"Istri kamu?"
Hazel bertanya dengan tegas saat Gavin menyebut keluarganya sedang dirawat di rumah sakit itu. Hazel langsung berbalik hendak pergi dari hadapan Gavin. Namun, dengan cepat Gavin memeluk tubuh Hazel dengan erat. Hazel terus memberontak, tetapi tidak ada gunanya karena tenaga Gavin lebih besar.
"Tenang dulu, Beb. Aku akan membiarkan kamu pergi setelah kamu tenang. Jangan ke mana-mana dulu." Gavin memeluk Hazel dan menciumi leher jenjangnya.
"Sekarang lepasin aku ...." Hazel meminta dengan lembut pada Gavin. Hazel akan mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia terlalu lepas kendali sampai marah pada Gavin karena mengurus istrinya. "Aku janji tidak akan macam-macam, Beb."
Gavin akhirnya melepaskan Hazel dan bersikap tenang. Ponsel Gavin berdering dan membuat Hazel penasaran siapa yang telah meneleponnya. Hazel mencium bibir Gavin untuk membuatnya sedikit lemah dan tidak waspada. Hazel segera mengintip ke arah ponzel Gavin, tetapi tidak bisa melihat apa pun.
"Ada apa, Sayang?" tanya Gavin dengan lembut dengan orang yang meneleponnya. Hazel merasa sesak di dadanya dan ingin segera pergi dari hadapan Gavin. Namun, lagi-lagi Gavin memeluknya erat.
"Sebentar lagi Daddy ke sana. Tunggu ya," ucap Gavin lalu mematikan teleponnya.
Gavin menatap lembut pada Hazel lalu mencium bibirnya dengan sedikit rakus. Hazel memukul dada Gavin dan membuatnya melepaskan ciumannya. Hazel tersenyum manis untuk membuat Gavin merasa tenang. Namun, di dalam hatinya dia merasakan sesak dan sakit. Dengan cepat Hazel menepis perasaan itu.
"Pergilah, keluarga kamu memerlukan kamu. Aku juga akan pergi ke sahabatku." Hazel mengusap lembut jambang tipis milik Gavin.
"Sampai ketemu nanti malam, Beby." Gavin mencium bibir Hazel lagi lalu pergi meninggalkannya sendiri di tangga darurat.
Hazel baru merasa kakinya lemas dan akhirnya duduk di tangga tersebut. Dia tidak ingin merasakan perasaan itu. Hazel menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Dia mengeluarkan senyuman andalannya lalu kembali bangkit dan menemui Mia. Hazel tidak akan lemah.
"Mia!" teriak Hazel setelah melihat sahabatnya di depan ruangan ICU. Hazel berlari lalu memeluk Mia yang sedikit bersedih.
"Kenapa lama sekali?" tanya Mia yang sudah menunggu Hazel sejak beberapa menit yanv lalu.
"Sorry, tadi aku ketemu my baby. Dia lagi di rumah sakit ini juga." Hazel berkata dengan lirih.
"Si tua bangka? Ngapain dia di sini?" tanya Mia yang juga penasaran.
"Keluarganya ada yang sakit. Tepatnya istrinya," ucap Hazel dengan wajah cemberut.
"Kamu cemburu? Apa kamu ada perasaan sama dia?" Mia bertanya menyelidik. "Aku harap kamu nggak membawa perasaanmu dalam hubungan itu, El." Mia berharap.
"Enggak Mia, tenang aja." Hazel terkekeh melihat ekspresi wajah Mia yanh khawatir. "Ini buat kamu, Beb." Hazel memberikan paper bag yang dibawanya.
Mia membuka bingkisan yang dibawa Hazel dan melihat tas cantik yang sama dengan yang dipakai Hazel saat ini. Mia tersenyum senang karena mendapatkan hadiah dari sahabatnya. Hazel memeluk Mia dan mencoba menenangkan dirinya sendiri karena merasa gelisah.
"Thank you, Beb. Aku seneng banget dapet hadiah gini. Kamu berhasil jadi sugar baby si tua bangka itu, El." Mia terkekeh geli memikirkan sahabatnya sekarang.
"Pokoknya aku nggak akan lupa sama kamu, Mia." Hazel tersenyum lebar. "Bagaimana keadaan Mami kamu?" Hazel hampir lupa menanyakan ibunya Mia.
"Mami udah lebih baik, El. Dia sedang ditungguin Daddy," ucap Mia sambil melihat ke arah ruangan ibunya.
"Sepertinya aku belum pernah melihat daddy kamu selama ini, Mi. Apa dia orang yang sibuk?" Hazel bertanya karena penasaran.
"Begitulah, El. Aku aja kalau mau ketemu, harus maksain daddy dulu. Kalau mau jalan-jalan sama daddy, harus buat janji dulu." Mia sedikit menggerutu karena hal itu. "Tapi aku tahu, daddy seperti itu untuk aku dan Mami. Dia bekerja sangat keras."
"Dia pasti ayah yang sangat baik dan mencintai kalian," ucap Hazel dengan tersenyum manis.
Di dalam ruangan Lily, ibu dari Mia, ada seorang pria paruh baya yang sedang menemaninya. Lily sudah lama sakit-sakitan dan dia tetap bersemangat untuk hidup dan sehat hanya untuk Mia, anak satu-satunya. Lily selalu berusaha menjadi seorang istri yang terbaik dan menjadi seorang ibu yang bisa dibanggakan. Lily adalah sosok perempuan lembut yang selalu setia pada suaminya.
"Vin, makasih udah nemenin aku di sini," ucap Lily pada seorang pria di sampingnya yang ternyata adalah suaminya sendiri, Gavin.
"Udah menjadi tanggung jawabku, Ly. Istirahatlah, supaya kamu cepat pulih." Gavin berkata dengan lembut. "Aku akan melihat Mia dulu."
Gavin beranjak dari samping ranjang Lily dan menuju ke depan pintu. Dia mendengar Mia sedang mengobrol dengan seseorang dan Gavin membuka pintu ruangan Lily perlahan. Saat Gavin melihat siapa yang sedang bersama Mia, Gavin mengurungkan niatnya untuk menemui Mia. Gavin melihat Hazel yang sedang bersama anaknya itu.
"****, apa yang dimaksud sahabat Lynn itu Mia? Bagaimana bisa?" Gavin mengoceh sendiri dengan suara lirih. Gavin mencoba membuka lagi pintu ruangan Lily dan melihat lagi dengan jelas. Itu memang Hazel yanh sedang bersama anaknya.
"What the ... apa yang harus aku lakukan?" Gavin bingung dengan apa yang akan dia lakukan setelah ini. Dia tidak mungkin mengaku pada Hazel, jika dia adalah ayah sahabatnya. Gavin tidak ingin kehilangan Hazel.
"Kenapa, Vin? Apa ada yang ketinggalan?" Lily bertanya karena penasaran kenapa Gavin tidak jadi keluar menemui Mia.
"Dia sedang bersama temannya. Biarkan saja dulu," ucap Gavin sambil kembali ke sisi Lily. Gavin terus memikirkan Hazel.
Terdengar berisik di depan pintu masuk ruangan Lily. Gavin langsung beranjak dari tempat duduknya dan gelisah. Mia masuk membawa Hazel dan Gavin langsung berlari ke kamar mandi. Lily melihatnya dengan bingung.
"Mami, ada Hazel mau nengokin Mami." Mia mendekat ke arah Lily dan memeluknya.
"Hai, Tante. Bagaimana keadaan, Tante?" Hazel bertanya sambil tersenyum manis.
Hazel sudah sering mendengar cerita dari Mia tentang ibunya. Beberapa kali dia bertemu dengan Lily saat dia berkunjung ke rumah Mia. Lily adalah seorang ibu yang lemah lembut dan sangat menyayangi Mia. Hazel menyukai Lily dan terkadang Hazel menginginkan Lily seperti ibunya sendiri.
"Baik, El. Makasih udah menjenguk Tante." Lily tersenyum meskipun terlihat pucat.
"Daddy mana?" tanya Mia mencari keberadaan Gavin.
"Di kamar mandi. Sepertinya sedang tidak enak perutnya." Lily berkata sambil tersenyum khawatir. Dia melihat Gavin langsung masuk kamar mandi dengan terburu-buru.
"Tante cepat sembuh ya. Hazel pulang dulu. Besok-besok Hazel ke sini lagi." Hazel berpamitan dengan Lily dan mencium pipinya. Mia mengantarkan Hazel sampai keluar ruangan. Gavin keluar dari kamar mandi setelah Hazel keluar.
"Aku keluar sebentar. Ada panggilan dari kantor," ucap Gavin lalu mencium kening Lily sekilas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Tria Hartanto
hadeuh pak gavin mulai deh kucing kucingan
2023-04-08
2