"Gavin?" Suara seorang perempuan menyapa Gavin. Hazel menatap perempuan itu dengan tajam.
Gavin terkejut melihat siapa yang berada di hadapannya sekarang. Seorang perempuan yang pernah dekat dengannya saat sebelum Gavin menikah dengan istrinya. Hazel menatap Gavin dan perempuan itu bergantian. Hazel mencoba membuka suaranya, tetapi Gavin bersuara terlebih dahulu.
"Sorry, kita udah nggak ada urusan." Gavin menarik tangan Hazel dan meninggalkan perempuan itu.
"Aku cuma ingin menyapa kamu, Vin. Apa kita nggak bisa berteman?" Perempuan itu berbicara dengan wajah sendu.
Gavin terus saja berjalan sambil menggandeng tangan Hazel tanpa mempedulikan perempuan yang menyapanya. Hazel menatap ke arah perempuan tadi dan melihatnya sedikit kesal. Hazel kemudian menatap Gavin dan melihat wajahnya datar.
"Siapa itu?" tanya Hazel penasaran.
"Masa lalu, Beb. Tidak usah dipedulikan." Gavin terus berjalan sampai dirasa telah jauh dari perempuan tadi.
"Mantan kekasih?" tanya Hazel lagi sambil menatap Gavin dengan intens.
"Kamu cemburu?" Gavin menyeringai sambil memperhatikan mimik wajah Hazel. Gavin tahu jika perempuan masa lalunya itu sangat cantik dan sempurna.
"Aku nggak cemburu, buat apa? Dia juga masa lalu, kalau sekarang kamu sama aku." Hazel berbicara dengan percaya diri.
"Bagus kalau begitu. Aku semakin suka sama kamu, Beb." Gavin mencium bibir Hazel.
Gavin membelanjakan Hazel barang-barang mewah dan juga pakaian mahal di Miami. Gavin ingin memanjakan Hazel supaya tidak ditinggalkan olehnya. Hazel juga sangat senang diperlakukan seperti itu. Dia akan memberi Mia hadiah karena telah mendukungnya melakukan hal itu.
"Kenapa beli dua?" tanya Gavin saat melihat Hazel membeli dua tas dengan model yang sama tetapi berbeda warna.
"Hadiah buat temen aku, Beb. Dia yang selalu dukung aku dan baik sama aku," ucap Hazel sambil tersenyum manis.
"Teman kamu yang orang kaya itu?" Gavin masih ingat dengan cerita Hazel. Hal kecil itu membuat Hazel tersenyum.
"Iya, temenku yang orang kaya itu." Hazel bangga memamerkan Mia di depan Gavin.
Hazel sudah mendapatkan apa yang diinginkannya dan barang belanjaannya sudah terlalu banyak. Gavin membantu membawakan barang belanja Hazel. Gavin selalu ingin berbuat yang terbaik untuk Hazel. Dia tidak ingin Hazel kabur dari dirinya.
.
.
Hazel dan Gavin berniat makan malam di resto hotel yang mereka tempati. Hazel yang meminta Gavin untuk membawanya makan di luar. Hazel tidak ingin menyia-nyiakan liburannya hanya dengan berada di dalam kamar. Gavin mengikuti apa yang diinginkan oleh Hazel.
"Hai, kita ketemu lagi." Perempuan dari masa lalu Gavin kembali muncul di hadapan Hazel dan Gavin.
"Ayo kita pindah tempat," ajak Gavin pada Hazel, tanpa melihat ke arah perempuan itu.
"Ayolah Vin, jangan seperti anak kecil. Kita udah sama-sana berumur. Apa kamu masih menyimpan rasa untuk aku?" Perempuan itu terkekeh sendiri.
"Jangan bicara sembarangan. Kita sudah lama tidak berhubungan dan untuk apa aku menanggapi kamu. Kita tidak punya urusan." Gavin berbicara dengan tegas. Hazel hanya terdiam di samping Gavin.
"Selera kamu bagus juga, Vin. Masih muda," ucap perempuan itu sambil tersenyum seringai.
"Cukup Evelyn. Sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi." Gavin membentak perempuan bernama Evelyn itu, lalu mengajak Hazel keluar dari resto.
Hazel melihat ke arah Evelyn dan perempuan itu tersenyum lebar. Hazel merasa kesal dengan senyuman yang ditampilkan oleh peremuan itu. Senyuman meremehkan yang ditunjukkan untuk Hazel. Gavin membawa Hazel kembali ke kamar mereka.
"Aku lapar, Beb," ucap Hazel dengan merengek manja.
"Sebentar aku pesankan makanan. Kita makan malam di kamar aja." Gavin menghubungi layanan kamar untuk memesan makanan sambil membuka pakaiannya. Dia membiarkan tubuh bagian atasnya terekspos.
Hazel menghampiri Gavin yang sedang sibuk menelepon. Hazel menyapukan jari-jarinya di kulit tubuh Gavin yang tidak tertutupi kain. Hazel melakukannya dengan penuh kejahilan. Gavin sampai memejamkan matanya untuk menahan hasratnya. Hazel terus menyapukan jari-jarinya.
"Apa yang kamu lakuin, Beb?" Gavin berbicara setelah selesai menelepon layanan kamar. "Aku tidak akan tanggung jawab jika aku akan menerkam kamu."
"Tubuh kamu bagus, Beb." Hazel mendekati Gavin lalu menciumi bagian atas tubuh Gavin. Tanpa sadar Hazel melakukan itu karena otaknya tidak bekerja dengan baik. Gavin merutuki kelakuan Hazel karena membuat dirinya tidak bisa menahan keinginannya.
Hazel terus menciumi tubuh Gavin sambil tersenyum menyeringai. Gavin menarik dagu Hazel dan mencium bibirnya lembut. Gavin mengangkat tubuh Hazel dan membawanya ke tempat tidur. Dia tidak peduli dengan layanan kamar yang akan datang nanti.
"Boleh aku lanjutkan ini?" tanya Gavin sambil menatap wajah Hazel dengan sayu.
"Asal jangan sampai itu ...." Hazel tidak meneruskan kata-katanya karena dia anggap Gavin tahu apa yang diucapkannya.
Gavin mengangguk dan melanjutkan ciumannya di bibir Hazel lalu beranjak turun ke leher jenjang Hazel. Sudah lama Gavin tidak merasakan keinginan besar seperti dengan Hazel. Selama beberapa tahun terakhir, Gavin tidak pernah bercinta dengan siapa pun, istrinya pun tidak. Hazel menikmati sentuhan lembut Gavin dan merasakan hasrat besar di diri Gavin.
"Beb, makan dulu yuk." Hazel sangat lapar sampai perutnya berbunyi. Gavin tersenyum mendegar suara dari perut Hazel. "Sorry, kayaknya aku lapar banget. Kita terusin nanti."
"Aku ambil dulu makanannya." Gavin beranjak ke luar untuk mengambil makanan yang ditinggalkan di depan pintu kamarnya. Hazel tersenyum malu dengan apa yang dilakukannya terhadap Gavin.
Hazel dan Gavin menikmati makan malamnya yang sedikit terlambat karena ada gangguan dari Evelyn dan juga gangguan dari diri Hazel sendiri. Gavin menatap wajah Hazel, lalu tersenyum sambil mengusap pipinya. Hazel ikut tersenyum.
"Kamu tahu, sudah lama punyaku tertidur dan karena kamu dia jadi terbangun," ucap Gavin terkekeh geli. Betapa dirinya sangat senang karena ternyata dia masih perkasa juga.
"Punya kamu? Apa itu?" tanya Hazel dengan polosnya.
"Astaga, Beb. Apa kamu sepolos itu atau kamu berpura-pura polos di depanku?" Gavin menatap tajam Hazel, tidak percaya.
"Aku ... apa yang kamu maksud itu ...." Hazel menunjuk ke arah bawah Gavin lalu menutup wajahnya sendiri karena malu.
"Karena kamu dia terbangun dan kamu harus tanggung jawab." Gavin menyeringai. Hazel menatap Gavin sambil menelan salivanya dengan susah payah.
"Aku jadi penasaran, itu karena aku atau karena perempuan bernama Evelyn itu?" Hazel bertanya hal yang tidak disukai Gavin.
"Aku tidak mau mendengar nama perempuan itu lagi." Gavin berucap dengan penuh penekanan.
"Kenapa? Apa yang dikatakan Evelyn itu benar? Kamu masih punya perasaan untuknya?" Hazel terus memancing Gavin.
"Buat apa aku menyukai orang yang sudah membuangku? Aku akan balik membuangnya." Gavin menahan kesalnya dengan mengepal erat tangannya.
"Maafkan aku," ucap Hazel sambil memeluk Gavin dari belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments