Hazel membaca surat perjanjian yang ditulis oleh Gavin untuk hubungannya ke depan. Perjanjian yang ditulis dengan perasaan suka dan ingin memiliki. Hazel menambahkan beberapa poin untuk keuntungannya sendiri seperti tidak dibatasi untuk berteman dengan siapa saja. Tidak dibatasi jika dia ada tugas yang harus dikerjakan di luar rumah. Hazel juga meminta untuk selalu bisa melakukan hal yang dia sukai tanpa harus mendapat pertentangan dari Gavin.
Ada satu poin yang membuat Hazel terkejut dan menaikkan alisnya, sedikit berpikir. Hazel menatap tajam ke arah Gavin dan hanya ditanggapi dengan tatapan lembut dari Gavin. Hazel membaca ulang poin yang mengatakan bahwa diperbolehkan melakukan hubungan badan jika kedua belah pihak telah siap. Hazel menatap ke arah Gavin lagi, lalu berkacak pinggang di depannya.
"Maksudnya apa ini?" Hazel menunjukkan poin yang dia baca terus-menerus.
"Bukankah itu sudah jelas, Beby. Jadi kamu tidak perlu takut aku akan memakanmu. Aku tidak akan melakukannya jika kamu belum siap." Gavin tersenyum penuh arti. "Jadi jangan kamu pikir aku tidak memikirkan hal itu. Aku seorang pria dewasa, Sayang. Aku butuh teman ranjang."
"Kalau aku menolak poin itu, bagaimana?" tanya Hazel dengan sedikit cemas.
"Kamu harus terima itu. Kamu bisa mengganti poin yang lain, tapi untuk satu itu tolong jangan dirubah." Gavin sampai memohon pada Hazel.
"Baiklah, yang pasti itu akan terjadi jika aku telah siap, kan?" Hazel menanyakan kejelasan tentang poin tersebut.
"Iya, Beb. Kalau kamu udah siap dan terjadi karena sama-sama menginginkannya." Gavin tersenyum manis di hadapan Hazel. Dengan cepat Hazel memalingkan wajahnya karena tidak ingin terpana melihat wajah Gavin.
Hazel membaca sekali lagi surat perjanjiannya dan menuliskan tambahan-tambahan untuk keuntungan dirinya sendiri. Dia tidak ingin rugi dan membuat dirinya terpenjara setelah menjalin hubungan kontrak dengan Gavin. Hazel segera menandatangani surat kontrak itu setelah Gavin setuju dengan tambahan yang diberikannya.
"Oke, sekarang aku mau siap-siap ke kampus. Apa kamu tidak ke kantor?" tanya Hazel yang baru menyadari jika Gavin masih santai di apartemennya.
"Aku sudah meminta cuti dua hari dan aku beralasan akan ke luar kota karena pekerjaan. Apakah kamu akan tetap ke kampus?" Gavin menatap wajah Hazel dengan penuh permintaan.
"Kamu ingin aku juga ambil libur?" Hazel sedikit mengerti apa yang diinginkan oleh Gavin.
"Aku ingin mengenal kamu lebih jauh, Beby. Aku akan pesan tiket untuk kita ke luar kota." Gavin menatap Hazel dengan wajah memelas. Hazel memikirkan sejenak keputusannya, lalu mengangguk mengiyakan.
"Aku akan menghubungi temanku." Hazel membuka gawainya dan menelepon Mia untuk memberitahukan tentang rencananya. Gavin segera menelepon asisten kepercayaannya untuk memesan tiket ke luar kota.
"Kamu akhirnya setuju dengan permintaan tua bangka itu?" tanya Mia saat Hazel meneleponnya dan menceritakan semua padanya.
"Iya, Mi. Seperti katamu, aku butuh penopang hidup. Aku lelah jika harus terus bekerja dan kuliah." Hazel menghela napas dalam dan tersenyum tipis.
"Oke, aku akan dukung apa pun keputusanmu, Beb. Aku akan ijinin kamu ke dosen. Ingat pesan aku soal hubungan badan." Mia terkekeh geli saat memikirkan hal itu.
"Iya, Mia. Semua itu udah ada di surat perjanjian. Dia nggak akan paksa aku untuk melakukannya." Hazel memberitahu Mia untuk membuatnya tidak khawatir.
"Ya udah, have fun Sayang. Selamat berlibur." Mia mematikan teleponnya sebelum Hazel membalas perkataannya. Hazel hanya tersenyum dengan kelakuan sahabatnya.
Hazel masuk ke dalam kamar lagi dan melihat Gavin sedang mengganti pakaiannya. Tubuh bagian atasnya masih terbuka dan Hazel mengagumi itu. Gavin terkekeh saat melihat Hazel terpana dengannya. Gavin mendekati Hazel lalu memeluknya. Hazel sedikit terkejut, tetapi dia membalas pelukan Gavin.
"Ayo kita berangkat, aku sudah siapkan semuanya." Gavin mengajak Hazel untuk bersiap.
"Aku akan mengemas apa yang akan aku butuhkan." Hazel hendak membereska barang bawaannya, tetapi semuanya sudah rapi.
"Kamu tinggal berangkat aja, Beb. Aku udah bereskan semuanya." Gavin tersenyum dan mendapat balasan senyuman dari Hazel. Satu nilai tambah untuk Gavin karena memperlakukan Hazel dengan baik.
Hazel dan Gavin berangkat menuju Miami dengan penerbangan sekitar tiga jam dari kota New York. Hazel sendiri lupa kapan terakhir dia bepergian seperti sekarang. Hazel begitu antusias dan berterima kasih pada Gavin karena telah mengajaknya liburan. Gavin menggenggam tangan Hazel selama perjalanan ke Bandara.
"Apa kamu senang?" tanya Gavin mencium tangan Hazel dengan lembut.
"Iya, aku senang. Makasih, Beb." Hazel tersenyum manis. Dia tidak memungkiri jika semua yang dilakukan oleh Gavin, membuatnya senang.
Sampai di Bandara, Gavin membawa Hazel ke ruangan VIP supaya tidak terlihat orang lain jika dia sedang bersama dengan seorang perempuan. Namun, Gavin sudah mempunyai jawaban jika memang dia ketahuan sedang berjalan dengan Hazel. Gavin telah mempersiapkan semuanya.
"Besok setelah liburan ini, aku mau kamu pindah ke apartemen. Jangan tinggal sendiri di tempat kamu yang lama." Gavin memerintahkan sesuatu pada Hazel.
"Baiklah, aku akan mengambil barang-barangku di tempat lama." Hazel hanya menjawab singkat tanpa perdebatan.
"Itu udah beres semuanya. Aku udah suruh orang untuk mengambil semua barang-barang kamu." Gavin tersenyum bangga dengan apa yang dilakukan olehnya.
"Aku rasa hidupku terlalu mudah mulai sekarang. Mau apa tinggal minta aja. Pengen ke mana tinggal bilang. Aku akan menikmatinya." Hazel mengangkat bahunya cuek.
"Apa kamu tidak suka?" tanya Gavin dengan sedikit khawatir.
"Aku suka, hanya mungkin perlu penyesuaian. Aku terbiasa sendiri dan mandiri. Sekarang semua sudah ada yang mengatur dan membantu." Hazel tersenyum dan mengecup pipi Gavin secara tiba-tiba.
"Apa kamu sesenang itu sampai mau cium pipi aku?" Gavin terkekeh mendapat kecupan dari Hazel.
"Belajar menyenangkan hati kamu, biar uang bulanan lancar," ucap Hazel dengan candaan.
"Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Kekayaanku nggak akan habis meskipun kamu berfoya-foya setiap harinya." Gavin sangat bangga dengan keberhasilannya.
"Aku jadi teringat sahabatku yang bisa foya-foya tanpa bekerja seperti itu." Hazel tersenyum mengingat Mia.
"Apa dia seperti kamu?" tanya Gavin penasaran.
"Tidak, dia tidak sepertiku. Dia punya orang tua yang kaya raya." Hazel menyandarkan kepalanya ke bahu Gavin.
Suara pengumuman di speaker bandara membuat Hazel dan Gavin beranjak dari ruang tunggu menuju pesawat. Gavin memesan tiket VIP untuk penerbangannya bersama Hazel. Dia ingin membuat Hazel senang dan memberikan kesan baik untuknya.
"Makasih untuk liburannya, Beb. Aku nggak bisa berkata-kata." Hazel terus saja tersenyum senang.
"Semua aku lakuin buat kamu, Sayang. Aku nggak mau kamu kabur dari aku, karena aku nggak mau yang lain." Gavin mengecup bibir Hazel dengan lembut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments