"ALIZAAAAAA"
"ALIZAAAAAAAAA"
"ALIZAAAAAAAAA" wanita malang itu berlari tergopoh-gopoh, di tangannya masih ada kemoceng juga lap yang Aliza gunakan untuk membersihkan lemari penyimpanan buku-buku milik Raga.
"maaf tuan, saya ta--"
"LO TULI, TELINGA LO KE TUTUPAN TAI"
pyaar!!
Raga melempar gelas di genggaman, tepat mengenai kaki wanita itu, Aliza meringis kesakitan, Aliza berjongkok mengusap-usap punggung kakinya.
"KALAU GUE MANGGIL ITU, MENYAHUT BANGSAT" Raga kembali menarik rambut Aliza yang tertutup hijab syar'i, tarikan itu membuat Aliza mendongak.
"Maaf tuan, saya tadi di lantai atas"
"Banyak alasan Lo" dengan kasar nya Raga mendorong kepala Aliza, wanita itu Sampai terbaring karenanya.
"Akkkhh, sa--sakit tuan, ampun" Aliza memegangi pergelangan kaki Raga yang menginjak punggung kakinya, pria itu tersenyum penuh kebencian, ia merasa puas melihat wanita Malang itu tersiksa
"ingat ini, Aliza Khumaira, semua ini belum ada apa-apanya di bandingkan apa yang Lo lakuin"
"saya tidak bersalah tuan, bukan saya pelakunya "
"PEMBOHONG!" Raga menendang punggung Aliza, yang membuat tubuh kecil itu sedikit bergeser akibat kencangnya tendangan yang Raga berikan padanya.
"BERHENTI MENGELAK, BANGSAT, LO WANITA TERKEJAM YANG PERNAH GUE TEMUIN, LO TUTUPI KEGANASAN LO DENGAN WAJAH LUGU ITU"
Aliza menutup wajahnya, karena Raga lagi-lagi memberikan tendangannya, Wanita itu hanya bisa pasrah, tidak ada yang bisa ia lakukan selain memohon dan menangis.
"BANGSAT LO ALIZA" geram Raga tidak tertahankan lagi, ia pergi meninggalkan Aliza yang tergeletak menahan sakit di sekujur tubuhnya
Perlahan Aliza bangun, dengan mata yang masih berair, Aliza punguti serpihan gelas, Aliza tidak sadar lagi beling kecil melukai jari manisnya, beratnya sakit yang Aliza hadapi tidak sebanding dengan goresan kecil di sana.
"Bukan aku, bukan aku pelakunya, bukan aku penyebabnya " lirih Alayya disela tangisannya.
...
Aliza belum mengganti pakaian nya setelah membersihkan taman di depan, ia tanpa sengaja berpapasan dengan Clara juga Raga yang ingin keluar dengan pakaian rapi, Clara kontan menutup hidungnya
"heh!, cewek kampung, gue tau Lo pembantu, tapi setidaknya Lo mandi lah, bau banget sumpah" hardik Clara yang hanya mendapatkan anggukan dari Aliza.
"Sayang, kamu cari pembantu bersihan dikit ke, sudah jelek, bau lagi"
"kamu mau ngomel terus atau kita nggak jadi pergi " ancam Raga yang mulai muak
"iss" Clara berdecit kesal dan menyusul Raga yang sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil
Aliza terus memandangi Hingga mobil Raga tidak lagi terlihat di pandangan.
Aliza kemudian menatap dirinya sendiri, baju lusuh, penuh robekan kecil di bagian bawah, baju itu adalah baju lama yang ia punya, Aliza tidak pernah membeli baju karena keterbatasan biaya, baju yang ia punya sekarang, semuanya baju lama, bahkan ada baju dari jaman smp nya dulu, jangan heran, karena badan kecil, Aliza masih muat menggunakan baju lamanya..
Aliza hanya tersenyum, Clara tidak salah, ia memang bau, bau keringat bercampur tanah.
"Clara benar, aku bau" gumam Aliza dengan satu alis menukik tajam.
....
Aliza baru saja mengering kan rambutnya, rambut panjang yang indah sebatas pinggang, Aliza masih menggunakan daster rumahan yang panjangnya hanya di bawah lutut saja, tanpa lengan. Aliza memandang wajah nya di balik cermin kecil retak yang ia bawa dari rumah, Aliza tersenyum menatap wajah nya
"Aku nggak sejelek itu ko, aku cantik, ibu bilang aku cantik" monolog Aliza.
sekarang waktunya Aliza mengirim pesan untuk Sadewa, benda pipih di bawah tumpukan bantal adalah hadiah yang sadewa berikan untuknya di ulang tahun Aliza yang ke 17 tahun, benda pipih yang sudah kalah canggih dengan ponsel keluaran terbaru sekarang, tapi ponsel itu menyimpan banyak kenangan untuk nya dan ke-dua orang tuanya.
"Assalamualaikum ayah, ayah lagi apa sekarang, ayah sehat kan?maaf ya Ayah...Liza belum bisa pulang jenguk ayah, mas Raga nggak kasih ijin, katanya nanti kalo mas raga sudah nggak sibuk lagi" satu tetes air mata turun mengenai layar ponsel.
Aliza terpaksa berbohong, ia tidak ingin ayahnya khawatir, walaupun Aliza tau Sadewa masih membencinya.
"Ayah, ternyata mas Raga orang baik, mas Raga nggak seseram yang Liza bayangin, maaf ya ayah Liza sempat buat ayah khawatir"
pesan itu terkirim seperti biasa, tapi untuk pertama kalinya, Sadewa menuliskan balasan, dengan mata berbinar-binar Aliza menunggu Sadewa menyelesaikan ketikan nya, sebegitu bahagianya Aliza melihat sedikit harapan pada Sadewa.
"saya nggak peduli, saya nggak peduli kamu tersiksa, bahagia, terlantar, jadi korban kekerasan, MATI PUN! saya tidak peduli, saya berharap kamu mati, berhenti mengirimi saya pesan-pesan sampah itu"
tidak sesuai yang Aliza harapkan, bukan kata sayang yang Aliza dapatkan, hanya cacian Bahkan sumpah serapah , Aliza tersenyum getir, ayah yang dulu begitu takut melihat ujung jarinya yang terluka karena terkena peniti kerudung, Sekarang justru mengharapkan kematiannya.
"apa ayah akan sayang Liza lagi, jika Liza sudah nggak ada di dunia ini, apa Ayah akan peluk jasad Liza saat Liza sudah tidak membuka mata lagi, apa ayah akan cium kening Liza lagi, saat Liza memilih Tidur selamanya, apa ayah nggak kesepian dengan kepergian Liza, apa ayah bisa janji dengan kepergian Liza... ayah bisa bahagia" ucap Aliza bergetar dengan terus memandang pesan dari Sadewa.
"harusnya Liza aja yang mati, harusnya Liza aja yang pergi bukan ibu, Maafin Liza ya ayah, Liza sudah bunuh ibu"
....
Suara tawa menggema di ruang tamu Raga, beberapa pria baru saja datang bersama Raga, mereka zidan dan Rendy, sahabat Raga, Aliza sedang membuat minuman untuk mereka bertiga.
"ga, pembantu Lo, kaya nggak asing kaya pernah liat, tapi gue lupa" ucap Rendy mengingat-ingat
"Aliza Khumaira, tu cewek dulu satu sekolah Sama kita, adik kelas kita "
Randy menjentikkan jarinya
"yaa ,gue ingat sekarang, Liza itu kan?"
"Hem, nggak usah di bahas"
"ko bisa tu cewek jadi pembantu, kayanya dia nggak miskin - miskin banget, orangtuanya bahkan punya usaha properti yang berkembang pesat kan" Kali ini zidan yang berucap, Raga menyenderkan tubuhnya sebelum menjawab pertanyaan dari zidan.
"Yaa, mana gue tau, yang gue tau, Sekarang tu cewek sudah jatuh miskin, dan bokap nya punya banyak hutang sama gue, dan gue bawa anaknya sebagai tebusan buat bayar hutang-hutangnya"
Rendy bertepuk tangan , ia kagum dengan apa yang raga lakukan, Berbeda dari dua sahabatnya, zidan tidak memberikan respon apapun, ia justru terlihat kesian pada Aliza.
"wah keren Lo ga, dapat pembantu dapat pemuas nafsu juga"
"amit-amit cabang bayi, ogah gue nyentuh cewe kaya gitu"
Rendy tertawa puas
"ga, jangan bilang semua ini ada kaitannya sama kejadian 4 tahun lalu" selidik zidan.
"jangan bilang Lo... mau balas dendam sama tu cewek, ga" lanjut Rendy lagi
Raga membenarkan posisi duduknya, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum licik, ia lirik sesaat Aliza yang mulai mendekat dengan nampan di tangannya
"kalian memang sahabat gue yang paling pintar, kalian selalu aja tau apa yang gue inginkan"
"kenapa nggak Lo bunuh aja si ga, kan gampang "
"nggak seru dong, gue mau liat dia menderita" tertawa Raga di akhir kalimatnya, Aliza mendengar betul apa yang raga bicarakan dengan para sahabatnya.
*Saya sangat mengharapkan dukungan Anda untuk cerita saya*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Anonymous
🥹🥹
2024-01-30
0