Pembicaraan Serius

Aiden adalah kating di kampus tempat Hazel menimba ilmu sekaligus teman Hazel selain Mia. Aiden sedikit mempunyai perasaan terhadap Hazel, tetapi dia tidak pernah mengungkapkannya langsung kepad Hazel. Mia yang terkadang merasakan betapa perhatiannya Aiden pada Hazel. Namun, Hazel tidak pernah memikirkan hal itu.

"Kak Aiden sendirian?" tanya Mia sambil celingukan ke sekeliling Cafe.

"Iya, yang lain pada sibuk buat tugas. Aku bosan sama tugas terus, jadi aku lari ke sini aja," ucap Aiden, terkekeh.

"Semester akhir pasti banyak yang  dikerjakan ya, Kak?" Mia terus bertanya karena penasaran.

"Iya, Mia. Tugas, skripsi, revisi, cari kerja. Pusing kalau dipikirin." Aiden tersenyum lagi. Hazel tertawa mendengar ucapan Aiden.

"Kenapa kamu ketawa?" Aiden menatap Hazel dengan tatapan lembut.

"Ternyata bukan cuma aku yang pusing mikirin hidup," ucap Hazel tertawa renyah.

"Apa yang kamu pikirkan, El?" tanya Aiden, menyelidik.

"Banyak Kak, semuanya aku pikirin sampai nggak tahu harus mikirin yang mana dulu." Hazel terkekeh sendiri.

"Mikirin aku aja, El," ledek Aiden sambil tertawa.

"Kak Aiden udah banyak yang mikirin. Ya nggak, Mi?" Hazel menatap ke arah Mia yang sedang menikmati kopinya. Mia hanya mengangguk setuju setelah meneguk kopi di tangannya.

Hazel menyelesaikan makannya lalu beranjak keluar Cafe dan berpamitan akan pulang karena sudah tidak ada kuliah lagi. Hazel ingin beristirahat di apartemennya demi mengisi tenaga untuk bekerja nanti malam. Hazel melambaikan tangannya lalu mencium pipi Mia dan berjalan kaki menuju apartemennya. Hazel sampai di apartemennya sekitar lima belas menit dengan berjalan kaki dari kampusnya.

"Ingin rasanya punya orang yang mengantar jemput kita," gumam Hazel lalu menghela nafas dalam.

"Aku mau mengantar dan menjemput kamu," ucap seseorang di belakang Hazel.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Hazel pada Gavin yang sudah berdiri di belakangnya yang sedang menunggu lift menuju lantai tujuh di mana unit apartemennya berada.

"Menemui kamu, Beby," ucap Gavin sambil tersenyum manis.

"Terserah deh, aku sedang tidak ingin berdebat." Hazel masuk ke dalam lift yang telah berhenti dan terbuka di depannya. Gavin mengikuti Hazel masuk ke dalam lift.

"Apa setiap hari kamu berjalan kaki ke mana pun?" tanya Gavin sambil menatap wajah Hazel.

"Iya, itu lebih menyehatkan dan mengirit ongkos," jawab Hazel dengan jujur.

Lift berhenti di lantai tujuh gedung apartemen tempat Hazel tinggal. Hazel menuju unitnya dan Gavin terus mengikutinya. Hazel behenti tepat di depan pintu unit apartemennya lalu menatap tajam ke arah Gavin.

"Apa kamu akan ikut masuk?" tanya Hazel dengan menantang.

"Iya, aku akan bertamu di rumah kamu," ucap Gavin dengan santainya.

"Aku tidak menerima tamu dan aku akan istirahat. Silakan kembali lagi lain kali." Hazel membuka pintu lalu menutupnya kembali tanpa menghiraukan Gavin. Sambil terkekeh, Gavin pergi meninggalkan Hazel sendiri.

.

.

Malam seperti biasanya, Hazel bekerja di Bar sebagai waitress. Kali ini sang pemilik Bar terus mengejar Hazel untuk mau menjadi wanita penghibur karena keadaannya kemarin bersama Gavin. Hazel menolak dengan tegas permintaan sang pemilik Bar. Hazel merasa cukup menjadi waitress di Bar tersebut.

"Lynn, tolong antarkan minuman ini ke ruangan VVIP," pinta Jake sang bartender.

"Aku nggak mau, Jake. Aku takut terjebak lagi," ucap Hazel merasa tidak percaya diri.

"Ini permintaan khusus, Lynn. Si Bos bisa marah kalau kamu nggak mau mengantarnya." Jake mencoba merayu Hazel. Perasaan Hazel sudah tidak enak dan memikirkan siapa yang memintanya untuk mengantar minuman itu.

Akhirnya, Hazel menuruti permintaan Jake dan membawa satu botol minuman kelas atas ke ruangan VVIP. Hazel mengetuk pintu sebelum masuk ke ruangan. Saat dia melihat ada Gavin di ruangan tersebut, Hazel tidak terkejut lagi karena dia sudah memperkirakannya.

"Malam ini aku ingin tidur sama kamu lagi, Cantik," bisik Gavin di telinga Hazel.

"Maaf saya tidak bisa." Hazel menolak dengan sopan.

"Jangan dipaksa, Gavin. Nanti dia akan kabur," ujar Jimmy, teman Gavin yang waktu itu juga.

"Aku janji tidak akan macam-macam. Hanya tidur aja," janji Gavin pada Hazel.

"Baiklah." Hazel menjawab dengan singkat dan membuat Gavin terpaku karena jawaban Hazel.

"Apa kamu bilang?" tanya Gavin lagi untuk meyakinkan pendengarannya.

"Oke, aku akan temani kamu tidur malam ini." Hazel beranjak setelah menuangkan minuman ke gelas masing-masing orang. Gavin menahan tangan Hazel lalu memandang wajahnya lekat.

"Di sini aja, biar aku yang tanggung jawab dengan bos kamu," pinta Gavin sambil menarik perlahan tangan Hazel.

Tanpa berontak, Hazel mengikuti permintaan Gavin. Dia tidak melihat ada wanita di samping Gavin seperti kedua temannya yang telah membawa dua wanita di samping mereka. Hazel menatap wajah Gavin lalu tersenyum. Seakan ada sengatan listrik yang membuat Gavin jantungan, senyuman Hazel berhasil membuat degup jantung Gavin berdetak cepat.

Hazel mengikuti Gavin ke apartemen mewah milik Gavin. Hazel tidak tahu jika tempat yang kemarin dia tiduri adalah ranjang di apartemen milik Gavin yang dipersiapkan untuknya. Hazel mengagumi betapa rapi dan besarnya apartemen yang dibeli oleh Gavin hanya untuk tidur bersamanya. Gavin menarik tangan Hazel untuk duduk di ruang santai di depan TV.

"Jadi ... bagaimana dengan keputusan kamu?" tanya Gavin sambil menatap mata Hazel.

"Saya masih belum memutuskan, Tuan." Hazel menjawab seperti kenyataannya. Dia memang masih memikirkan semua keinginan Gavin.

"Kalau seperti itu, bagaimana kamu mau mengikuti aku sampai ke sini?" tanya Gavin merasa sangat penasaran dengan tingkah Hazel.

"Anda yang meminta saya untuk tidur bersama, jadi kenapa Anda menanyakan hal itu?" Hazel tidak mendebat apa pun seperti halnya kemarin dengan Gavin.

"Apa ada hal buruk yang terjadi hari ini? Aku kehilangan kamu yang suka membantahku," ucap Gavin sambil mengusap pipi Hazel dengan lembut.

"Tidak ada, aku hanya lelah hidup seperti ini." Hazel berkata jujur pada Gavin bahwa dirinya memang sedang berada pada titik yang ingin menyudahi hidupnya karena merasa lelah.

"Jangan bicara seperti itu, Lynn. Aku membutuhkan kamu di dunia ini. Kamu adalah orang yang aku pilih." Gavin mengangkat tubuh Hazel ke atas pangkuannya dan memeluknya erat.

"Kenapa kamu membutuhkan aku dan kenapa memilih aku?" Hazel terus menanyakan hal itu karena dirinya merasa tidak spesial.

"Karena kamu gadis yang kuat, Lynn. Aku butuh perempuan seperti kamu. Kuat, pemberani, selalu punya keinginan tersendiri, yang lain daripada orang lain. Selalu bisa berdebat jika tidak sesuai dengan apa yang kamu mau. Aku butuh seseorang seperti itu." Gavin melepaskan pelukannya dan menatap intens wajah Hazel.

"Bagaimana dengan istri kamu?" tanya Hazel merasa penasaran.

"Bukankah perjanjian kita menyebutkan bahwa kita tidak akan mencampuri urusan rumah tanggaku?" Gavin bertanya dengan serius.

"Aku belum menandatangani itu," ucap Hazel dengan entengnya.

Terpopuler

Comments

Anita Jenius

Anita Jenius

Salam kenal kak.
ceritanya keren. aku baca sampai sini dulu.
5 like buatmu ya kak.
semanga

2024-06-02

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 63 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!