Gavin membiarkan miliknya di dalam milik Hazel dan membuatnya beradaptasi dengan kewanitaan Hazel. Gavin mencium bibir Hazel dan menggerakan pinggulnya perlahan. Hazel memekik tertahan dan mencengkeram erat sprei ranjangnya. Gavin menghujamkan miliknya sampai ke dalam milik Hazel.
Selama satu jam Hazel dan Gavin bergelut dalam kenikmatan sampai peluh membasahi tubuh mereka. Hazel terlelap setelah Gavin mengeluarkan cairan miliknya dan tersenyum puas. Hazel sampai sedikit kewalahan menghadapi Gavin. Perlahan Gavin menyelimuti tubuh polos Hazel dan membiarkannya tidur. Gavin masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
.
.
.
Hazel merasakan perih di bagian kewanitaannya dan mencoba membuka matanya saat tangan kekar Gavin terasa menyentuh tubuhnya. Hazel melihat Gavin sudah berada di atas tubuhnya dan sedang mencoba memasukkan miliknya lagi. Hazel menggelengkan kepalanya dan membuat Gavin berhenti melakukan kegiatannya.
"Kenapa, Beb?" tanya Gavin sambil memainkan rambut Hazel.
"Sakit, Beb. Biarkan aku bernafas dulu," ucap Hazel dengan manja.
Gavin tahu apa yang diinginkan Hazel. Gavin tidak melanjutkan permainannya karena masih menghargai Hazel. Gavin mengangkat tubuh Hazel yang lengket karena peluh menuju kamar mandi. Gavin membersihkan sisa-sisa cairan permainan mereka dan membuat Hazel rileks sambil berendam di bathtub. Gavin mencium bibir Hazel yang sudah membengkak merah karena ulahnya.
"Makasih, Beb. Kamu udah kasih aku surga dunia dan sekarang kamu milikku seutuhnya." Gavin berbicara tepat di samping telinga Hazel.
"Aku takut kamu akan meninggalkan aku, Gavin." Hazel mengatakan hal yang ditakutkannya dengan jujur. Saat memilih menjadi sugar baby, Hazel telah siap dengan semua konsekuensinya. Namun, setelah semua yang dia lewati bersama Gavin, Hazel merasa tidak akan mau ditinggalkan olehnya.
"Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang. Kalau kamu mau, aku bisa menikahi kamu secara resmi." Gavin memberikan pilihan pada Hazel.
"Bagaimana dengan istri kamu?" tanya Hazel sedikit ragu.
"Tidak masalah, aku akan berpoligami." Gavin mengatakan hal itu dengan entengnya.
Gavin mengangkat tubuh Hazel dan memakaikannya kimono handuk yang terdapat di kamar mandi. Keduanya masuk ke dalam kamar dan memakai pakaian masing-masing. Hazel menatap pantulan dirinya dan Gavin di kaca besar di dalam kamarnya. Hazel berpikir, Gavin terlihat semakin tampan dan gagah semenjak bersamanya.
"Apa sekarang kamu lebih tampan dari pertama kali kita ketemu?" tanya Hazel menatap pantulan dirinya dan Gavin di cermin.
"Itu karena kamu, Beb. Kamu yang buat aku semakin awet muda." Gavin memeluk Hazel dan mencium pelipisnya.
"Aku akan ke kampus sore ini. Mata kuliah yang biasanya pagi, diundur sore hari." Hazel memberitahukan kegiatannya hari ini pada Gavin.
"Nanti biar sopir yang antar kamu. Mobil dan sopir yang kemarin, aku kasih ke kamu. Khusus untuk antar jemput kamu ke mana pun." Gavin membelai lembut pipi Hazel.
"Makasih, Beb." Hazel memberanikan diri untuk memeluk Gavin dengan manja.
"Apa sekarang kamu lebih manja dari sebelumnya? Bahkan waktu awal ketemu, kamu begitu galak." Gavin menyindir Hazel dan berhasil membuatnya cemberut.
"Aku harus menjaga diriku dari para lelaki hidung belang," ucap Hazel sambil tersenyum seringai.
"Kamu pikir aku lelaki hidung belang?" Gavin tidak terima dengan ucapan Hazel.
"Awalnya aku pikir begitu, Beb. Ternyata sedikit beda." Hazel terkekeh saat mengatakan hal itu.
"Hanya sedikit?" Gavin bertanya sambil menatap tajam ke arah Hazel.
"Iya, sedikit saja." Hazel tertawa geli melihat ekspresi kesal Gavin. Hazel berusaha menghindari Gavin karena dia sedang dikejar saat ini.
"Aku ke kantor dulu," ucap Gavin singkat saat Hazel tidak dapat dia raih.
Hazel segera mendekati Gavin dan mencium bibirnya dengan lembut. Tangan kecil Hazel sengaja dia mainkan di sekitar milik Gavin. Meskipun Gavin masih memakai celana lengkap, tetapi permainan jari tangan Hazel, membuat miliknya berdiri dan ingin segera dituntaskan. Hazel tersenyum seringai saat Gavin menutup matanya menahan gairah.
"Cukup, Beb. Aku harus ke kantor sekarang." Gavin akan ada rapat penting, sehingga dia harus bergegas ke perusahaannya. Hazel sedikit kecewa, tetapi dia tidak bisa menahan Gavin.
"Pergilah, aku mau tidur lagi." Hazel langsung naik ke atas tempat tidur dan membelakangi Gavin. Hazel tidak mengantarkan Gavin sampai ke pintu apartemennya. Sebelum pergi, Gavin mencium puncak kepala Hazel dan tersenyum melihat Hazel telah ketagihan dengan permainannya.
.
.
Hazel sedang turun melewati lift di gedung apartemennya. Dia akan berangkat ke kampus menggunakan mobil yang sudah disiapkan oleh Gavin. Setelah Gavin pergi, Hazel hanya tidur dan bermalas-malasan di kamarnya. Saat Gavin meneleponnya, Hazel tidak mengangkatnya karena dia masih sedikit kesal. Hazel berjalan menuju mobilnya yang terparkir di parkiran basement gedung apartemennya. Saat Hazel membuka pintunya, Hazel sangat terkejut melihat Gavin sudah berada di dalamnya.
Gavin langsung menarik tangan Hazel dan meminta sang sopir untuk berjaga di luar. Gavin mengunci pintu mobil dan langsung mencium bibir Hazel dengan rakus. Hazel menatap Gavin dengan wajah terkejut.
"Kenapa kamu di sini, Beb?" tanya Hazel sambil menatap tajam Gavin.
"Kenapa kamu tidak menjawab teleponku?" Gavin tidak menjawab pertanyaan Hazel. Dia justru bertanya balik pada Hazel.
"Aku sedikit kesal sama kamu karena ditinggal ke kantor," ucap Hazel dengan manjanya.
"Aku harus kerja untuk membiayai kamu, Sayang. Bagaimana kalau aku bangkrut?" Gavin mencium lagi bibir Hazel.
"Aku yang akan kerja sendiri. Aku udah biasa kerja dan menghidupi diri sendiri," ujar Hazel dengan sedikit tersenyum.
"Kamu nggak akan bisa kerja lagi, Beb. Kamu udah keenakan hidup seperti ini." Gavin terkekeh mendengar jawaban Hazel.
"Jangan meremehkan aku, Beb. Aku bukan wanita yang akan terus bergantung pada laki-laki. Apalagi laki-laki itu memiliki keluarga sendiri." Hazel menatap keluar kaca jendela karena merasa dadanya sangat sesak.
"Jangan berkata seperti itu, Beb. Aku nggak akan pernah membiarkan kamu bekerja lagi. Kamu juga keluargaku sekarang. Kamu kekasihku." Gavin menggenggam tangan Hazel dengan erat, lalu menciumnya berkali-kali.
"Aku hanya memikirkan masa depanku, Beb. Nggak ada salahnya, kan?" Hazel menatap intens wajah Gavin.
"Masa depanmu ada sama aku, Beb. Jadi kamu nggak perlu memikirkannya saat ini." Gavin terus meyakinkan Hazel.
"Aku harap begitu, Beb." Hazel mencoba tersenyum di depan wajah Gavin. Dia tetap akan memikirkan bagaimana masa depannya kelak. Apakah dia akan tetap bersama dengan Gavin atau dia akan melepaskannya begitu saja?
"Ayo, aku antar kamu ke kampus." Gavin menyadarkan Hazel dari lamunannya.
"Apa kamu tidak ada kerjaan lagi?" Hazel menatap Gavin dengan banyak pertanyaan.
"Setelah mengantar kamu, aku akan kembali ke kantor," ucap Gavin dengan mantap. Hazel hanya mengangguk sambil tersenyum. Hazel menyandarkan kepalanya di bahu Gavin lalu meminta sang sopir untuk menjalankan mobilnya ke kampus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments