ... benarkah kamu mau sama aku?" Gavin sampai tidak bisa berkata-kata. "Kamu mau menjalin hubungan denganku?"

Hazel mengangguk mantap menjawab pertanyaan dari Gavin. Seketika Gavin beranjak dari jongkoknya dan duduk di samping Hazel berhadapan dengannya. Gavin masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hazel tersenyum melihat ekspresi wajah Gavin.

"Apa itu benar?" tanya Gavin lagi.

"Iya, aku setuju untuk menjalin hubungan dengan kamu. Aku mau perjanjiannya mengikuti apa yang aku inginkan. Aku tidak mau rugi." Hazel dengan berani memberikan syarat seperti itu pada Gavin.

"Apa pun yang kamu inginkan, Beby. Asalkan kamu selalu ada saat aku butuhkan. Aku akan memenuhi semua yang kamu mau." Gavin menggenggam tangan Hazel dengan erat, lalu menciumnya. "Besok aku siapkan kontraknya dan kamu bisa baca dulu."

"Terserah kamu, yang penting aku bisa santai sekarang. Aku rasa aku lelah hidup seperti ini." Hazel memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan air matanya.

"Apa kamu menangis?" tanya Gavin dengan lembut. Gavin menarik dagu Hazel dan membuatnya menatap ke arahnya.

"Aku tidak ingin terlihat lemah di hadapan siapa pun. Jangan sampai aku dikasihani karena diriku yang lemah." Hazel tersenyum sambil menatap Gavin dengan intens.

Gavin mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Hazel dengan lembut. Hazel tidak menolak perlakuan Gavin saat ini. Dia juga masih terdiam, tidak membalasnya. Gavin melepaskan ciumannya lalu mengusap bibir Hazel yang memerah karena bekas ciumannya.

"Apa kamu sudah makan?" tanya Gavin tiba-tiba.

"Belum sepertinya, aku lupa." Hazel mengedikkan bahunya cuek.

"Kamu ini, harusnya bisa jaga kesehatan sendiri dong. Jangan lupa makan dan jangan sampai telat. Ayo kita makan di luar." Gavin mulai memprotes kelakuan Hazel yang lupa untuk mengurus dirinya sendiri.

"Kenapa mulai protes?" Hazel sedikit kesal dengan kata-kata Gavin.

"Aku cuma nggak mau kamu sakit, Beby. Kamu itu hidup sendiri, kalau sakit siapa yang akan merawat kamu?" Gavin mulai merendahkan suaranya.

"Sekarang aku punya kamu, buat apa bingung." Hazel bisa melambungkan perasaan Gavin hanya dengan kata-katanya itu.

"Kamu pintar membuat perasaan orang senang, Beby." Gavin tersenyum simpul karena merasa tersanjung. "Aku akan pesan makanan dan kita akan makan di siji."

Gavin sibuk dengan gawainya dan sedang memesan makanan untuk Hazel dan juga dirinya. Hazel memperhatikan wajah Gavin dari dekat dan terlihat masih gagah meskipun sudah berumur. Gavin beranjak menuju kamar dan membuka pakaian kerjanya, lalu menggantinya dengan kaos biasa. Hazel lebih terpana lagi saat melihat Gavin dalam balutan baju santainya.

"Apa kamu akan tetap di situ? Mulai hari ini kamu akan tinggal di sini. Segala keperluan sudah aku siapkan. Kalau ada yang kurang tinggal bilang aja." Gavin mendekati Hazel dan berjongkok lagi di depannya. "Makasih karena mau menerima tawaran dariku."

"Semoga aja keputusanku benar dan aku tidak akan menyesal," ucap Hazel dengan santai.

"Aku akan membuat kamu tidak menyesal, Beby. Sekarang coba panggil aku dengan sebutan sayang." Gavin meminta satu hal yang membuat Hazel merinding.

"Aku nggak bisa." Hazel langsung berdiri dan berjalan cepat menuju kamar.

"Ayolah, Beb, aku ingin dengar." Gavin mengikuti Hazel sambil terus meminta.

"Aku nggak bisa. Aku harus belajar dulu." Hazel mencoba menenangkan dirinya karena permintaan Gavin begitu tiba-tiba. Dia sedikit gugup.

"Cobalah panggil dengan kata sayang atau beby, sama seperti aku memanggilmu." Gavin berdiri di hadapan Hazel dan menunggu.

"Bagaimana kalau aku panggil kamu dengan sebutan daddy?" usul Hazel dan berhasil membuat raut wajah Gavin berubah.

"Tidak mau, aku bukan ayah kamu." Gavin menjawab dengan ketus.

"Baiklah, Beby. Sekarang aku akan mandi dan lihatlah apakah makanan kita udah datang." Hazel berbicara dengan penuh penekanan.

"Coba sekali lagi, aku ingin mendengarnya." Gavin tersenyum senang mendapatkan panggilan kesayangan dari Hazel.

"Beby?" Hazel memanggilnya dengan suara lembut. "Nggak cocok sepertinya." Hazel terkekeh saat melihat raut wajah Gavin yang kesal.

"Aku akan hukum kamu nanti." Gavin keluar dari kamar dan menuju pintu apartemen karena layanan antar makanan telah datang. Hazel masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Hazel keluar dari kamar mandi dan melihat Gavin sedang sibuk dengan laptopnya. Hazel menghampiri dan memeluk Gavin dari belakang. Tidak tahu keberanian dari mana yang didapatkan oleh Hazel, sehingga dirinya bisa memeluk Gavin seperti itu. Gavin terkejut saat ada tangan melingkar di lehernya. Gavin menoleh dan melihat Hazel sedang tersenyum padanya.

"Apa kamu membutuhkan sesuatu?" tanya Gavin dengan begitu lembut.

"Enggak, aku cuma ingin berterima kasih karena telah memilihku." Hazel mengecup pipi Gavin dan membuatnya terpana.

"Ayo kita makan dulu sebelum lanjut mengobrol. Masih banyak yang harus kita bicarakan." Gavin beranjak dari tempat duduknya dan merangkul pinggang Hazel.

"Apakah benar yang aku lakukan ini?" ucap Hazel dalam hatinya.

"Kamu tidak perlu banyak berpikir, Beby. Aku tidak akan merugikan kamu. Aku hanya butuh seseorang di samping aku untuk mengurus diriku." Seakan Gavin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Hazel.

"Semoga saja aku bisa memenuhi semua keinginan kamu. Kalau pun nggak bisa, aku akan mengatakannya. Aku nggak ingin dikekang atau dijadikan seperti budak oleh perjanjian ini." Hazel mengutarakan lagi apa yang dipikirkannya.

"Kamu terlalu jauh memikirkan semua itu, Sayang. Kita jalani aja dulu sekarang. Besok surat perjanjiannya bisa kamu lihat sendiri dan kamu tentukan sendiri." Gavin mengacak rambut Hazel sambil tersenyum manis.

Episodes
Episodes

Updated 63 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!