Hazel berangkat ke kampus diantar oleh Gavin. Di dalam mobil, Hazel terus menempel pada Gavin dan tangannya menggenggam erat tangan Gavin. Hazel tidak ingin melepaskan Gavin begitu saja meskipun dia tahu kenyataannya. Gavin sendiri merasa senang dengan keputusan Hazel.
"Nanti aku pulang ke apartemen, tapi sedikit terlambat." Gavin memberitahu Hazel tentang niatnya tidur di apartemen bersamanya.
"Aku tidak akan menunggumu," ucap Hazel dengan cuek.
"Kalau begitu, aku akan membangunkanmu jika kamu sudah tidur. Aku tidak akan tidur nyenyak kalau belum minta jatah sama kamu." Gavin tersenyum jahil pada Hazel.
"Apa kamu tidak bosan?" Hazel bertanya karena ingin tahu.
"Sudah lama aku tidak merasakan ini, Beb. Aku kembali bergairah sejak bertemu dengan kamu." Gavin menatap lekat ke arah Hazel.
"Aku tidak percaya itu," ucap Hazel menantang Gavin. Dengan cepat, Gavin mengangkat tubuh Hazel dan mendudukkannya di atas pangkuannya.
"Aku akan membuktikan itu, Beb." Gavin langsung mencium bibir Hazel dengan rakus. Gavin memasukkan tangannya ke dalam kemeja Hazel dan meremas gunung kembar milik Hazel dengan lembut.
"Hhmm, jangan nakal kamu, Beb." Hazel mulai merasakan geli dan nikmat menjadi satu.
"Jangan memancing aku kalau nggak mau rasakan akibatnya, Beb." Gavin tersenyum seringai.
Hazel tidak mengindahkan peringatan dari Gavin. Dia bergoyang di pangkuan Gavin dan membuat Gavin menggeram menahan hasratnya yang terpancing karena ulah Hazel. Gavin tidak tinggal diam. Dia meremas lebih kencang dua gunung kembar milik Hazel. Mereka berdua larut dalam permainan sampai tidak sadar jika mobil mereka sudah sampai di kampus Hazel.
"Sepertinya aku harus turun," ucap Hazel dengan suara serak tertahan.
"Apa kita kembali saja ke apartemen dan di kamar seharian?" Gavin mengusulkan satu hal. Hazel hanya tersenyum mendengarnya.
"Aku harus kuliah, Beb. Biar aku lulus dan dapat ijazah. Setelah itu aku bisa bekerja dengan gaji yang tinggi." Hazel menarik tangan Gavin yang masih betah di dalam kemejanya.
"Untuk apa kamu bekerja? Aku sudah memenuhi semua kebutuhanmu." Gavin tidak suka mendengar penuturan Hazel.
"Keadaan beberapa tahun ke depan kita tidak akan tahu, Beb. Aku hanya mempersiapkan diri jika saja nanti kita akan berpisah." Hazel mengatakan hal yang membuat Gavin menahan kesal.
Gavin mencengkeram dagu Hazel dengan kencang. Dia menatap mata Hazel dan membuatnya merinding takut. Hazel memang tidak berniat berpisah dengan Gavin, tetapi dia tetap harus mempersiapkan semuanya. Hazel berkaca-kaca dan Gavin segera melepas cengkeramannya di dagu Hazel.
"Jangan buat aku kesal, Nona Lynn. Kamu tidak akan tahu apa yang akan aku lakukan jika sedang kesal." Gavin membuang wajahnya dan tidak ingin menatap Hazel.
"Maafin aku, Beby." Hazel mencium pipi Gavin lalu segera keluar dari mobil. Gavin menatap kepergian Hazel dengan nafas berat.
Hazel berjalan sambil melamun menuju kelasnya. Dia tidak mengetahui jika Aiden berada di belakangnya dan melihat Hazel keluar dari mobil mewah. Hazel berhenti dan menghela nafas dalam. Dia kemudian berbalik dan terkejut mendapati Aiden berada tepat di belakangnya.
"Kak Aiden, sejak kapan Kakak di belakang aku?" Hazel mencoba santai dan membuang pikiran kalutnya.
"Sejak kamu keluar dari sebuah mobil mewah. Kamu sama siapa?" Aiden bertanya menyelidik.
"Sama Daddy angkat aku, Kak." Hazel menjawab dengan tenang.
"Sejak kapan kamu punya ayah angkat?" Aiden terus bertanya karena penasaran.
"Baru kok Kak, semenjak aku berhenti bekerja. Aku nggak dibolehin bekerja sama daddy, jadi aku ikutin aja apa katanya." Hazel tersenyum saat mengatakan hal itu.
"Selamat El, akhirnya kamu punya keluarga juga," ucap Aiden dengan tulus. Aiden tidak tahu jika daddy yang dimaksud Hazel adalah sugar daddy yang melakukan perjanjian kontrak dengannya.
"Makasih, Kak. Apa hari ini Kak Aiden ada kelas?" Hazel bertanya sambil menatap mata Aiden.
"Nggak ada, El. Cuma sedikit revisi aja nanti. Kenapa?" Aiden merasa bingung karena baru pertama kalinya Hazel bertanya seperti itu pada Aiden.
"Mau nemenin aku jalan-jalan dan nonton nggak? Aku lagi malas masuk kelas," ajak Hazel sambil tersenyum manis.
"Mia di mana? Biasanya kamu mengajak Mia." Aiden menanyakan keberadaan sahabat Hazel.
"Mia sedang sibuk menjaga maminya, Kak. Aku nggak enak kalau harus mengajaknya keluar rumah." Hazel mencari alasan yang masuk akal untuk sikapnya yang sedang menjauhi sahabatnya. Hazel masih belum ingin bertemu dengan Mia karena fakta yang diketahuinya.
"Kalau gitu aku akan nemenin kamu jalan-jalan. Mau ke mana kita?" Aiden merasa senang bisa jalan-jalan dengan Hazel.
"Kita nonton dulu aja, Kak." Hazel berjalan mendahului Aiden dan diikuti olehnya.
Hazel dan Aiden menuju bioskop menggunakan mobil Aiden. Hazel berusaha melupakan perdebatannya dengan Gavin dengan bersenang-senang bersama Aiden. Hazel mengobrol ringan mengenai skripsi yang sedang dikerjakan oleh Aiden. Hazel ingin cepat lulus juga dari kampusnya. Dia ingin segera mendapatkan ijazah dan bisa bekerja sebagai karyawan kantoran.
"Setelah lulus mau ke mana, Kak?" tanya Hazel sambil menatap wajah Aiden yang sedang fokus menyetir.
"Nerusin perusahaan Papa, El. Mau apa lagi," jawab Aiden sambil terkekeh. Hazel ikut tersenyum mendengar jawaban Aiden.
"Kalau aku udah lulus nanti, boleh dong aku daftar di perusahaan Kakak?" Hazel mencoba peruntungannya.
"Masukin aja lamarannya, El. Aku pasti akan memilih karyawanku yang terbaik." Aiden tersenyum geli karena jawabannya tidak sesuai dengan yang dipikirkan Hazel.
"Aku pikir nggak melewati itu semua, Kak." Hazel berpura-pura kecewa.
"Apa kamu menyuruhku untuk melakukan kecurangan?" Aiden bertanya dengan kekehan kecil.
"Aku pikir bisa karena itu perusahaan Kakak sendiri." Hazel sedikit malu, tetapi dia tetap tertawa karena ucapannya sendiri.
"Untuk kamu apa sih yang enggak, El. Aku akan memberikan satu jabatan buat kamu." Aiden berbicara dengan serius.
"Nah gitu dong, Kak. Jabatannya apa, Kak?" Hazel sedikit berharap.
"Jadi istri aku," ucap Aiden sambil menatap wajah Hazel dan tanpa sengaja Hazel juga sedang menatap ke arah Aiden. Hazel tidak menyangka jika Aiden akan berbicara seperti itu.
"Kak Aiden bercanda," ucap Hazel sambil tertawa kaku dan memalingkan wajahnya. Aiden ikut tertawa karena dia tidak ingin membuat Hazel tertekan dengan ungkapan perasaannya.
"Kamu baru semester 4, El. Kenapa udah mikirin kerja aja." Aiden tersenyum lebar.
"Mikirin masa depan, Kak. Biar terencana dan nantinya bisa sesuai harapan kita." Hazel benar-benar memikirkan masa depannya sendiri setelah menemukan fakta bahwa sugar daddy-nya adalah ayah dari sahabatnya.
Ponsel Hazel berdering dan menampilkan nama Gavin di layarnya. Hazel tidak berniat untuk mengangkat panggilan tersebut karena dia masih harus menata hatinya. Meskipun dia sudah mengatakan bahwa dia akan melupakan hal itu.
"Kenapa nggak diangkat, El?" Aiden bertanya penasaran.
"Nggak penting, Kak." Hazel mematikan ponselnya karena tidak ingin diganggu oleh Gavin.
"Kamu menguji kesabaranku, Lynn." Gavin membanting ponselnya dan pecah berkeping-keping.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments