Setelah hampir tiga puluh menit menunggu, dokter dan perawat keluar juga dari ruang igd.
"dokter bagaimana kondisinya?"
"Alhamdulillah, sekarang ibu Aliza sudah melewati masa kritisnya, kita akan segera pindahkan ke ruang rawat" Raga tegakkan lagi tubuhnya yang tadi sedikit menunduk.
"makasih ya dok"
"berterima kasihlah pada tuhan, terlambat sedikit saja mungkin ibu Aliza sudah tidak bernyawa lagi, luka di pergelangan tangannya cukup dalam, memar di wajah juga semakin menambah parah kondisinya, maaf sebelumnya, apa ibu Aliza korban dari kekerasan seksual?" samar-samar Raga mengangguk, begitu juga dengan sang dokter.
"kalo gitu saya permisi dulu pak, nanti setelah ibu Aliza sudah di pindahkan, bapak bisa menjenguknya"
...
Aliza sudah ada di ruang perawatan VIP di rumah sakit itu, ruangan super besar dengan pasilitas lengkap, Raga yang kelelahan tertidur di sofa empuk yang ada di kamar rawat Aliza, sedangkan Aliza belum sadar juga.
Didalam tidurnya, kepala Aliza bergerak gelisah.
"ibu, Liza capek " Aliza dewasa tidur di pangkuan Rania, Wanita itu menggunakan pakaian serba putih, mereka sedang berada di satu taman yang begitu indah, Aliza menikmati usapan lembut Rania di rambutnya.
"Aliza mau ikut ibu aja"
"masa kamu tega ninggalin ayah, nak"
"ayah juga tega ngasih ijin Raga buat nikahin Aliza, Raga orang jahat Bu, ternyata Liza salah menilai Raga selama ini, Liza kira Raga pria yang baik,hanya karena satu perbuatan kebaikannya untuk Liza, Aliza menyebutnya pria baik, padahal Raga begitu jahat dan kejam" Aliza merubah posisinya menjadi terlentang, tangannya terulur mengusap wajah Rania.
"ibu cantik banget, Liza kangen banget sama ibu"
"kamu juga nak, kamu cantik sekali, putri kesayangan ibu, permata hatinya ibu, tuan putri ibu dan ayah"
"ibu, Liza sudah nggak cantik lagi, setiap hari Aliza di pukul, di tendang, di tampar... kepalanya di benturkan ke dinding, muka Liza jadi banyak lebamnya, belum lagi luka luka kecil yang terbuka, setiap Aliza menyisir, rambut Aliza rontok banyak, Raga suka sekali bermain tarik tambang dengan rambut Aliza, Raga tau aja kalau rambut Aliza panjang dan lebat, hehehe"
"anak ibu selalu cantik, bagaimanapun kondisinya, Karena anak ibu memiliki hati yang cantik juga"
"jangan menyerah ya nak, ayah masih membutuhkan kamu, bawa ayahmu kembali nak, jangan biarkan ayah tersesat terlalu jauh, ya nak" Aliza menggeleng, ia berbalik lagi menghadap perut Rania, Aliza peluk erat pinggang Rania wajahnya menempel sempurna di perut Rania.
"kenapa nak?"
"Aliza takut ibu, bertahan lebih lama dengan Raga di sana, membuat Aliza setiap hari ingin merasakan mati"
"Jangan ngomong kaya gitu, ibu nggak suka, suatu hari kamu akan merasakan bahagia,nak"
"kapan Bu, kapan?"
"sebentar lagi, Bertahan lah lebih lama lagi putri ku" Aliza menggesek-gesekkan wajahnya di perut Rania
"ii--ibu , ibuu, Jangan tinggalin Liza ibu, i--ibu"
"Aliza, hey sadar woy, sadar" mata Aliza terbuka lebar, tidak ia dapati Rania di sana, hanya ada Raga yang berdiri menatapnya.
Aliza merotasi kan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, saat ia sadar, dirinya berada di mana, Aliza lepas masker oksigen di wajahnya, Aliza cabut juga jarum infus yang menempel di punggung tangannya. Raga tidak menghentikan, Raga diam saja dengan tangan terlipat di depan dada, menatap datar Aliza, dengan tangan gemetar Aliza bertumpu di ranjang pesakitan, rasa nyeri ia rasakan di pergelangan tangan nya, perban putih kini sudah berhias corak merah
"akhh" Aliza pandangi pergelangan tangannya yang terlilit perban.
"sudah dramanya?"Aliza mendongak menatap Raga.
"sekarang Lo mau apa, Hem?"
"sa--saya mau pulang tuan, saya nggak punya uang buat bayar biaya rumah sakit"
"MAKANNYA, JANGAN BERTINGKAH" Aliza kembali menunduk.
"ngerepotin aja"
"kenapa tuan bawa saya ke rumah sakit, kenapa tuan tidak biarkan saja saya mati di sana"
"Lo kira segampang itu, nggak akan gue biarin Lo mati tanpa mendapat siksaan dari gue, gue mau bilang makasih ke Bara, karena sudah buat muka Lo itu babak belur"
"anda sungguh tega tuan, anda sungguh tega dengan saya, saya bukan orang asing di hidup tuan, saya istri tuan, Kenapa tuan tega banget ngomong kaya gitu... harga diri saya sebagai istri tuan berkali-kali ingin direnggut, berkali-kali ingin di lecehkan, di mana hati nurani tuan..." lirih Aliza.
"apa tidak ada sedikit saja rasa iba untuk saya, manusia hina ini, apa hati tuan benar-benar sudah tertutup untuk merasakan kesakitan yang saya rasakan,apa penderitaan yang saya dapatkan dengan menyiksa fisik dan batin saya tanpa henti,belum juga memuaskan tuan... sampai tuan dengan tega meminta orang-orang biadab itu melecehkan saya, jika tuan memintanya untuk menyiksa saya seperti yang tuan lakukan biasanya, saya tidak masalah tuan, saya ikhlas demi tuhan saya ikhlas, tapi tidak dengan kehormatan saya, saya perempuan, saya anak dari Seseorang, orang tua saya juga akan merasakan sakit... melihat anak semata wayangnya di rendahkan tanpa henti..." Aliza hirup udara rakus.
"jika suatu hari saya menyerah dalam hidup saya, dan semuanya berjalan seperti sedia kala, tuan mungkin sudah menikah lagi dengan seorang wanita yang tuan cinta dengan tulus, saya hanya berharap dan berdoa, kelak wanita itu tidak perlu merasakan balasan dari apa yang tuan lakukan pada saya, karena saya tau betapa sakitnya saya di lecehkan di depan suami saya sendiri, betapa sakitnya, betapa hancurnya harga diri saya, saat pria asing memaksa saya melebarkan paha di depan suami saya sendiri, bahkan dia sendiri lah yang meminta orang-orang keji itu meniduri istrinya yang Malang, arghhhhhhh"
Raga tidak bergeming, dan memilih pergi.
"Brengsek "
BRAKK!!!
pintu rawat Aliza di hempas dengan kuat.
"Ibuuu" lirih Aliza dengan pilu.
Aliza berjalan dengan tertatih tatih, ia masuk ke ruangan perawat.
"permisi" perawat dengan serentak menatap Aliza
"Bu Aliza, ada apa dengan ibu?" perawat yang menangani Aliza dengan gesit membantu memapah tubuh itu untuk duduk.
"Mbak, apa biaya rumah sakit saya sudah di bayar"
"iya buk sudah, sudah di bayar sama suami ibu"
"tuan Raga" perawat itu mengangguk
"dia bukan suami saya mbak, dia majikan saya" jelas Aliza tak ingin mereka salah paham
"saya ingin pulang mbak"
"jangan buk, kondisi ibu belum pulih, ibu harus di rawat beberapa hari"
"saya nggak punya uang buat lunasi biaya rumah sakit, saya nggak punya uang buat bayar hutang pada majikan saya mbak" perawat itu mengangguk mengerti
"kami juga nggak bisa maksa, tapi ibu tunggu sebentar ya, saya urus surat-surat nya dulu, baru ibu bisa pulang".
"Makasih mbak "
....
tidak ada sedikitpun niat untuk kabur, Aliza tidak ingin ayahnya yang akan menderita jika ia memilih kabur, tidak ada sepeserpun uang di kantongnya, rasa kering di kerongkongan mulai menyiksa, panas matahari begitu terik hari ini.
"ya Allah kuatkan lah hamba, luaskan lah lagi sabar Hamba, ya Allah... lembutkan lah hati suami hamba, berikan dia petunjuk, hamba mohon ya Allah, Hamba juga tidak berharap di cintai ataupun di akui istri olehnya, tapi setidaknya sadarkan lah dia sebelum terlambat jika apa yang ia lakukan salah" di sepanjang jalan menuju rumah Raga Aliza terus memanjatkan doa-doa dan dzikir sebagai penguatnya, tidak lupa juga Aliza memohon ampun atas semua dosa-dosanya.
rasa syukur ia panjatkan saat sudah berada di gerbang perumahan mewah.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga"
"Aliza" mendengar namanya di panggil, Aliza menoleh, ia dapati langit yang ada di dalam mobil dengan kepala menyembul keluar.
"langit"
mobil langit berhenti, Langit menghampiri Aliza dan meminta sopirnya untuk pulang duluan.
"Lo dari ma... astagfirullah Aliza muka Lo kenapa" Aliza baru teringat kondisi wajahnya, ia lupa menutupinya di hadapan langit, pria itu tanpa sengaja mengusap pipi lebam Aliza, sorot Matanya menggambarkan kekwatiran yang besar, Aliza singkirkan tangan langit dari wajahnya.
"jangan asal pegang" tegas Aliza
"maaf za, gue cuman kaget, muka Lo lebam gini Kenapa? Lo Di pukuli za? siapa yang mukul lo za? Langit sedikit meninggikan suaranya, Aliza bingung harus menjawab apa, berbohong pun langit tidak akan percaya, karena jelas luka-luka di wajahnya itu karena pukulan Seseorang, alasan terbentur meja seperti sebelumnya tidak akan lagi dipercaya langit.
"ii--ini, gu--gue----"
"Aliza" keduanya memutar tubuh, Raga berjalan mendekati mereka dengan tangan yang ada di dalam saku celana, pria itu menunjukan wajah datarnya, telapak tangan Aliza tiba-tiba terasa dingin.
"Pulang Aliza" tegas Raga tak bisa dibantah
"baik tuan, langit gue pulang dulu ya"
"Aliza tunggu, muka Lo butuh obat Aliza" Aliza acuh, ia tetap melanjutkan jalan dengan kepala terus menunduk
"Aliza" langkah langit yang ingin mengejar Aliza terhenti, Raga sudah berada di depannya.
"ada perlu apa anda dengan pembantu saya"
"maaf pak, saya Hanya kawatir, wajahnya lebam seperti itu, jelas wajahnya itu ----"
"bukan urusan anda, Aliza adalah pembantu saya, apa yang terjadi dengannya adalah tanggung jawab saya, jadi saya minta pada anda untuk tidak ikut campur di dalam kehidupannya " Setelah mengatakan itu Raga memutar tubuh dan kembali ke rumahnya
"arggh, brengsek " umat langit, sungguh ia takut terjadi apa-apa pada Aliza, wajah wanita itu pucat Pasih, belum lagi luka-luka di wajahnya, respon atasannya pun tidak menyakinkan langit jika Aliza akan mendapatkan perawatan medis.
....
"akh, tuan"
"akkh, ssth, tu--tuan"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments